Urupedia – KH. Abdul Chalim Leuwimunding merupakan salah seorang pendiri Nahdatul Ulama (NU), asal Kecamatan Leuwimunding, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat yang pada hari Sabtu, (29/4/2023) kemarin namanya diusulkan untuk menjadi pahlawan nasional dalam seminar nasional pengusulan gelar pahlawan nasional KH. Abdul Chalim Leuwimunding di Islamic Center.
Perlu diketahui bahwa KH. Abdul Chalim Leuwimunding memiliki jasa besar dalam menanamkan cinta tanah air dan mendidik pemuda untuk memiliki jiwa patriotisme melalui pendidikan formal Taswirul Afkar dan Nahdlatul Wathan di Surabaya.
Beliau juga memiliki jasa yang sangat besar dalam merebut kemerdekaan, awal kemerdekaan maupun saat mengisi kemerdekaan Republik Indonesia (RI) mealalui pemikiran, pergerakan, perjuangan keagamaan, kebangsaan, pendidikan, sosial, politik dan ekonomi saat itu.
Selain itu KH Abdul Chalim Leuwimunding juga menggagas Nahdlatul Wathan (kebangkitan bangsa) yang menjadi cikal bakal tonggak sejarah patriotisme cinta tanah air khususnya bagi anak muda. Sehingga pengusulan KH Abdul Chalim Leuwimunding sebagai Pahlawan Nasional didasarkan pada aksi nyata yang dilakukan KH Abdul Chalim Leuwimunding – Majalengka Jawa Barat untuk Indonesia.
Dilansir dari laman resmi Kominfo Jatim, Gubernur Jawa Timur (Jatim) Khofifah Indar Parawansa memberikan dukungan terhadap pengusulan KH. Abdul Chalim Leuwimunding, Hal ini ia sampaikan pada saat membuka seminar nasional pengusulan gelar pahlawan nasional KH. Abdul Chalim Leuwimunding yang digelar di Islamic Center.
Khofifah mengungkapkan bahwa siapa saja yang akan mengusulkan warga negara untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional hanya diberikan kepada mereka yang sudah wafat. Sebab, salah satu syarat untuk menjadi keputusan dewan gelar adalah bahwa di dalam masa hidupnya penuh dengan perjuangan dedikasi kepada bangsa dan negara tanpa cacat.
“Karena tanpa cacat hanya bisa diketahui kalau sudah wafat tapi kalau kita ingin menjaga kesholehan tidak berarti bahwa karena kita berharap jadi pahlawan, maka dijaga terus, tidak demikian, tapi karena memang kita ingin semuanya menjadi penghuni surganya Allah,” jelasnya.
Menurutnya, KH Abdul Chalim Leuwimunding layak dicalonkan sebagai pahlawan nasional karena melalui gerakan pemikiran yang tidak hanya di bidang agama, melainkan juga dari sisi pendidikan sosial , ekonomi dan politik. Semua itu dilakukan untuk menanamkan jiwa patriotisme cinta tanah air melalui lembaga pendidikan bernama taswirul afkar atau kebangkitan pemikiran.
Lebih lanjut, dijelaskan Gubernur Khofifah siapa saja yang akan mengusulkan warga negara untuk mendapatkan gelar pahlawan nasional hanya diberikan kepada mereka yang sudah wafat. Sebab, salah satu syarat untuk menjadi keputusan dewan gelar adalah bahwa di dalam masa hidupnya penuh dengan perjuangan dedikasi kepada bangsa dan negara tanpa cacat.
“Karena tanpa cacat hanya bisa diketahui kalau sudah wafat tapi kalau kita ingin menjaga kesalehan tidak berarti bahwa karena kita berharap jadi pahlawan, maka dijaga terus, tidak demikian, tapi karena memang kita ingin semuanya menjadi penghuni surganya Allah,” jelasnya.
Menurutnya, KH Abdul Chalim Leuwimunding layak dicalonkan sebagai pahlawan nasional karena melalui gerakan pemikiran yang tidak hanya di bidang agama, melainkan juga dari sisi pendidikan sosial , ekonomi dan politik. Semua itu dilakukan untuk menanamkan jiwa patriotisme cinta tanah air melalui lembaga pendidikan bernama taswirul afkar atau kebangkitan pemikiran.
“Beliau melihat bahwa akar anak muda harus terbangun nasionalismenya. Pikiran ini digagas oleh Kyai Wahab Hasbullah tapi implementasinya adalah KH Abdul Chalim. Setelah ditanam ide itu seorang KH Abdul Chalim berpikir bahwa cinta tanah air juga sebagian dari iman. Itu bisa diketahui dari syair syair yang dibuat dalam bahasa Arab di awal tahun 1900-an,” jelasnya.
Tidak hanya itu, Gubernur Khofifah mengatakan, bahwa KH Abdul Chalim Leuwimunding juga turut berperan bagi bangsa Indonesia dengan mengimplementasikan lembaga pendidikan bernama Nahdatul Wathan atau kebangkitan bangsa. Meskipun, kata dia, populernya lembaga tersebut di Nusa Tenggara Barat (NTB), namun sebenarnya pelembagaan itu sudah ada di Kota Surabaya. Maka inilah urgensinya kenapa ada seminar di Surabaya sementara pengusulannya oleh Pemkab Majalengka-Jawa Barat.