
Judul: Seperti Dendam, Rindu Harus Dibayar Tuntas
Penulis: Eka Kurniawan
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Tebal Buku: 304 halaman
Tahun Terbit: 2014
Urupedia.id- Novel karya Eka Kurniawan ini merupakan karya sastra yang beraliran realisme sosial, Indonesia yang mengangkat cerita personal sebagai kritik sosial yang mendalam terhadap kondisi masyarakat. Tokoh utama, Ajo Kawir, hidup di lingkungan kelas bawah yang keras dan penuh kekerasan.
Di usia mudanya, Ajo menyaksikan kejadian tragis di mana dua polisi memperkosa seorang wanita gila bernama Rona Merah saat ia bersama sahabatnya Tokek yang berada di sebuah rumah tua.
Peristiwa mengerikan itu meninggalkan trauma berat pada Ajo, yang menyebabkan ia mengalami impotensi dan kehilangan rasa percaya dirinya. Untuk menutupi rasa sedih, dendam, dan kekurangannya, Ajo memilih jalan sebagai preman dan pembunuh bayaran.
Suatu ketika, Ajo mendapatkan tugas untuk membunuh Pak Lebe dan berhasil melaksanakan misinya, tetapi Ajo harus berduel dengan pengawal Pak Lebe yang bernama Iteung.
Iteung adalah seorang wanita pemberani yang juga memiliki masa lalu kelam, ia pernah mengalami pelecehan seksual oleh gurunya saat sekolah.
Konflik itu kemudian memunculkan hubungan yang tidak terduga antara Ajo Kawir dan Iteung, mereka menikah dan saling melengkapi satu sama lain.
Kebahagiaan mereka diuji ketika Iteung hamil, dan Ajo yang menyadari dirinya tidak mungkin bisa menghamili Iteung menjadi kecewa setelah mengetahui bahwa anak tersebut adalah hasil hubungan gelap Iteung dengan seorang teman lamanya, bernama Budi Baik. Kecewa dan terluka, Ajo memutuskan meninggalkan rumah.
Novel ini menggambarkan kerasnya hidup di ibu kota yang penuh dengan perpeloncoan, kekerasan seksual di jalanan, korupsi, serta praktik buruk oknum aparat yang berperan sebagai bohir dan bandar. Ajo yang kini menjadi sopir, suatu hari menerima penumpang wanita bernama Jelita.
Dalam situasi yang aneh, mereka melakukan hubungan seksual, namun kemudian Jelita tiba-tiba menghilang. Kejadian ini membawa perubahan aneh pada kondisi Ajo, di mana ia bisa “ngaceng,” sesuatu yang sebelumnya tak pernah ia rasakan karena trauma.
Ajo yang bingung antara kenyataan dan halusinasi itu kemudian teringat pada Iteung dan memutuskan untuk menemuinya. Namun, sesampainya di rumah, ia mengetahui bahwa Iteung sudah dipenjara karena membunuh Budi Baik.
Berdiri atau “ngaceng”-nya burung Ajo Kawir terjadi bukan karena kebetulan tapi memiliki makna. Ia adalah simbol dendam yang selama ini terpendam, kini terbalaskan dengan keadilan yang lama dinantikan.
Keadilan bagi mereka yang terpinggirkan sering kali dibungkam oleh institusi negara yang justru menjadi dalang penindasan, novel ini berhasil merepresentasikan realita sosial Indonesia kala itu bahkan masih relevan tak termakan zaman.
Kelebihan novel ini terletak pada pengalaman tokoh yang sangat menarik dan kaya, dengan isu-isu yang merefleksikan budaya dan kondisi sosial masyarakat Indonesia secara realistis.
Novel ini tidak hanya berisikan kekerasan dan pertarungan, tetapi juga menyampaikan pesan tentang kesetiaan dan persahabatan. Dari segi bahasa, Eka Kurniawan menggunakan gaya bahasa ceplas-ceplos yang khas, memberikan daya tarik tersendiri dan keunikan pada karyanya.
Namun, kekurangan novel ini ada pada alur cerita yang campur aduk sehingga bagi pembaca yang kurang jeli dapat merasa bingung mengikuti jalan cerita.
Selain itu, penggunaan bahasa yang sarkastik dan kasar bagi sebagian orang bisa dianggap mengganggu.
Contohnya adalah penamaan tokoh Budi Baik yang justru berperilaku buruk, serta sosok Jelita yang digambarkan sebagai wanita dengan penampilan yang kurang menarik, memberikan kesan paradoks yang bisa memancing kontroversi pembaca.






