Urupedia – Presiden RI Joko Widodo ketika memimpin Rapat Terbatas (Ratas) yang membahas sejumlah isu terkait kebijakan kelapa sawit di Indonesia pada Selasa (27/02/2024). Dalam rapat ini, menekankan bahwa realisasi program penanaman kembali (replanting) kelapa sawit hanya mencapai 30 persen dari target yang telah ditetapkan sebesar 180 ribu hektare.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) Airlangga Hartarto, dalam keterangannya setelah rapat, menyatakan salah satu hambatan utama rendahnya realisasi ini adalah regulasi yang mempersulit proses replanting bagi petani kecil.
“Untuk replanting sawit, dilihat realisasi dari target 180 ribu hanya tercapai sekitar 30 persen. Salah satu yang menjadi kendala adalah kendala di regulasi. Oleh karena itu, tadi diminta agar mengkaji Peraturan Menteri Pertanian karena sawah kebun rakyat tidak bisa di-replanting karena diminta dua hal, satu, selain sertifikat diminta juga rekomendasi dari KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan),” ujar Airlangga dalam keterangan pers, dilansir dari YouTube Sekretariat Presiden.
Selain itu, dalam rapat juga diusulkan untuk meningkatkan dana replanting dari Rp. 30 juta menjadi Rp. 60 juta per hektare. Kenaikan ini diharapkan dapat membantu memenuhi kebutuhan hidup petani selama masa penanaman baru yang memerlukan waktu hingga empat tahun untuk berbuah. Dengan dana yang lebih besar, diharapkan petani dapat mengatasi kesulitan finansial selama menunggu tanaman baru berproduksi.
–
“Dari hasil kajian naskah akademik dan juga dari hasil komunikasi dengan para pekebun, itu untuk replanting mereka baru bisa berbuah di tahun keempat, di P4, sehingga kalau dananya Rp. 30 juta, itu hanya cukup untuk mereka hidup di tahun pertama, beli bibit dan hidup di tahun pertama,” ujarnya.
Terkait kelambatan penyelesaian masalah lahan, yang masih menjadi kendala bagi petani kecil, Airlangga menegaskan komitmen pemerintah untuk mempercepat penyelesaiannya, yang telah diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja namun belum sepenuhnya terealisasi.
“Jadi dilihat dari daftar yang sudah masuk, keluarannya masih sangat sedikit. Padahal ini sudah masuk di dalam Undang-undang Cipta Kerja dan sudah dikerjakan sejak tahun 2021. Oleh karena itu, perlu ada percepatan penyelesaian keterlanjuran lahan untuk pekebun rakyat, termasuk untuk pembagian wilayah TORA-nya juga harus didorong ke sana,” pangkasnya.