Opini

NU Dan Indonesia : Nahnu Ashabul Haq

×

NU Dan Indonesia : Nahnu Ashabul Haq

Sebarkan artikel ini
NU Dan Indonesia : Nahnu Ashabul Haq

Hubungan Agama dan negara ini ada tiga pandangan, Pertama : antara agama dan negara menyatu, ini seperti yang di cita-citakan seperti HTI, Syiah, Salafi, JAD, dll. Kedua : antara negara dan agama terikat dan membutuhkan, ini seperti yang dilakukan oleh NU, Ketiga : antara negara dan agama berpisah, ini seperti kaum-kaum barat. Nha, untuk Indonesia ini cenderung atau ikut yang pandangan kedua.

Indonesia negara tercinta ini unik, karena mengawinkan antara agama dan ke islaman/agama menjadi satu kesatuan yang menarik, makanya para pendahulu kita memberikan sebuah jargon “HUBBUL WATHON MINAL IMAN”, Cinta terhadap tanah air Indonesia bukan semata cinta biasa, tetapi cinta yang dilandasi dengan agama. Bahkan, Fatwa Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945 bahwa membela Tanah Air merupakan kewajiban agama, ini dinyatakan dengan tegas.

Tapi tidak bisa di pungkiri bahwa banyak pihak yang menginkan Indonesia ini menjadi negara yang berlandaskan Islam/khalifah islam. Ini tidak bisa, karena Indonesia didirikan atas pondasi kebhinekaan atau keragaman bangsa yang terbentang dari ujung timur sampai ujung barat Indonesia. Makanya NU adalah penjaga dan benteng dari aliran/kaum/para bebek perusuh negara.

Padahal Indonesia yang berlandaskan pancasila ini sudah sesuai dengan syariat islam, dan Pancasila ini sudah di tirakati KH Hasyim Asy’ari, yang otomatis mendapatkan ridho dari beliau dan para kiai yang tidak di ragukan ke ilmuanya, bukan para ustad baru yang keilmuanya mungkin masih belum seberapa, yang berani mengkafirkan Pancasila, padahal untuk menjadi seorang tokoh agama/kiai/ustad itu harus menguasai bidang ilmu yang yang tidak sedikit dan sulit di fahami.

Hanya di negara kita Indonesia saja yang berhasil/bisa memadukan antara negara dan agama, makanya hal-hal yang ada di timur tengah tidak bisa di terapkan di Indonesia, yaitu khilafah yang di idolakan HTI,  karena bagi HTI yang menginginkan negara islam menganggap bahwa negara indonesia yang menggunakan sistem demokrasi ini merupakan sistem barat dan harus di lawan. disini sudah terjadi konsleting pikiran, karena mereka kurang faham dengan sejarah.

NU sendiri juga pelopor dari dasar negara Indonesia, NU juga ikut merumuskan pembukaan dasar 1945, NU dan para kiai turun gunung mempelopori dalam menerima Pancasila dalam Muktamar 1984. NU juga ikut berjuang dalam rangka ikhtiar mendirikan Departemen Agama pada 1946. NU pun juga menjadi pelopor terbitnya Undang-Undang Perkawinan pada 1973-1974 dan Juga dalam terbitnya Undang-Undang Peradilan Agama pada 1989 serta sejumlah Undang-Undang yang mengakomodasi syariat Islam.

Makanya NU yang menjadi benteng terakhir negara Indonesia ini memiliki sebuah konsep yaitu “Nahnu ashabul haq fiddini was siyasi” yang artinya kitalah (NU) pemegang kebenaran dalam beragama dan bersiyasah. Dilihat dari segi akidah kita mengikuti Imam Abu Hasan al-Asy’ari dan Imam Abu Mansyur al-Maturidi. Dalam bidang fikih, NU mengakui mazhab empat (Imam Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hambali) dalam tasawuf, NU mengikuti Imam Al-Ghazali, Junaid Al-Baghdadi, dan imam-imam lain, NU dengan ahlussunnah wal jamaahnya adalah kelompok yang benar. Begitu juga dalam hal siyash (pandangan politik), NU sudah on the track, sudah benar yaitu berpolitik yang nasionalis-regius, bukan nasionalis sekuler dan bukan juga Islamis puritan bukan juga kapitalis.

Penulis : Munawir Muslih. M