Opini

Budaya Patriarki Pada Perempuan Jawa

×

Budaya Patriarki Pada Perempuan Jawa

Sebarkan artikel ini
Budaya Patriarki Pada Perempuan Jawa
Perempuan Jawa – Pixabay – Endho

Urupedia – Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan tradisi yang beraneka ragam. Salah satu budaya yang masih banyak terdapat di masyarakat Indonesia, khususnya di daerah Jawa, adalah budaya patriarki. Budaya patriarki ini merupakan sistem sosial dan kebudayaan yang memberikan kekuasaan kepada pria sebagai pemimpin dan penguasa keluarga, sedangkan perempuan hanya di posisikan sebagai pendukung pria.

Budaya patriarki adalah sebuah sistem sosial yang memberikan kekuasaan dan kontrol kepada kaum laki-laki dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk dalam keluarga, masyarakat, dan politik. Di Indonesia,  termasuk di Jawa, budaya patriarki masih sangat kuat terjadi dan mempengaruhi kehidupan perempuan.

Budaya patriarki menjadi sebuah belenggu bagi perempuan Jawa, karena menghambat perkembangan dan pengakuan hak-hak perempuan. Dimana sistem nilai, norma, dan tindakan didominasi oleh laki-laki, dan Perempuan Jawa seringkali dipandang sebagai individu yang harus tunduk pada kehendak laki-laki dalam keluarga dan masyarakat, serta terikat oleh banyak aturan yang mengatur kehidupan mereka.

Perempuan Jawa juga sering dianggap sebagai milik keluarga dan suami mereka. Ini berarti bahwa mereka seringkali kehilangan kontrol atas kehidupan mereka sendiri dan harus menyesuaikan diri dengan keinginan dan harapan keluarga mereka. Hal ini ditunjukkan oleh tradisi pernikahan, dimana perempuan Jawa sering diatur untuk menikah dengan pria yang dipilih oleh keluarga mereka. Kehidupan pernikahan mereka selanjutnya dipengaruhi oleh peraturan-peraturan keluarga yang mengharuskan mereka untuk menunjukkan kesetiaan dan ketaatan pada suami mereka.

Selain itu, dalam budaya patriarki, perempuan Jawa juga dianggap sebagai pengurus rumah tangga yang bertanggung jawab atas pekerjaan rumah tangga, memasak, dan merawat anak- anak. Sementara itu, kaum laki-laki sering dianggap sebagai tulang punggung keluarga yang bertanggung jawab atas penghasilan keluarga. Hal ini menyebabkan perempuan Jawa seringkali diabaikan dalam hal pengambilan keputusan penting dan tidak memiliki akses yang sama pada kesempatan ekonomi dan pendidikan.

Kondisi ini menghasilkan dampak yang merugikan bagi perempuan Jawa. Perempuan seringkali mengalami tekanan sosial untuk menikah dan memiliki anak, yang menghasilkan kurangnya kesempatan bagi mereka untuk mengejar karir dan pendidikan yang lebih tinggi. Perempuan Jawa juga seringkali mengalami diskriminasi dalam pengambilan keputusan dan akses ke sumber daya ekonomi dan pendidikan yang sama dengan kaum laki-laki.

Akibatnya, banyak perempuan Jawa yang kehilangan kesempatan untuk mengembangkan potensi dan karir mereka di bidang yang lebih luas. Mereka juga tidak memiliki kesempatan yang  sama dalam  pendidikan dan pekerjaan, sehingga ketergantungan mereka pada pria semakin besar. Budaya patriarki juga memberikan tekanan pada perempuan untuk menikah dan memiliki anak secepat mungkin, sehingga mereka tidak dapat mengejar impiannya dan menjadi mandiri.

Selain itu, budaya patriarki juga membatasi kebebasan perempuan dalam mengambil keputusan dalam hidup mereka sendiri. Perempuan di Jawa seringkali harus mematuhi aturan- aturan yang ditetapkan oleh laki-laki dalam keluarga atau masyarakat. Mereka tidak diizinkan untuk memilih pasangan hidup, karir, atau bahkan hobi mereka sendiri.

Kesimpulannya, budaya patriarki telah menjadi belenggu bagi perempuan Jawa. Budaya ini membatasi ruang gerak, hak-hak, dan kebebasan perempuan dalam hidup mereka sendiri. Namun, perempuan Jawa tidak tinggal diam dan terus berjuang untuk memperjuangkan hak- hak mereka dengan melawan sistem patriarki yang ada.

Dalam mengatasi belenggu budaya patriarki, perempuan jawa perlu mengambil inisiatif untuk memperjuangkan hak-hak mereka. Pendidikan dan kesadaran diri akan pentingnya kesetaraan gender juga perlu ditingkatkan. Melalui pendidikan dan peningkatan kesadaran diri, perempuan Jawa dapat memperoleh kepercayaan diri dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mengatasi tekanan dan stigma sosial yang terkait dengan gender.

Perubahan sosial sangatlah penting untuk membebaskan perempuan Jawa dari budaya patriarki yang membatasi kehidupan mereka. Perubahan ini dapat dilakukan melalui pendidikan dan pemberdayaan perempuan untuk memperkuat posisi mereka dalam keluarga dan masyarakat. Selain itu, upaya untuk mengubah norma dan nilai yang menguntungkan laki-laki dalam keluarga dan masyarakat juga dapat membantu membebaskan perempuan Jawa dari belenggu patriarki.

Pendidikan dan pemberdayaan perempuan dapat membantu meningkatkan kesadaran mereka tentang hak-hak mereka dan memberi mereka kemampuan untuk mengambil keputusan yang lebih mandiri dalam kehidupan mereka.

Penulis:

David Yogi Prastiawan, lahir di Tulungagung, pada 30 Maret 2003, saat ini sedang menempuh
studi strata satu, semester dua di Universitas Islam Negeri Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung, Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan, dengan Program Studi Tadris Bahasa
Indonesia.