Esai

Tradisi Megengan Menjelang Ramadhan, Banjir Berkah

×

Tradisi Megengan Menjelang Ramadhan, Banjir Berkah

Sebarkan artikel ini
Berkat Megengan-dokumentasi

Urupedia – Mendekati datangnya Bulan Ramadan, masyarakat Jawa khususnya warga Nahdlatul Ulama (NU) sudah tidak asing lagi dengan yang namanya tradisi megengan. Megengan pada umumnya dilakukan dengan berkumpul bersama keluarga maupun tetangga dalam rangka tasyakuran menyambut bulan mulia dan kirim doa kepada arwah leluhur.

Dilansir dari website resmi @jatim.nu.or.id, Kiai Muhammad Busro, pengasuh salah satu pondok pesantren di Kabupaten Ponorogo menyampaikan bahwa istilah megengan berasal dari bahasa Jawa yang artinya menahan.

“Menahan untuk tidak melakukan perbuatan-perbuatan yang dapat membatalkan puasa,” paparnya.

Selain dilaksanakannya kegiatan positif seperti membaca dzikir dan tahlil, anak-anak dan warga desa merasa gembira dengan adanya makan bersama di penghujung acara atau berburu berkat untuk dibawa pulang.

Termasuk saya yang merasa gembira karena bisa menghemat beras dan tidak perlu memasak banyak, karena setiap hari mendapat kiriman makanan dari tetangga atau kerabat yang mengadakan megengan di daerahnya.

Berkah megengan juga dirasakan oleh berbagai lapisan warga yang tinggal di lingkungan Jawa dengan tradisi NU yang masih lestari.

Membina Silaturahmi

Bagi orang mampu atau kaya yang jarang berbaur dengan tetangga sebab sibuk bekerja. Tradisi megengan juga dapat menjadi sarana untuk berkumpul bersama dan bersedekah.

Seperti yang diceritakan oleh teman saya, sebut saja namanya Lala, menurutnya megengan mengandung nilai sosial karena dia bisa berbagi makanan ke tetangga. Dengan saling berbagi dan berkumpul, maka kerukunan antar tetangga dapat terjalin.

“Dengan bersedekah kita mendapat pahala yang berlimpah apalagi di Bulan Syakban (bulan yang disucikan oleh Allah),” ujarnya.

Teman saya yang lain, Rahma mengungkapkan bahwa di desanya yang terletak di Kabupaten Jombang, orang-orang kaya dengan senang hati membuat tumpeng untuk acara megengan setiap tahunnya. Tumpeng tersebut dimakan bersama setelah membaca doa dan dibungkus ketika masih ada sisa.

Hadiah Anak Kos

Berkah megengan juga turut dirasakan oleh beberapa mahasiswa yang tinggal di kos dekat kampus. Karena pada suatu hari, mereka mendapat berkat megengan dari Ibu Kos.

Jika biasanya mereka harus mengatur keuangan dan bingung mau membeli makan apa di sore hari, dengan adanya megengan mereka bisa makan malam dengan kenyang bersama teman-teman.

Sofia menyampaikan rasa syukurnya karena meskipun sedang tinggal di perantauan, dia masih bisa merasakan suasana gembira menjelang Ramadan.

“Bersyukur masih bisa mendoakan leluhur, terus bersyukur juga diberi berkat oleh warga sekitar, terus bersyukur dapat barokah doa bersama,” terangnya.

Hemat Bumbu Dapur

Bagi anak pondok yang sering menyusun strategi untuk memasak berkelompok dengan pengeluaran minimum. Tradisi megengan juga membawa kenikmatan tersendiri bagi mereka.

Seorang santri, sebut saja namanya Kanaya, menceritakan bahwa ketika warga di sekitar pondok menyelenggarakan megengan di kediaman masing-masing, para santri akan mendapat kiriman.

“Jadi alhamdulillah hati kami bahagia karena tidak perlu memasak, apalagi bumbu-bumbu dapur menipis,” ucapnya.

Kanaya juga menjelaskan bahwa interaksi tersebut dapat meningkatkan hubungan baik antara warga dan para santri.

Penulis: Icha Gilang Permata

Index