Berita

Aliansi BEM Pasuruan Raya Sindir Pemkab dengan Istilah Romawi Panem et Circenses

×

Aliansi BEM Pasuruan Raya Sindir Pemkab dengan Istilah Romawi Panem et Circenses

Sebarkan artikel ini
DIALOG PUBLIK BERSAMA BEM PAS

PASURUAN – Suasana di Auditorium Mpu Sindok, Sabtu (18/10/2025), terasa tegang namun intelektual. Dialog publik yang digelar Aliansi BEM Pasuruan Raya itu menjadi panggung pertarungan ide antara mahasiswa dan pimpinan daerah.

Mengusung tema “Menjala Asa di Balik Panggung Gemerlap Hari Jadi ke-1096 Kabupaten Pasuruan”, forum ini tak sekadar seremonial—ia berubah menjadi ruang kritik yang tajam namun argumentatif.

Sorotan utama datang dari M. Ubaidillah Abdi, Koordinator Aliansi BEM Pasuruan Raya. Dalam sambutannya, ia melontarkan sindiran yang elegan namun menggigit, dengan mengutip konsep klasik dari Romawi Kuno: “Panem et Circenses.”

“Sejarah mengajarkan kita banyak hal. Salah satunya, dari Romawi, kita mengenal istilah Panem et Circenses—roti dan sirkus,” ujarnya membuka kritik.

Ubaidillah menjelaskan, istilah itu merujuk pada strategi penguasa Romawi untuk menjaga stabilitas publik: rakyat dibuat kenyang dan terhibur, agar tak sempat mempersoalkan kebijakan yang lebih mendasar.
“Seringkali, hiburan yang meriah membuat masyarakat lupa pada hal-hal yang lebih substansial,” tegasnya.

Ia menilai, perayaan besar Hari Jadi Kabupaten Pasuruan memang semarak, tetapi perlu diimbangi dengan refleksi atas kondisi nyata masyarakat. “Kami hadir bukan untuk menolak kegembiraan,” ujarnya, “tetapi untuk mengingatkan agar pesta tak mengaburkan kenyataan.”

Menurutnya, BEM Pasuruan Raya ingin menegaskan perannya sebagai mitra kritis pemerintah daerah—bukan lawan, melainkan pengingat agar kebijakan publik tetap berpihak pada kebutuhan dasar warga.
“Jangan sampai panggung hiburan yang megah membuat kita lupa bahwa kesejahteraan sejati adalah ketika jalanan mulus, lapangan kerja terbuka, pendidikan dan layanan kesehatan merata,” lanjutnya, disambut tepuk tangan peserta dialog.

Meski kritiknya tajam, Ubaidillah tetap menjaga nada diplomatis. Ia mengakui bahwa niat pemerintah daerah tentu baik—ingin membahagiakan warganya. “Namun, justru karena itulah, penting bagi kami untuk terus mengingatkan agar niat baik itu tidak terjebak dalam simbol-simbol kemeriahan,” ujarnya menutup pandangan.

Bupati Mengatakan “Bukan Boros, Tapi Dorong Ekonomi Rakyat”

Kritik mahasiswa itu segera direspons langsung oleh Bupati Pasuruan, H. M. Rusdi Sutejo, yang hadir sebagai narasumber utama. Dengan tenang, ia membantah anggapan bahwa kemeriahan Hari Jadi merupakan bentuk pemborosan.

“Justru sebaliknya,” kata Bupati Rusdi, “kegiatan seperti konser, festival, dan panggung hiburan itu menggerakkan ekonomi rakyat.”

Ia menjelaskan bahwa selama perayaan, banyak UMKM, pedagang asongan, hingga pelaku seni lokal yang merasakan dampak ekonomi secara langsung. “Mereka dapat rezeki, dan itu bentuk nyata dari ekonomi berputar,” ujarnya.

Bupati juga menegaskan bahwa hiburan publik tidak bertentangan dengan pembangunan substansial. Menurutnya, kebahagiaan masyarakat juga bagian dari kesejahteraan. “Kalau masyarakat senang dan ekonominya hidup, itu juga kemajuan,” tambahnya.

Dialog publik tersebut akhirnya berjalan produktif. Kritik mahasiswa dan pembelaan pemerintah daerah saling melengkapi, menghadirkan diskusi yang tidak berhenti pada retorika.
Aliansi BEM Pasuruan Raya berhasil menunjukkan wajah intelektual mahasiswa yang berani, sementara Pemkab Pasuruan menegaskan komitmennya menjaga keseimbangan antara pesta rakyat dan pembangunan nyata.

Forum itu berakhir bukan dengan ketegangan, melainkan dengan harapan: bahwa antara kritik dan kebijakan, selalu ada ruang dialog yang sehat demi kemajuan Kabupaten Pasuruan.

Advertisements