Berita

Polemik Kereta Cepat Whoosh, Akselerasi Transportasi, Perlambatan Fiskal

×

Polemik Kereta Cepat Whoosh, Akselerasi Transportasi, Perlambatan Fiskal

Sebarkan artikel ini
Sumber: https://www.digivestasi.com/news/detail/bisnis_ekonomi/perjalanan-kereta-cepat-whoosh-dari-penolakan-jonan-hingga-masalah-utang

Proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung, atau yang lebih dikenal dengan nama Whoosh, telah menjadi simbol kemajuan infrastruktur Indonesia di era modern.

Di balik kecepatan keretanya yang menembus 350 km/jam, terdapat dinamika kebijakan dan risiko fiskal yang berjalan tak kalah cepat.

Sejak diresmikan pada Oktober 2023, Whoosh membawa kebanggaan baru bagi Indonesia sebagai negara pertama di Asia Tenggara yang memiliki moda transportasi berkecepatan tinggi.

Namun, di tengah sorak-sorai keberhasilan itu, tersimpan beban finansial yang kini mulai menghantui ruang kebijakan pemerintah.

Awalnya, proyek ini dirancang menggunakan skema business to business (B2B) tanpa melibatkan dana negara. Namun, seiring pembengkakan biaya dari perkiraan awal USD 6,07 miliar menjadi lebih dari USD 7,2 miliar, keterlibatan pemerintah menjadi tak terhindarkan.

Penyertaan modal negara dan penjaminan utang melalui BUMN telah mengubah proyek yang semula diklaim “murni bisnis” menjadi proyek dengan risiko fiskal yang signifikan.

Pada Oktober 2025, perhatian publik kembali tertuju pada proyek ini setelah pemerintah Indonesia melalui Danantara berencana terbang ke Tiongkok untuk melakukan negosiasi restrukturisasi utang.

Tujuannya, mencari jalan keluar atas beban pinjaman yang jatuh tempo dan suku bunga yang dinilai terlalu tinggi.

Pemerintah Tiongkok merespons dengan hati-hati, menekankan pentingnya menilai manfaat sosial-ekonomi proyek ini secara menyeluruh, bukan hanya dari sisi neraca keuangan.

Kondisi tersebut menempatkan pemerintahan baru di bawah Presiden Prabowo Subianto pada persimpangan kebijakan penting.

Di satu sisi, proyek Whoosh merupakan tonggak strategis untuk meningkatkan konektivitas nasional dan menurunkan biaya logistik.

Namun, di sisi lain, beban fiskal dan risiko kontinjensi dari proyek ini dapat menjadi bom waktu bagi stabilitas anggaran negara.

Beberapa ekonom menilai, transparansi fiskal menjadi kunci utama.

Pemerintah perlu membuka data lengkap terkait struktur pinjaman, tenor, dan penjaminan agar publik dapat menilai risiko secara objektif.

Tanpa langkah tersebut, proyek ini bisa menyeret kepercayaan terhadap pengelolaan keuangan publik.

Selain itu, strategi keberlanjutan finansial juga harus diperkuat. Pendapatan operasional Whoosh saat ini belum menutup seluruh biaya operasional dan bunga pinjaman.

Karenanya, pengembangan potensi Transit Oriented Development (TOD), integrasi moda transportasi, serta diversifikasi sumber pendapatan non-tarif menjadi langkah strategis yang perlu segera dijalankan.

Ke depan, pemerintah juga harus belajar dari pengalaman ini sebelum melanjutkan rencana besar rute Jakarta–Surabaya.

Skema pembiayaan yang lebih hati-hati, transparan, dan berbasis manfaat publik harus menjadi prioritas utama agar proyek transportasi cepat tidak menjadi beban fiskal jangka panjang.

Proyek Whoosh telah membuka babak baru dalam sejarah transportasi Indonesia—babak yang memperlihatkan ambisi besar untuk maju, sekaligus ujian berat bagi tata kelola keuangan negara.

Bila dikelola dengan cermat, Whoosh bisa menjadi ikon transformasi ekonomi.

Namun jika salah langkah, ia bisa berbalik menjadi simbol pembelajaran mahal tentang bagaimana mimpi besar seharusnya dibangun di atas fondasi fiskal yang kokoh.

Advertisements