Berita

PP. Nurus Sabil Putra Undang Tukang Kebun Sekolah Untuk Bahas Buku Dawuk Karya Mahfud Ikhwan

×

PP. Nurus Sabil Putra Undang Tukang Kebun Sekolah Untuk Bahas Buku Dawuk Karya Mahfud Ikhwan

Sebarkan artikel ini

TULUNGAGUNG- Urupedia.id– Suasana sastra menggema di Pondok Pesantren Nurus Sabil Putra, Tegal, Kepatian, Tulungagung, Jumat malam, 7 November 2025. Ternyata di Pondok Nurul Sabil tidak hanya membaca Kitab Kuning, sorogan, dan mengaji, tetapi juga ada kegiatan bahas buku (Baku).

Acara bertajuk BAKU (Bahas Buku) kali ini membahas tentang novel fenomenal Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu karya Mahfud Ikhwan, salah satu karya sastra kontemporer yang berhasil mengawinkan mitos desa, realitas sosial, dan tragedi kemanusiaan dengan gaya tutur khas Jawa Timur.

Diskusi ini menghadirkan sosok unik sebagai pembedah utama, yakni Alfin, sosok tukang kebun di salah satu sekolah Negeri Tulungagung.

Selain itu, di masanya Alfin adalah salah satu Mahasiswa aktif di berbagai organisasi, seperti Gusdurian, Sastra Jendra dan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia yang kini lebih memilih untuk menjadi seorang tukang kebun sebagai bentuk perenungannya dalam hal memandang kehidupan sosial dari bawah.

Di balik kesederhanaan profesinya, Alfin dikenal memiliki pemikiran tajam dalam membaca simbol dan makna sosial dibalik karya sastra.

Sementara itu, acara tersebut dipandu oleh Al Fatih, jurnalis muda dari Urupedia, yang telah menjaga ritme diskusi tetap hidup dan bernas.

Pertama-tama acara dibuka dengan sambutan pengasuh Pondok Nurul Sabil Putra, yakni Gus Aziz yang menjelaskan tujuan diadakan diskusi bahas buku (Baku) sebagai salah satu bentuk wadah untuk para santri supaya bisa berkembang dan maju secara wawasan dan pengetahuan serta peduli dengan literasi bangsa ini.

“Saya ucapkan terima kasih atas kehadiran kalian semuanya. Perlu diketahui bersama Kegiatan diskusi ini adalah bentuk wadah atau ruang untuk belajar untuk mengasah pengetahuan supaya Panjengan semua yang hadir ini ada rasa peduli membaca dan meningkatkan pengetahuan Panjenengan semua melalui bahan bacaan buku, yang nantinya akan dipimpin oleh mas Rijal dan dibahas oleh mas Alfin” jelasnya.

Di awal pembahasan, Alfin menyinggung soal pentingnya membaca sebuah karya sastra.

Ia juga mengutip perkataan Karlina Supelli bahwa pentingnya membaca sebuah sastra, karena di dalam sastra orang diajak bertemu dengan kisah tentang manusia, penderitaan, pilihan-pilihan hidup dan sastra mengajarkan orang berbicara dengan fasih.

“Sastra juga mengajarkan bagaimana manusia bisa memahami perasaan atau kondisi seseorang melalui cerita untuk menumbuhkan rasa empati dalam diri setiap manusia,” imbuhnya.

Kemudian, Alfin juga mengajak peserta untuk membayangkan wajah Mat Dawuk yang buruk rupa serta kehidupan yang dialami sang Tokoh.

“Bayangkan kalau teman-teman ini mempunyai wajah yang buruk rupa, hidung yang tidak karuan, bibirnya yang cuil. Coba bayangkan Mat Dawuk yang semacam itu! atau punya kawan semacam itu! Apakah mau berteman dengannya?” Ucapnya.

“Kondisi Mat Dawuk seperti itulah yang membuat ia dijauhi dalam masyarakat. Bahkan Bapaknya sendiri juga tidak mau menganggapnya sebagai anaknya. Sebab, kelahirannya telah membuat Istrinya meninggal,” jelasnya alfin.

Selain itu, Alfin si Tukang Kebun Sekolah juga menceritakan tokoh bernama Inayatun, seorang kembang desa yang mempunyai paras cantik serta menawan dan menjadi objek kekaguman banyak pria.

“Kemudian, ada tokoh bernama Inayatun yang kelak akan menjadi seorang istri dari Mat Dawuk si buruk rupa. Inayatun ini adalah salah satu tokoh perempuan yang punya paras cantik, body pulen, serta idaman banyak masyarakat di Desanya.

Namun, Inyatun ini mempunyai watak yang nakal sejak SD. Bahkan, ia sudah merasakan berbagai kelamin masyarakat di Desanya.

Sehingga watak yang nakal ini membuat Ayahnya gelisah, sampai-sampai masyarakat Desa Rumbuk Randu yang awalnya ingin punya anak kelak berparas cantik semacam Inayatun mulai tidak menginginkan, sebab tidak ingin anaknya kelak berperilaku sepertinya,” jelasnya.

Selanjutnya, Alfin juga menceritakan bagaimana kematian Inayatun yang mana menyebabkan Pak Imam (ayah Inayatun) dan warga Rumbuk Randu lainnya bersikeras ingin menghukum dan membunuh Mat Dawuk, tanpa mencari tahu kebenaran yang sesungguhnya.

Sehingga peristiwa di dalam novel Dawuk telah memperkuat stigma negatif dan diskriminasi sosial yang dialami Mat Dawuk di Rumbuk Randu.

“Pas waktu Mat Dawuk pulang, ia menemukan Inayatun tergeletak dengan perutnya yang bolong. Ia langsung membopong ke rumah sakit tanpa pikir panjang, namun usahanya tidak sempat menyelamatkan nyawa Inayatun. Mendengar kabar kematian Inayatun itu membuat geger warga, sehingga menjadi marah, terutama Ayahnya. Pas kejadian itu, Dawuk dipukuli dan diamuk masa oleh warga. Ia juga dituduh sebagai seorang membawa keburukan dan sial,” tandas Alfin.

Acara tersebut selesai pukul 22.00 WIB, di masjid PP Nurus Sabil Putra. Selain diskusi, peserta juga akan diajak berbagi pandangan tentang pentingnya literasi di lingkungan pesantren.

Dengan konsep santai namun berbobot, kegiatan ini juga diharapkan menjadi wadah inspiratif bagi para pecinta sastra dan pembaca muda di Tulungagung.

Reporter: Al Fatih Rijal

Editor: Krisna Wahyu Yanuar

Advertisements