Esai

Syahadah Eksistensial, Upaya Manusia Memahami Dirinya Sendiri

×

Syahadah Eksistensial, Upaya Manusia Memahami Dirinya Sendiri

Sebarkan artikel ini
Gemini-Ai

Urupedia.id- Kesaksian Hidup, dalam pandangan tauhid, adalah perjalanan kembali kepada Yang kesatuan hakiki. Artinya kehidupan manusia itu eksistensinya adalah menjadi Tanah. Simbol Tanah adalah yang pasti manusia tidak terlepas dari alam.

Semua gerak kita akan memahami pengetahuan, percakapan, penciptaan, dan keheningan sesungguhnya merupakan jalan kesaksian — syahadah — Untuk bersaksi keadaran kosmis (alam semesta) bahwa tiada sesuatu pun yang benar-benar hidup kecuali karena Dia.

Maka setiap upaya untuk “membaca, berdialog, menulis, dan berhening” bukan sekadar aktivitas intelektual, melainkan ibadah eksistensial, bagaimana cara manusia menyaksikan kehadiran Allah dalam dirinya dan semesta?

1. Membaca: Menyelami Tanda-Tanda Ketuhanan

“Bacalah,” demikian kalimat pertama yang turun kepada Nabi Muhammad ﷺ. Seruan ini bukan sekadar ajakan untuk memahami teks, melainkan perintah untuk membuka mata hati terhadap tanda-tanda (ayat) yang bertebaran di alam dan dalam diri.

Membaca adalah bentuk tauhid intelektual adalah menyelami relung- relung makna atas teks juga konteks. segala sesuatu dirangkai atas kolektivitas manusia akan memahami, menafsiri, melakukan, merobohkan, membuat akan suatu makna bacaanya.

Ketika seseorang membaca dengan kesadaran tauhid (Kesadaran akan kemanunggalan), ia tidak hanya mengumpulkan informasi, tetapi menyingkap keteraturan kosmis (Keteraturan dalam alam semesta) dalam realitas.

Ia belajar bahwa ilmu bukan milik ego, melainkan cahaya yang dipinjamkan. Dengan membaca, manusia belajar untuk melihat luas — bukan hanya dunia yang tampak, tetapi juga kehadiran Allah di balik segala fenomena.

2. Berdialog: Kesaksian dalam Pertemuan

Berdialog berarti keluar dari kesendirian pemikiran untuk bertemu dengan wajah yang lain.

Dalam setiap percakapan yang jujur, terdapat ruang kesaksian: aku mengakui keberadaanmu, dan dalam pengakuan itu, aku menyadari keberadaanku sendiri.

Dialog itu bertemunya beberapa pemahaman akan kesepakatan untuk pencarian bersama terhadap kebenaran.

Dalam tradisi Islam, dialog adalah bentuk mujadalah bil-lati hiya ahsan — perdebatan dengan cara yang terbaik.

Ia menuntut pemahaman orang lain, sebagaimana Nabi berdialog dengan penuh hikmah dan kelembutan.

Dengan berdialog, manusia belajar memahami dalam, karena ia menyadari bahwa kebenaran adalah upaya menemukan kesaksian yang sama, yang ditemukan melalui interaksi antarkesadaran.

3. Menulis: Pembuktian Diri sebagai Khalifah

Menulis adalah upaya mencipta sebagaimana Allah mencipta. Dalam tinta yang mengalir, tersimpan jejak ruh yang berusaha meneguhkan makna hidupnya.

Menulis bukan sekadar menata kata, tetapi menata batin. Menulis adalah upaya (create) Ia menjadi ruang untuk pembuktian, bahwa pemahaman itu harus diolah di dalam ruang.

Sejauh mana seseorang telah mengenal dirinya, sejauh itu pula ia mampu mengungkapkan kebenaran.

Dalam Al-Qur’an disebutkan: “Nun, demi pena dan apa yang mereka tulis” (QS. Al-Qalam [68]:1). Pena menjadi saksi peradaban manusia — bahwa ilmu dan iman selalu berjalan beriringan.

Melalui tulisan, manusia menghadirkan kesaksian batinnya ke dunia nyata. Maka menulis adalah bentuk ibadah kreatif, jalan untuk menghadirkan Allah dalam karya, dan menegaskan bahwa setiap ciptaan manusia sejati hanyalah refleksi dari ciptaan-Nya.

4. Hening: Ruang Kembali kepada Yang Esa

Setelah membaca, berdialog, dan menulis, manusia membutuhkan keheningan. Dalam hening, semua suara dunia mereda, dan yang tersisa hanyalah bisikan dari dalam diri — tempat ruh berdialog dengan Tuhannya.

Hening bukan pelarian, melainkan puncak perjalanan spiritual: titik di mana manusia berhenti mencari ke luar dan mulai menemukan di dalam.

Merangkai segala permasalahanya dalam titik terdalam ia melihat segalal sesuatu atas pemahamanya dan pengalaman.

Dalam tasawuf, keheningan (sukut) adalah maqam penting. Ia membuka ruang bagi muraqabah — kesadaran akan pengawasan Allah.

Di situ, manusia menemukan bahwa perjalanan hidup bukan tentang banyaknya langkah, tetapi tentang kedalaman makna setiap langkah dan atas tanggung jawab dia sebagai manusia.

Di keheningan itulah prinsip hidup dirangkum dalam kesadaran intuitif bahwa segala sesuatu berasal dari sesuatu yang kita tidak pahami, berjalan bersama-Nya, dan kembali kepada-Nya.

5. Menemukan Prinsip Hidup: Kesatuan Pengetahuan dan Pengabdian

Empat gerak spiritual ini — membaca, berdialog, menulis, dan hening — membentuk satu kesatuan dalam diri.

Ia bukan sekadar metode pengembangan diri (self growth), tetapi jalan menuju self knowing, yang berujung pada God knowing.

Dalam bahasa tauhid, mengenal diri berarti mengenal Tuhan: “Barang siapa mengenal dirinya, maka ia mengenal Tuhannya.”

Prinsip hidup yang tertangkap dari perjalanan ini sederhana namun mendalam:

  • Bacalah untuk mengenal ciptaan-Nya.
  • Berdialoglah untuk mengenal sesama makhluk-Nya.
  • Menulislah untuk mencipta bersama-Nya.
  • Heninglah untuk kembali kepada-Nya.

Di titik itu, self growth bukan lagi proyek psikologis, melainkan bentuk penghambaan.

Pertumbuhan diri sejati adalah pertumbuhan tauhid — kesadaran bahwa semua ilmu, percakapan, ciptaan, dan keheningan adalah kesaksian akan menghadirkan Allah dalam diri manusia.

Perjalanan manusia bukan sekadar pencarian makna, tetapi kesaksian yang terus diperbarui sampai menemuka dimensi ikhlas dari membaca menuju memahami, dari dialog menuju hikmah, dari menulis menuju penciptaan, dan dari hening menuju penemuan.

Di setiap tahap, manusia diuji untuk membuktikan bahwa dirinya bukan pusat kehidupan, melainkan rangkaian kekacuan- keteraturan kosmis.

Yang sudah sepantasnya Innalillahi Wainnailaihi Rojiun (Kembali kepada kesadaran dia, hanyalah debu kosmik yang mencoba menjadi Tuhan)

Maka kunci self growth dalam Islam bukanlah menjadi “lebih” dari orang lain, tetapi menjadi “lebih sadar” akan Allah.

Di situlah makna sejati dari bacalah, berdialoglah, menulislah, dan heninglah, empat gerbang inj menuju tauhid yang hidup — kesaksian yang tumbuh dalam diri, dan pembuktian yang terpahat dalam perjalanan spiritual manusia.

Advertisements