Trenggalek, Urupedia.id – Bahtsul Masa’il Forum Silaturrahim Santri Trenggalek (FORSSTEK) ke XXIII bersama Konferensi Majelis Wakil Cabang Nahdlatul Ulama (MWC NU) Karangan dalam rangka Haflah Akhirissanah Pondok Pesantren Darussalam. Acara ini yang bertempat di Aula Pondok Pesantren Darussalam Sumberingin Karangan Trenggalek, Ahad (06/03/2022).
Acara ini dihadiri oleh Tanfidhiyah NU Trenggalek, Rois Syuriah Trenggalek, Para Kiai dan Para Gus sebagai perumus maupun mushohih, MWC NU Trenggalek, serta para santri yang mewakili utusan delegasi masing-masing pondoknya sebagai Musyawirin. Yang mana para Musyawirin ini tak hanya berasal dari Pondok di wilayah Trenggalek, tapi juga dari Tulungagung, bahkan sampai wilayah Kediri. Hal ini supaya acara semakin meriah dan tentunya juga untuk bersilaturrahmi antar Pondok.
Acara Bahtsul Masa’il ini berlangsung mulai pagi pukul 09.00 – 16.00 WIB dengan satu komisi dua jalsah. Jalsah pertama mulai pukul 09.00 – 12.00 WIB, dan jalsah kedua mulai pukul 13.00 – 16.00 WIB. Acara dibuka dengan pembukaan, sambutan-sambutan, musyawarah membahas soal yang telah ditentukan, dan diakhiri dengan penutup.
Agus Zahro Wardi selaku Penasihat FORSSTEK mengawali acara ini dengan sambutannya yang isinya tak lain adalah dengan diadakannya acara ini, beliau berharap supaya membawa barakah khususnya di Pondok Pesantren Darussalam, dan FORSSTEK MWC NU Karangan.
FORSSTEK ini digagas padah tahun 2005, dimana pada saat itu Rois Syuriah nya K.H. Mastur Ali, Tanfidziyahnya Almarhum H. Kusni, dan Ketua LBM Cabang Mbah Abdullah. Maksud dan tujuan dibentuknya FORSSTEK agar Pondok Pesantren yang ada di Kabupaten Trenggalek mempunyai silaturahmi yang didalamnya ada program rutin mengadakan Bahtsul Masa’il.
“NU adalah Pesantren besar, maka tidak mungkin ketika mengadakan Bahtsul Masa’il tidak mengundang pondok-pondok pesantren,” ungkap beliau.
Agus Nafi’ul Warah sebagai perwakilan Tanfidziyah NU Trenggalek menjelaskan, bahwa Organisasi NU adalah organisasi Jam’iyyah, Diniyah, Ijtima’iyah. Dimana titik tekannya pada diniyah, yakni orgasisasi sosial dan keagamaan.
“Ruh organisasi NU adalah dari Pondok Pesantren, dan ruh dari Pondok Pesantren adalah Bahtsul Masa’il. Selama Bahtsul Masa’il itu ada di Pondok Pesantren, maka NU selamanya akan kekal dan abadi,” ujarnya.
Beliau meneruskan bahwa ilmu dari Batsul Masa’il ini harus di tularkan kepada pondok-pondok pesantren yang lain. Hal ini supaya NU tetap kekal.
“Bahtsul Masa’il merupakan ruh NU, juga sebagai garis depan dalam mencetak syuriah NU. Dengan jawaban dari Bahtsul Masa’il ini, semoga nantinya akan bisa menjawab ayat-ayat Waqi’iyah,” sambutan K.H Mastur Ali selaku Shohibul Bait dan Rois Syuriah saat membuka acara.
Acara selanjutnya yaitu pembahasan mengenai soal-soal yang telah ditentukan, yang berlangsung selama enam jam dengan jeda ishoma (istirahat, sholat, makan). Dalam pembahasan soal, tentunya terjadi perdebatan karena perbedaan sudut pandang dari para Musyawirin dalam berargumen. Yang mana saat perdebatan itu terjadi, ada moderator yang harus menata kestabilan antara para Musyawirin yang saling berargumen. Moderator mengarahkan ke perumus, kemudian jawaban-jawaban yang terkumpul dishohihkan kepada mushohih.
Setelah kegiatan bahtsul masa’il selesai, acara ditutup dengan sambutan-sambutan, baik dari tuan rumah, perwakilan delegasi, dan juga pembacaan hasil dari musyawarah.
“Saya menukil dari pesannya K.H. Idris Marzuki, yaitu bahwa termasuk meneruskan perjuangan Ulama’ setelah mengusir penjajah adalah bahtsu masa’il,” tandas Khozinatul Asror, santri PPHM Lirboyo sebagai perwakilan delegasi.
Penulis: Irfan Shidqon Novvenda
Editor: Munawir Muslih