
Urupedia.id- Kita sering kali bangga menjadi bagian dari masyarakat yang lahir dan tumbuh di desa religius. Desa yang dikelilingi tokoh agama, lantunan ayat suci Al-Qur’an, sholawat nabi, serta aktivitas keislaman lainnya. Namun, di balik kebanggaan itu, kita kerap lupa bahwa kehidupan masyarakat kita masih jauh dari kata sejahtera. Masih banyak warga yang belum memperoleh pekerjaan layak, petani yang kurang mendapat perhatian, dan generasi muda yang terjebak dalam penyalahgunaan barang terlarang.
Inilah realitas kehidupan Desa Kebontelukdalam, sebuah desa religius di Pulau Bawean. Desa ini dikenal melahirkan banyak tokoh Islam, serta aktif dengan kegiatan sholawatan, tahlilan, dan pengajian. Siapa pun yang mengenal Kebontelukdalam pasti mengakui kekentalan budaya keislaman masyarakatnya, ditambah dengan bahasa yang halus dan tradisi yang penuh penghormatan.
Namun, religiusitas tidak serta merta menjamin kesejahteraan. Kesalehan ritual tidak akan bermakna apabila masyarakat masih abai terhadap ketimpangan sosial, kemiskinan, dan ketidakadilan. Apa arti sholawatan dan pengajian jika sebagian masyarakat masih kesulitan mencari makan, kebun dan sawah tidak terkelola dengan baik, jalan desa rusak, serta kelompok menengah ke bawah semakin terhimpit? Bukankah agama sejatinya mendorong kita untuk peka secara sosial, menegakkan keadilan, dan mengupayakan kesejahteraan bersama?
Karl Marx pernah menyebut agama sebagai “candu masyarakat.” Ungkapan ini seakan menemukan relevansinya ketika masyarakat hanya menjadikan agama sebagai penghibur di tengah penderitaan, bukan sebagai dorongan untuk memperjuangkan perubahan sosial. Bukan berarti agama harus ditinggalkan, melainkan nilai-nilai agama seharusnya diwujudkan dalam bentuk kepedulian sosial, keadilan, dan keberpihakan terhadap kaum lemah.
Jika masyarakat Kebontelukdalam ingin meraih kesejahteraan, cara berpikir kritis perlu dibangun. Kita tidak bisa selamanya berpasrah pada kepercayaan buta yang menganggap semua persoalan sosial adalah takdir. Realitas tidak akan berubah jika dunia hanya dipahami sebagai konsekuensi ilahi tanpa adanya upaya manusia untuk memperbaikinya.
Paulo Freire, seorang filsuf pendidikan, membagi cara pandang masyarakat dalam tiga paradigma: mistis, naif, dan kritis. Paradigma mistis merupakan cara berpikir tradisional yang bertumpu pada kepercayaan terhadap hal-hal gaib. Misalnya, ketika terjadi ketimpangan ekonomi di sebuah desa, keadaan tersebut dimaknai semata-mata sebagai takdir dari Tuhan. Sementara itu, paradigma naif adalah pola pikir yang sepenuhnya menitikberatkan persoalan pada individu. Contohnya, ketika masyarakat menengah ke bawah mengalami kemiskinan, mereka dianggap miskin karena malas bekerja atau tidak berusaha keras.
Kedua paradigma tersebut sebaiknya kita hindari. Sebab, ketimpangan ekonomi, kemiskinan, dan ketidaksejahteraan tidak bisa hanya dipandang sebagai kehendak Tuhan atau kesalahan individu. Dalam paradigma kritis, Paulo Freire menegaskan bahwa persoalan sosial sesungguhnya lahir dari sistem yang terstruktur, termasuk kebijakan dan tata kelola pemerintah. Oleh karena itu, masyarakat perlu memiliki sikap kritis terhadap setiap realitas sosial yang terjadi.
Masyarakat berhak mempertanyakan akar penyebab dari ketidaksejahteraan yang mereka alami serta menuntut pertanggungjawaban aparat pemerintah atas kondisi tersebut. Dengan cara pandang kritis inilah, masyarakat tidak lagi pasif menerima nasib, melainkan aktif memperjuangkan perubahan yang lebih adil dan sejahtera.
Masyarakat Kebontelukdalam perlu bergerak melampaui paradigma mistis dan naif. Sudah saatnya membangun kesadaran kolektif, memperkuat gotong royong, dan menumbuhkan nalar kritis demi masa depan yang lebih baik. Religiusitas tidak boleh berhenti pada ritual, tetapi harus menjadi fondasi bagi tanggung jawab moral dan sosial.
Kesadaran ini harus diemban bersama—oleh pemuda, orang tua, hingga aparat pemerintah desa. Sebab, hanya dengan sinergi inilah Kebontelukdalam bisa menjadi desa religius yang tidak hanya dikenal karena kesalehannya, tetapi juga karena kesejahteraannya.






