Urupedia – Tahlilan dalam kalangan Nahdliyyin merupakan hal yang biasa dilakukan dan biasanya rutin diadakan pada setiap minggunya. Tak jarang, orang yang memimpin tahlil tersebut mengikutkan nama keluarganya saat tawasul. Kemudian yang menjadi pertanyaan, apakah ini diperbolehkan?
Berikut ini hasil keputusan Bahtsul Masa’il Kubro Xix se-Jawa Madura Pondok Pesantren Al Falah Ploso Mojo Kediri, pada tanggal 02-03 Jumadil Akhirah 1438 H atau 01 – 02 Maret 2017 M tentang tawasul tanpa ijin.
Tahlilan merupakan adat yang sudah melekat erat di masyarakat terutama kalangan pesantren. Hal ini biasa dilakukan rutin setiap malam Jumat, namun pada hari-hari tertentu tak jarang pula tahlilan diadakan untuk mengirim doa, dengan diawali tawassul kepada keluarga sohibul hajat yang namanya ditulis dan disetorkan kepada pak kiai.
Biasanya pada acara tahlilan disuguhkan makanan, minuman dan juga berkat untuk dibawa pulang. Beberapa praktek tahlilan yang berkembang di masyarakat biasanya berbeda-beda, diantaranya:
- Seorang kiai diundang untuk berpidato dan memimpin doa,
- Kegiatan tahlilan sudah menjadi rutinitas setiap minggu dan kiai tersebut sudah biasa memimpin,
- Kiai yang biasa memimpin tahlil tidak hadir, secara spontanitas shohibul hajat menunjuk orang lain untuk memimpin tahlil.
Realita yang ada, saat tawassul banyak para kiai tanpa sepengetahuan orang lain menambahkan nama-nama keluarganya sendiri yang telah meninggal dengan suara lirih. “Mumpung ono ambeng karo jamaah akeh, tak elokne pisan,” gumam dihatinya.
Pertanyaan
Apakah dibenarkan tindakkan seorang kiai yang diam-diam menambahkan nama keluarganya seperti pada deskripsi?
Jawaban
Tidak dibenarkan kecuali apabila sudah menjadi kebiasaan yang diketahui umum.
Referensi
- Azzawajir Juz. 3 Hal. 143,
- Al Fatawi Al Kubro Juz. 4 Hal. 116,
- ‘Umdatu Al Mufti Juz. 1 Hal. 533-534,
- Majmu’ Juz. 9 Hal. 54.
Hadir sebagai musahih dalam pembahasan Komisi A jalsah tsaniah adalah KH. Nu’man Hakim, K. M. Sa’dulloh, dan K. Abdul Mannan.
Kemudian bertindak sebagai perumus dalam pembahasan Komisi A jalsah tsaniah adalah Agus H. Kanzul Fikri, Ust. Moh. Anas, Ust. Miftahul Khoiri, Ust. Bisri Musthofa, Ust. Dinul Qoyyim, dan Ust. Faidi Lukman Hakim.