Urupedia – Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan mengenai alasan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi pertalite, solar, Selasa (30/08) kemarin.
Sri Mulyani menyampaikan bahwa APBN Tahun ini menjadi shock absorber telah bekerja keras. Dimana hal ini berdampak pada subsidi dan kompensasi energi sesuai Peraturan Presiden Nomor 98 Tahun 2022.
Tidak hanya itu, di tahun ini jumlah dana meningkat tiga kali lipat dari APBN awal Rp152,5 triliun kemudian menjadi Rp502,4 triliun.
Kenaikan jumlah subsidi dan kompensasi pada tahun ini sangat besar, dimana tahun 2019 jumlahnya Rp144,4 triliun, tahun 2020 jumlahnya Rp199,9 triliun dan tahun 2021 jumlahnya Rp188,3 triliun.
“Jadi kalau tahun ini subsidi kompensasi adalah Rp502,4 triliun, bahkan kemungkinan akan melonjak di atas Rp690 triliun. Ini adalah kenaikan yang sungguh sangat dramatis,” ungkap Menkeu pada Rapat Kerja Badan Anggaran DPR dengan Pemerintah di Jakarta, dilansir dari laman Kemenkeu.
Sri Mulyani mengatakan, subsidi dan kompensasi yang meningkat lebih tiga kali lipat bertujuan untuk menahan supaya daya beli masyarakat terjaga. Dan seiring dengan pemulihan aktivitas ekonomi serta naiknya mobilitas, harga minyak mentah dan ICP masih di posisi tren meningkat.
“Badan Anggaran telah memberikan persetujuan Rp502,4 triliun. Jadi potensi Rp195,6 triliun akan ditagihkan tahun depan. Ini yang akan mempersempit ruangan tahun anggaran 2023,” ujar Menkeu.
Lebih lanjut, Menkeu mengungkapkan bahwa yang menikmati lebih banyak subsidi dan kompensasi energi saat ini adalah masyarakat yang mampu. Hanya 5% subsidi solar dan 20% subsidi pertalite yang dinikmati yang berhak.
“Oleh karena itu, Bapak Presiden kemarin menetapkan untuk kita mulai melakukan pengalihan subsidi yang begitu besar sebagian untuk langsung diberikan kepada kelompok yang tidak mampu. Karena sungguh kalau ratusan triliun rupiah hanya 5% dinikmati kelompok tidak mampu dan 20% dinikmati oleh kelompok tidak mampu, maka dampaknya adalah kesenjangan yang makin besar,” tandas Menkeu.