Agama Islam secara ilmiah dimulai semenjak turunnya wahyu pertama di Gua Hiro pada tahun 610 M/13H yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad Saw. Agama Islam (Tim Reviever, 2015:7) adalah agama samawi yang diturunkan Tuhan melalui perantara malaikat dan utusan-Nya dimuka Bumi. Agama Islam banyak sekali mengajarkan pelajaran kepada penganutnya, seperti pelajaran Aqidah, Fikih, Kesehatan, Sosial, Sains, dan masih banyak lagi.
Dalam kehidupan Islam tidak hanya mengedepankan orientasi kehidupan seseorang di akhirat saja tetapi juga mengelola kehidupan sosial atau bermasyarakat, dalam konteks hubungan manusia dengan manusia. Konsep ini tidak membatasi diri pada usaha dan tindakan manusia secara individu, tetapi juga mencangkup kelompok-kelompok masyarakat umum. Karena dalam penerapan hubungan manusia dengan manusia dapat diaplikasikan melalui kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, yang dimana merupakan kerelaan dan kesepakatan untuk bekerjasama serta berdampingan setara dan saling pengertian. Konsep tersebut dalam ajaran agama Islam di dalam ilmu umum disebut Sosialisme.
Sosialisme berasal dari bahasa latih “socius” yang berarti teman, kawan atau sahabat. Sosialisme juga berasal dari kata sosial yang ditambah dengan kata akhiran “isme”. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ‘sosial’ diartikan dengan hubungan yang berkenaan dengan masyarakat yang suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, menderma, dan sebagainya. Sedangkan sosialisme berarti dengan ajaran atau paham yang berhubungan dengan interaksi sosial secara langsung yang terjadi di dalam masyarakat.
Sosialisme merupakan salah satu ajaran yang mana menginginkan suatu penghapusan kesenjangan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Dalam artian mengutamakan kepentingan bersama tanpa membedakan golongon maupun kelas atas dan menengah, sehingga melahirkan keseimbangan hidup dalam tatanan bermasyarakat. Sependapat dengan itu, Maulana Husein (2019: 95-98) mengatakan bahwa Sosialisme Islam adalah sebuah istilah yang diciptakan oleh pemikir muslim untuk menjelaskan Sosialisme yang berdasarkan dengan agama Islam yang mengutamakan dasar kesamaan hak, keadilan sosial dan persaudaraan. Karena dalam tubuh ajaran Islam sudah memegang ideologi yang mengedepankan kesamaan dan kesetaraan atas hak-hak dan kewajiban sebagai manusia. Seperti yang diterangkan dalam QS. al-Hujurat:13 yang berbunyi:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَٰكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَٰكُمْ شُعُوبًا وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوٓا۟ ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ ٱللَّهِ أَتْقَىٰكُمْ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
artinya: “Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Surat di atas menjelaskan bahwa manusia terdiri dari berbagai ragam bangsa, suku, jenis dan warna yang bervariasi, karena manusia sesungguhnya berasal dari asal yang sama. Maka manusia diperintahkan agar tidak saling bermusuhan, berselisih dan berpecah. Dalam sosialisme Islam tidak ada kemuliaan bagi orang yang berasal dari kaum bangsawan, karena Islam datang untuk menyatakan kesetaraan jenis manusia, baik asal maupun tempat berpulangnya, hak dan kewajiban di hadapan Allah SWT, baik di dunia maupun di akhirat. Maka persamaan manusia yang sempurna pada hakikatnya bukan dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi, jabatan maupun pangkat. (Asnawiyah, 2013:56).
Ajaran agama Islam yang dibawah oleh beliau Rasullah SAW juga mengajarkan tentang kesamaan dan kesetaraan sebagai manusia di mata Allah SWT. Salah satu contoh yaitu dalam firman Allah SWT surat Al-jumaah ayat 9:
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا نُوْدِيَ لِلصَّلٰوةِ مِنْ يَّوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا اِلٰى ذِكْرِ اللّٰهِ وَذَرُوا الْبَيْعَۗ ذٰلِكُمْ خَيْرٌ لَّكُمْ اِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُوْنَ – ٩
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Apabila telah diseru untuk melaksanakan sholat pada hari Jumat, maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.”
Dalam kandungan Firman Allah pada surat Al-jumaah ayat 9, menerangkan sesungguhnya Allah SWT mewajibkan bagi seluruh umat Islam golongan laki-laki, kaya atau miskin, dari berbagai suku bangsa, warna kulit, dan yang berpangkat maupun yang masyarakat sipil untuk menuaikan ibadah solat Jum’at yang sudah ditentukan waktunya dan tempat yang telah ditetapkan. Menurut perintah Agama yang telah ditetapkan oleh beliau Rasullah SAW, untuk datang dan berkumpul di masjid pada setiap hari Jumat untuk menjalankan Ibadah Jumat dengan tidak memperdebatkan maupun membedakan sedikitpun derajat atau tempat. Contoh realita dalam kehidupan sosial, ketika menuaikan ibadah Jumat, bahwa siapapun yang datang terlambat baik itu penjabat, orang berpangkat tinggi, golongan atas, menengah dan bawah, kaum buruh, petani, pedagang, ustad, para priyayi, pasti duduknya dibelakang. Dalam hal ini, ajaran Islam memang menanamkan rasa persaudaraan dan kesetaraan yang tinggi kepada manusia, melalui ibadah yang dilakukan setiap harinya, seperti ketika hendak beribadah datang berkumpul satu sama lain dengan berjabat tangan maupun berangkul-rangkulan satu sama lain.
Sosialisme dalam perpektif Islam juga dijelaskan oleh HOS. Tjokroaminoto dalam bukunya berjudul “Islam dan Sosialisme” (2018: 22-26), menurut pandagan beliau sosialisme dalam Islam adalah sosialisme yang bersandar kepada agama Islam yang didominasi oleh identitas keislaman untuk mencapai keseimbangan dan kesempurnaan hidup di dunia maupun di akhirat. Lebih lanjut beliau juga menegaskan bahwa sosialisme Islam bukanlah sosialisme yang lahir atau mendapatkan pengaruh dari sosialisme barat, namun benar-benar sosialisme yang diajarkan pada agama Islam. Dalam hal tersebut, ada dua macam sosialisme Islam yaitu:
1. Staat-Sosialisme, baik bekerja dengan kekuatan satu pusat (gecentraliseseerd) maupun bekerja dengan kekuatan gemeente-gemeente (gedecentraliseerd).
2. Industry-Sosialisme, jika suatu negeri bersifat sosialis, maka pekerjaan kerajinan (pabrik, industry) harus diatur seluas-luasnya secara sosialis. Maka di dalam negeri yang demekian itu, keberadaan tanah menjadi pokok segala hasil dan pokok semua pekerjaan industri besar. Kalau hendak dijalankan seluas-luasnya land-socialisme dan staat-socialisme. Maka bentuk sosialisme inilah yang terutama sekali hendak dijalankan oleh Islam. Sejak Nabi Muhammad SAW memegang kekuasaan Negara, maka Negara itu segeara diaturnya secara sosialis, dan semua tanah dijadikan sebagai milik Negara.
Berdasarkan paradigma sosialisme Islam di atas, maka sebuah negara baik ditingkat daerah maupun pusat sangatlah memiliki peran penting dalam praktik sosialisme. Salah satu tugas dari sebuah negara adalah penugasaan terhadap tanah sehingga tidak dikenal pemilikan pribadi. Dalam hal ini, tanah adalah milih negera. Sebab, tanah menjadi milik negara untuk dimanfaatkan sebagai kepentingan rakyat seluas-luasnya. Dengan begitu, alat-alat produksi yang dapat menghasilkan barang seharusnya diberikan negara kepada rakyat.
Pada sistem Sosalisme Islam, seyogyanya rakyat memiliki suara langsung dalam permasalahan negara. Terkait permasalahan tersebut, sebenarya dalam sosialisme Islam sudah terpecahkan karena kekuasaan membuat peraturan tidak ditangan satu kabinet maupun golongan partai yang mewakili suatu kepentingan kelompok tertentu. Sebab, peraturan muslim adalah peraturan yang bersal dari Tuhan, yang datangnya dari satu pemberi peraturan, yang berdiri di atas segala apa saja. Sehingga tidak ada individu atau kelompok golongan tertentu baik dari kelompok partai, kabinet maupun perlemen yang dapat mengubah peraturan-peraturan tersebut untuk kepentingan pribadi maupun kesenangannya sendiri. Sebab, segenap peri-kemanusiaan sebagai satu persatuan adalah mempunyai hak bersama.
Meninjau dari hal tersebut, dalam sosialisme Islam juga memuat permusyawaratan secara referendum atau bertanya langsung kepada orang banyak bukan permusyawaratan yang diwakilkan oleh orag-orang utusan. Hal itulah yang lebih mendekati sosialisme daripada membikin peraturan dengan perwakilan, tetapi peryataan tersebut haruslah ditunjukan kepada segenap rakyat dengan tidak mengecualikan suatu kelas, golongan, kelompok maupun ras.
Terkait dengan pemerintahan yang mengadopsi sistem perwakilan memang diperlukan agar dapat berjalan dengan baik. Tetapi dalam sosialisme Islam pemerintahan tidak memerlukan fungsi dalam bentuk peraturan, melainkan bagaimana cara menjalankan peraturan. Sebab dalam pemerintahan yang diperlukan adalah orang-orang yang mampu memberikan kebijaksanaan. Karena kepala-kepala pemerintahan menjadi alat untuk menolong dari kesusahan dan mewujudkan harapan-harapan, serta untuk menjalankan peraturan Tuhan yang didasarkan pada kehendak seluruh rakyat. (Tjokroamimoto, 2018:27)
Selain itu, ada tiga faktor yang terdapat dalam sosialisme Islam dan ketiganya telah diaplikasikan dan dimuat dalam berbagai peraturan-peraturan Islam oleh beliau nabi Muhammad SAW, yaitu kemerdekaan, persamaan dan persaudaran.
Jadi sosialisme merupakan cara menghendaki hidup dengan mengutamakan persaudaraan dan kesetaraan, “satu untuk semua dan semua untuk satu”. Karena sosialisme mengajarkan pada kita rasa tanggungjawab atas perbuatan satu sama lain. Pada intinya sosialisme bertentangan dengan paham “Individualisme” yang hanya mengutamakan kepentingan individu. Sosialisme sejati adalah sosialisme yang menunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaam dan persamaan.
Sosialisme dalam perspektif Islam pada hakikatnya untuk merealisasikan persamaan dan persaudaraan yang memiliki tujuan sama yaitu manusia yang berdasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah. Dan mewujudkan hak kemerdekaan, keadilan, dan persamaan yang tidak memandang dari sudut segi budaya, ragam bangsa, jenis dan kelas sosial.
Penulis: Al Fatih Rijal Pratama
DAFTAR RUJUKAN
Asnawiyah. 2013. Konsep Sosialisme Menurut Sayyid Quthb. Jurnal Substantia. Vol. 15 (1), hal. 56.
H.O.S Tjokroaminoto. 2018. Islam dan Sosialisme. Bandung: Sega Arsy.
Husien Mahfud, Maulana. 2019. Mohammad Hatta dan Sosialisme Islam. Skripsi, hal. 95-98.
Tim Reviewer. 2015. Pengantar Studi Islam. Surabaya: UIN Sunan Ampel Press.