Urupedia – KH. M. Anwar Manshur atau yang kerap disapa dengan panggilan Mbah War lahir di lingkungan Pondok Pesantren Lirboyo, Kota Kediri pada 1 Maret 1938. Beliau adalah putra dari pasangan KH. Manshur Jombang dengan Nyai Salamah (putri ketiga pendiri Pondok Pesantren Lirboyo KH. Abdul Karim).
KH. Muhammad Anwar Manshur merupakan Pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo Kota Kediri sekaligus menjabat sebagai Rais Syuriah PWNU (Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama) Jawa Timur masa khidmat 2018-2023.
Mbah Anwar menikah dengan Ibu Nyai Umi Kulsum (puteri KH. Mahrus Aly). Beliau dikaruniai 8 orang anak, 3 putera dan 5 puteri. Sepeninggal istri tercintanya itu lalu Kiai Anwar menikah dengan Ibu Nyai Husnah binti KH Ahyat.
Namun tak lama Nyai Husnah juga meninggal dunia. Kemudian Kiai Anwar menikah untuk ketiga kalinya dengan Ibu Nyai Mahfudzotin dari pesantren Peterongan, Jombang. Dari pernikahan dengan istri ke-2 dan ke-3, Kiai Anwar belum dikaruniai anak lagi.
Kisah KH. M. Anwar Manshur setelah menikah di usianya yang ke 24, memulai bekerja dengan menjual singkong ke Jakarta. Namun ketika kiriman singkong itu sampai ke Jakarta dalam keadaan busuk, akhirnya beliau mengalami kerugian.
Kemudian beliau dipanggil ayahandanya untuk kembali ke pesantren. Dengan kasih, sang ayah menasehati Kiai Anwar, “Wes toh War ngajio ae. Sampean nyambut gawe gak ngaji blas, ngajio wae.” (Sudahlah War, mengaji saja, kamu bekerja keras tidak mengaji sama sekali, mengaji sajalah). tutur beliau kepada putranya.
Kemudian Kiai Anwar menuruti dawuh ayahandanya dan kembali mengaji sambil membuka toko kecil-kecilan yang dibuatkan oleh mertua beliau KH. Mahrus Aly di depan ndalem beliau (Kiai Anwar).
Keteladanan KH. Anwar Manshur
Kalimat nasehat yang sering diuntaikan kiai Anwar kepada santri-santri adalah mengaji. “Bagaimanapun keadaan di rumah, seorang santri harus mengaji. Bekerja hanyalah sebagai perantara.”
Kiai Anwar sangat perhatian dan sabar kepada para santriwan maupun santriwati. Sering kali Kiai Anwar menasihati para santrinya untuk rajin belajar dan tekun beribadah, senantiasa menyucikan hati dan fikiran agar ilmu yang sedang dipelajari mudah diterima.
Dalam mendidik para santrinya, Kiai Anwar lebih menekankan akhlak. “Santri itu harus mempunyai akhlak yang baik, terpuji dan berbudi luhur karena itu cerminan santri sejati. Dan seorang santri pun harus bisa membaca Al-Quran. Karena sekarang ini masih banyak santri lulusan pesantren yang belum bisa membaca Al-Quran.”
Selain dari pada itu, dasar akidah yang kuat pun juga ditanamkan beliau kepada para santrinya guna sebagai benteng diri dari berbagai macam faham-faham Islam yang menyimpang. Hubungan Kiai Anwar dengan masyarakat pun juga terjalin baik.
Tak jarang beliau menghadiri acara ketika diundang oleh tetangga atau masyarakat sekitar. Karena selain pengasuh pondok pesantren beliau juga sebagai tokoh masyarakat yang kharismatik juga menjadi sosok teladan bagi mereka.
Kiai Anwar merupakan sosok kiai sepuh yang amanah dalam menjalankan pendidikan di Pondok Pesantren Lirboyo. Metode pendidikan salaf (tradisional) terus beliau perjuangkan, serta mengembangkan pesantrennya agar terus bisa bertahan. Selain itu, Kiai Anwar juga gemar bersilaturrahmi, karena meniru kebiasaan baik yang sering dilakukan oleh Kiai Marzuqi Dahlan dan Kiai Mahrus Aly.
Seorang guru menjadi pusat perhatian bagi muridnya. Maka hendaklah seorang guru memberi contoh atau teladan yang baik, serta memberikan perhatian kepada murid.
Editor: Munawir