Urupedia – Umat Islam tidak jarang mendengar yang namanya sedekah, kata ini sudah sangat familiar di telinga umat muslim. Sedekah melambangkan luasnya kebaikan hati umat Islam dalam memanfaatkan rezeki yang Allah berikan kepadanya. Karena mereka tidak lupa akan sunahnya berbagi kebaikan dan kebahagiaan kepada sesama dan yang membutuhkan.
Sedekah juga dapat memperekat jalinan hubungan antara manusia dengan berbekal rasa kasih sayang, persaudaraan dan rasa empati. Sedekah sama halnya amalan atau perbuatan memberi, yaitu memberi sumber kebahagiaan kepada orang sekitar.
Amalan ini dicintai oleh Allah Swt. Dapat dibuktikan dengan adanya ayat-ayat Al-Quran yang menyebutkan anjuran sedekah, salah satunya ialah di dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 271 berikut bunyinya:
“Jika kamu menampakkan sedekah (mu), maka itu adalah baik sekali. Dan jika kamu menyembunyikannya dan kamu berikan kepada orang-orang fakir, maka menyembunyikan itu lebih baik bagimu. Dan Allah akan menghapuskan dari kamu sebagian kesalahan-kesalahanmu, dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Mengutip dari channel Youtube @CakNun.com, Cak Nun memaknai sedekah sebagai sesuatu yang mempersyaratkan satu kesungguhan hati manusia dan manusia dan merupakan kecenderungan hati manusia yang nomor satu ialah berbagi. Berbagi yang berarti memberikan sesuatu kepada yang lainnya.
Dia menjelaskan bahwa sedekah ada asosiasinya dengan kata lain, yaitu infak dan zakat yang nantinya akan diulas di bawah.
Dari kata sedekah bisa diketahui banyak idiom-idiom seperti soddaqallahul ‘adhim yang mempunyai arti “Maha benar Allah yang Maha Agung,” Shodaqta yang berarti “benar omongan kamu,” Ashotqu adalah salah satu makna yang kemudian menjadi sedekah. Maknanya menjadi berbagai macam kemungkinan peristiwa ketika kata-kata tersebut digunakan.
“Misalnya salah satu maknanya Asotqu adalah sesuatu yang sesempurnanya sesuatu hal. Kalau hal itu sungguh-sungguh maka kesempurnaan dalam kesungguhan itu namanya Sidqun,” kata Cak Nun.
Beliau mengasosiakan sedekah sebagai bukti bahwa manusia itu sungguh-sungguh sebagai manusia, adapun manusia tidak bersedekah maka ia tidak terlalu serius menjadi manusia.
Jika bicara sedekah, tidak asing juga dengan infak. Ada sedekah ada infak ada saling keterikatan. Cak nun menyatakan bahwa kata bersedekah tidak tepat kalau dalam bahasa Indonesia.
“Sedekah diinfakkan sebenarnya. Sedekah itu bahannya, memberi itu infaq. Sedekah itu yang diberikan kesungguhan, kemurahan hati, toleransi, rasa berbagi yang kemudian diinfakkan,” jelasnya.
Kata infak, akar katanya bermacam-macam, ada nafaqun, nafiqun, ada nafuqun, tapi yang paling kuat maknanya adalah dia itu bolongan. Bolongan dengan segala asosiasinya, misalnya bumi punya air didalamnya, kemudian ditanah ada lubang yang kemudian menjadi mata air, menjadi sumber yang namanya nafa’. Jadi istilahnya, bukan sedekah sama dengan infak, tetapi sedekah yang diinfakkan. Jadi sedekah itu sesuatu yang mau diberikan, sedangkan infak itu peristiwa menyampaikannya.
Cak Nun juga menyinggung mengenai perbedaan antara sedekah dengan zakat. Zakat itu setiap umat Islam sudah menjalankan dan sudah menjadi kepunyaan di masing-masing individu. Kemudian dari sekian persen, kita sampaikan kepada orang lain. Kalau sedekah tidak, sedekah yang diinfakkan tidak seperti itu. Dasarnya bukan kita punya tetapi dasarnya adalah orang butuh.
“Pokoknya orang butuh, tidak peduli punya atau tidak, bisa atau tidak. Tetapi kamu harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan itu. Misalnya, mengupayakan sesuatu supaya terpenuhi seperti meminjamkan uang. Kalau zakat itu punya dulu, baru dipersentasi kecil dikasih orang. Kalau sedekah itu tidak, berangkatnya dari orang butuh”, kata beliau menjelaskan antara zakat dan sedekah.
Contoh kecil, bisa saja orang miskin sedekah kepada orang kaya dan banyak orang buruh sedekah kepada perusahaannya dalam artian dia mengeluarkan tenaga, pikiran, dan waktu yang mana manfaatnya lebih besar untuk perusahaan. Jadi sedekah itu adalah produk dari kesungguhan hidup seorang manusia kepada sesuatu di luarnya atau kepada orang lain dan kepada sesama makhluk hidup.
Editor: Munawir