Esai

Hidup Bergerak, Pikiran Bertumbuh, Belajar Dialektika dari Jalan Pergerakan

×

Hidup Bergerak, Pikiran Bertumbuh, Belajar Dialektika dari Jalan Pergerakan

Sebarkan artikel ini
Gemini-Ai

Dialektika sebagai Cara Pandang terhadap Kehidupan

    Dialektika bukan sekadar istilah filsafat yang abstrak; ia merupakan cara berpikir yang menuntun manusia memahami bahwa realitas tidak pernah statis.

    Dunia senantiasa berada dalam keadaan bergerak dan berubah. Setiap fenomena sosial, politik, maupun personal mengandung kontradiksi yang melahirkan perkembangan baru.

    Dengan demikian, hidup bukanlah titik akhir yang berhenti pada satu kesimpulan, melainkan proses dinamis yang terus mencari keseimbangan baru di antara pertentangan.

    Cara berpikir dialektis menolak pandangan hitam-putih. Ia menyadarkan manusia bahwa kebenaran tidak bersifat tunggal, melainkan terbentuk melalui proses benturan ide dan pengalaman.

    Dalam konteks inilah, dialektika menjadi jantung dari setiap bentuk refleksi dan pergerakan intelektual.

    Struktur Dialektika, Dari Tesis Menuju Sintesis

    Hegel, yang banyak dianggap sebagai perumus sistem dialektika modern, menjelaskan bahwa perkembangan ide berlangsung melalui tiga tahap utama: tesis, antitesis, dan sintesis.

    Tesis merupakan keadaan awal atau pandangan yang telah mapan.

    Antitesis hadir sebagai tantangan terhadap tesis, menimbulkan ketegangan dan krisis.

    Sintesis kemudian muncul sebagai hasil dari pertemuan dua kutub yang berlawanan itu—bukan sekadar kompromi, melainkan bentuk pemahaman baru yang lebih matang dan kompleks.

    Dalam konteks kehidupan sehari-hari, dialektika ini tidak bersifat teoritis semata. Misalnya, kegagalan (antitesis) yang dialami seseorang bukanlah akhir dari proses, tetapi momentum untuk menciptakan pemahaman baru tentang dirinya (sintesis).

    Pertentangan dan kesulitan menjadi bagian inheren dari kemajuan; tanpa krisis, tidak ada pembelajaran, dan tanpa pembelajaran, tidak ada pertumbuhan.

    Maka, kehidupan manusia adalah serangkaian proses negosiasi antara yang lama dan yang baru—antara keteraturan dan perubahan.

    Dialektika dalam Gerakan Mahasiswa, Dari Kesadaran menuju Transformasi

    Dalam ranah gerakan sosial, khususnya dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), dialektika menjadi prinsip epistemologis sekaligus praksis perjuangan.

    Gerakan mahasiswa tidak lahir dari ruang yang kosong; ia muncul dari kesadaran terhadap ketimpangan sosial dan ketidakadilan struktural yang nyata di masyarakat.

    Kesadaran itu adalah tesis. Ketika realitas sosial menampilkan wajah yang tidak ideal—kemiskinan, ketimpangan akses pendidikan, dan keterasingan nilai kemanusiaan—maka muncullah antitesis berupa perlawanan intelektual dan moral.

    PMII, sebagai organisasi kaderisasi dan intelektual, menempatkan dialektika sebagai metode berpikir dan bertindak.

    Di dalamnya, perbedaan gagasan bukanlah ancaman, melainkan sumber energi intelektual. Dialog dan perdebatan menjadi ruang bagi munculnya sintesis, yaitu kesadaran baru yang lebih reflektif dan progresif.

    Dalam hal ini, pergerakan mahasiswa bukan sekadar aksi fisik di jalanan, melainkan gerak epistemologis menuju pembebasan berpikir.

    Dialektika mengajarkan bahwa perubahan sosial hanya mungkin terjadi bila kesadaran individu dan kolektif berkembang melalui proses pertentangan yang sehat dan terbuka.

    Spirit Teologis dalam Dialektika, Kesulitan dan Kemudahan sebagai Kesatuan

    Menariknya, prinsip dialektika tidak hanya dapat ditemukan dalam tradisi filsafat Barat, tetapi juga dalam nilai-nilai spiritual Islam. Al-Qur’an menegaskan dalam Surah Al-Insyirah ayat 5–6:

    “Sesungguhnya bersama kesulitan ada kemudahan, dan sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.”

    Ayat ini mengandung pesan filosofis yang selaras dengan dialektika: bahwa realitas hidup selalu bergerak dalam kontradiksi antara kesulitan (al-‘usr) dan kemudahan (al-yusr).

    Kedua hal tersebut bukanlah dua keadaan yang terpisah, melainkan dua sisi dari satu proses yang sama. Dalam kesulitan terkandung benih kemudahan, dan dalam kemudahan terdapat potensi ujian baru.

    Dengan demikian, spiritualitas Islam sejatinya mengajarkan kesadaran dialektis—kesadaran bahwa setiap tantangan hidup adalah kesempatan untuk mentransendensi diri.

    Kesabaran dan ikhtiar bukanlah bentuk pasrah, melainkan upaya aktif untuk menemukan sintesis baru dalam dinamika kehidupan.

    Hidup Sebagai Gerak: Refleksi atas Dialektika Eksistensial

    Jika hidup adalah proses yang terus bergerak, maka berhenti berpikir berarti mematikan kemungkinan pertumbuhan.

    Manusia yang hidup secara dialektis adalah manusia yang berani merefleksikan kontradiksi dalam dirinya sendiri—antara idealisme dan kenyataan, antara keinginan dan keterbatasan.

    Gerak dialektis ini menuntut keberanian untuk menghadapi konflik, baik internal maupun eksternal. Konflik tidak selalu destruktif; justru di sanalah letak energi pembaruan.

    Setiap bentuk stagnasi, baik dalam berpikir maupun bertindak, adalah bentuk kematian simbolik.

    Oleh karena itu, menjadi manusia berarti terus bergerak: dari keraguan menuju keyakinan, dari kebodohan menuju pengetahuan, dan dari kenyamanan menuju perubahan.

    Dialektika Sebagai Etos Kehidupan dan Pergerakan

      Dialektika bukan hanya metode berpikir, tetapi juga etos hidup. Ia mengajarkan manusia untuk tidak takut terhadap perubahan dan perbedaan.

      Dalam konteks individu, dialektika melatih kemampuan reflektif—keberanian untuk meninjau kembali keyakinan yang telah dianggap final.

      Dalam konteks sosial, ia menjadi dasar bagi gerakan transformasi menuju masyarakat yang lebih adil dan manusiawi.

      Dengan memahami dialektika, kita belajar bahwa setiap kesulitan membawa kemungkinan baru, setiap konflik mengandung peluang pertumbuhan, dan setiap kegagalan adalah bagian dari proses menuju kesadaran yang lebih utuh.

      Hidup yang sejati bukanlah hidup yang bebas dari pertentangan, melainkan hidup yang berani menembusnya demi mencapai pemahaman yang lebih tinggi.

      Hidup bergerak, pikiran bertumbuh. Dalam gerak dan pertumbuhan itulah manusia menemukan makna keberadaannya.

      Oleh: Asa Rizky Maulana Azizir Rohim, Kader Rayon Aviccena Komisariat PMII UIN SATU Tulungagung

      Advertisements
      Index