Trenggalek – blue-finch-787250.hostingersite.com, KH. Marzuki Mustamar Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur. Memberikan sambutan pada acara pelantikan Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Trenggalek pada Rabu (29/09/21) yang bertempat di Pondok Pesanten Darussalam Sumberingin. Pada acara itu KH. Marzuki mengingatkan pada semua hadirin bahwa kita ini sering kocolongan.
Dihadapan hadirin, KH. Marzuki Mustamar menuturkan bahwa banyak orang itu kelihatanya Nahdlatul Ulama (NU), menjadi pengurus NU, tapi kadang memondokkan anak itu pilih pondok yang tidak NU. Itu berarti ada indikasi orang itu komitmenya ke NU kurang, Militansinya kurang. Kita merasa kecolongan itu.
“Ada orang kelihatanya NU, kita pasrahi menjadi takmir masjid, tapi terkadang mengundang Mubaligh yang tidak NU. Itu komitmenya ke NU-anya kurang, NU-nya kurang “Kulli”, totalitas. Kepinginnya kita itu NU yang “dhohiron wa bathinan” jangan yang hanya setengah-setengah”, ungkap beliau.
Beliau melanjutkan bahwa orang kelihatanya NU, kita amanati mengurus lembaga, Madrasah Ibtidaiiyah (MI), Tsanawiyah, itu yang di rekut ponakanya, sepupunya. Jika mampu tidak apa-apa, mereka di rekrut bukan karena ke familianya, tapi mereka di rekrut karena ke NU-anya dan kemampuanya. Tapi mohon maaf, terkadang ponakanya agak HTI, agak FPI, atau NU tapi agak kurang mampu, tidak professional. Kita juga agak kecolongan jika ada pengurus yayasan pola penataan yayasanya, kepengurusanya seperti itu, dll.
Beliau menegaskan bahwa jadi pengurus NU atau tidak, musholla di urusi, tertib ketika mengimami, sertifikat NU di urus. orang itu jadi pengurus atau tidak, orang itu namanya mengurus NU.
“Maka yang saya minta komitmen, nanti dilantik “Nawaitu ngurusi NU tenanan”, Gus Fahmi ngaji, ini dawuhnya KH. Hasyim Asyari “Sopo wonge gelem ngurusi NU, tak akoni dadi santriku, Sopo kang dadi santriku, tak dongakno khusnul khotimah sak dzurriyahe”. Yang jadi catatan Gus Fahmi, kalimatnya KH. Hasyim Asyari “sopo wonge gelem ngurusi NU” bukan siapa yang menjadi pengurus NU. Yang diakui santri, yang di doakan keluarganya Khusnul Khatiman bukan siapa yang mau menjadi pengurus NU”, lanjutnya.
“Bisa jadi Jadi pengurus NU, tapi mengurusi NU, tapi memang pengurus tapi sungguh mengurusi NU, itu yang di doakan KH. Hasyim Asyari. Jadi pengurus NU atau tidak, musholla di rawat,tertib mengimami, sertifikat di urus, orang itu jadi pengurus atau tidak, orang itu mengurusi NU” ujarnya.
Beliau melanjutkan jikalau di kasih ilmu sedikit-sedikit, tahu tajwid sak tunggalane (red. Beserta tunggalnya). Dia cari teman orang 5 atau berapa gitu, yang semuanya itu Al Quranya bagus, fashohahnya bagus, tajwidnya bagus, makhorijul hurufnya bagus, kemudian dia membuat progam yang di temukan dengan progamnya Jamqur (Jamiyah Qurra), terus kerja sama dengan LDNU (lembaga dakwah nahdlatul ulama) mendata khotib-khotib, mendata penceramah yang masih junior. Di diklat, di beri pelatihan biar ketika baca muqoddimah benar, biar ketika mendalil i’robnya benar, biar ketika baca Al Qur’an tajwidnya benar, konten isi ceramahnya benar. Orang yang mempunyai ilmu sedikit terus mengadakan pelatihan khatib-khatib NU standar adab, standar ASWAJA. Yang mau melatih seperti itu namanya juga mengurusi NU.
“NU itu yang mendirikan Wali, bisa membarokahi tapi juga bisa malati (red. Kualat). Pengurus NU yang menjadi barokah banyak. Orang biasa-biasa yang biasanya hanya mengurusi sorogan Quran saja, anak-anaknya banyak yang jadi dosen, orang yang setiap hari mengajar TPQ (Taman Pendidikan Quran), Diniyah, MI, bayaranya tidak seberapa ternyata ada yangmemberangkatkan Haji, Orang yang mengurusi NU dan barokah banyak”. Pungkasnya
Pewarta : Munawir Muslih. M