Urupedia – Ketua Tim Pengusul Yayasan Syaikhona Kholil, Dr. Muhaimin memaparkan bahwa Syaikhona Kholil Bangkalan merupakan tokoh pertama nasionalisme modern di Indonesia. Hal ini Muhaimin sampaikan atas dasar manuskrip yang telah ditemukannya.
Dia menjelaskan bahwa Syekhona Kholil Bangkalan merupakan estafet kepemimpinan nasionalisme pesantren. Syekh Kholil juga berguru langsung kepada Syekh Nawawi al-Bantani yang merupakan seorang Kiai besar asal Banten.
“Beliau (Syekh Nawawi al-Bantani) menggelorakan semangat perjuangan nasionalisme kepada kalangan santri. Kemudian pesantren beliau dibakar di Banten. Akhirnya beliau kembali ke Makkah, ke Hijaz pada saat itu, karena merasa di Banten bukan tempat yang aman baginya,” jelas Muhaimin, dilansir dari YouTube NU Chanel.
Dalam penjelasannya, Syekh Kholil Bangkalan berguru langsung kepada Syekh Nawawi al-Bantani. Dalam pencarian ilmu ke Syaikh Nawawi tersebut, Syekh Kholil juga berguru tentang kebangsaan dan semangat nasionalisme pada Syekh Nawawi al-Bantani.
“Kami menemukan manuskrip hubbul authon minal iman di salah satu kitab fikih yang di ajarkan Syekh Kholil pada santri-santrinya, yang bertahun 1891. Yang kemudian itu menjadi pemantik bagi santri-santrinya untuk melakukan perjuangan kultural ataupun perjuangan fisik pada penjajah Belanda pada saat itu,” tuturnya.
Muhaimin juga mengungkapkan bahwa Syekh Kholil Bangkalan merupakan tokoh pertama nasionalisme modern di Indonesia dengan didasarkan pada manuskripnya tahun 1891 tersebut.
“Saya berani berstatemen, bahwa nasionalisme modern Indonesia itu dimulai oleh Syekh Kholil, bertahun 1891 dengan ditemukannya manuskrip hubbul authon minal iman. Itu artinya, Nasionalisme modern itu tidak dimulai pada gerakan Budi Utomo 1908. Ulama dan santri itu sudah menginisiasi dan memulainya pada 1891,” lanjut Muhaimin.
Menurutnya, hal ini tidak ada dalam sejarah mainstream di Indonesia, apalagi pada zaman orde baru. Dimana pada zaman itu, orde baru tidak berpihak kepada ulama dan santri.
“Kita sebagai Generasi Nahdlatul Ulama, kita sebagai orang Islam, kita berkewajiban merekonstruksi sejarah, agar sejarah itu ada di realitas sebenarnya, dan agar sejarah itu di dudukan pada teks dan fakta sebenarnya,” ujarnya.
“Saya berani berdebat dengan para akademisi, ilmuan dan lain-lain terkait hal ini,” tegas Muhaimin.
Muhaimin juga menjelaskan bahwa penguatan nilai-nilai nasionalisme selalu digelorakan oleh Syekh Kholil Bangkalan dalam mimbar-mimbar pengajian. Maka tidak heran jika Syekh Kholil melahirkan banyak santri yang menjadi pejuang. Seperti KH. Hasyim Asy’ari, KH. Wahab Hasbullah, KH. As’ad Syamsul Arifin, dan masih banyak lagi.
Editor: Munawir