Tulungagung, Urupedia – Pengelolaan sampah makanan di Tulungagung mulai mendapat perhatian dari beberapa masyarakat. Mereka mulai memanfaatkan maggot BlackSoldier Fly (BSF) karena dianggap lebih efektif untuk mengurangi masalah sampah makanan.
Salah satu tempat peternakan maggot BSF ada dikawasan Ngrendeng, Gondang Tulungagung yang dirintis sejak 2021 dan sudah ada ribuan lalat dikembangbiakkan.
Dibawah komandan Nunung Masruroh, pemilik Bank sampah Aghisna, ia bersama masyarakat sekitar memanfaatkan limbah rumah tangga untuk dijadikan santapan maggot BSF.
“Untuk sampah organik sendiri kami memanfaatkan budidaya maggot BSF, kenapa menggunakan maggot? maggot itu bisa menjadi bio komposter termurah, tercepat, dan termudah. Kenapa bisa dikatakan termurah? karena hanya bermodal dari bibit 1 kali, nanti bisa berkelanjutan,” kata Nunung (12/10/2022).
Ia mengatakan mendapat bibit-bibit maggot dari pihak Dinas Lingkungan Hidup Tulungagung (DLH). Tidak hanya itu, DLH juga memfasilitasi sarana prasarana untuk membudidayakan maggot.
Sampah yang dikelola berasal dari masyarakat sekitar berupa ampas kelapa, sisa sayuran, sisa nasi, dan sisa makanan masak lainnya.
Ia menuturkan tujuan budidaya maggot ini untuk mengurangi sampah dan membantu pemerintah untuk mengurangi sampah menuju TPS.
Lalat BSF ini tidak makan dan hanya minum saja. Oleh karena itu, lalat BSF bukan termasuk vektor penyakit seperti halnya lalat hijau yang hinggap di makanan maupun tumpukan sampah. Serta masa hidup lalat hanya sekitar 5 hari. Setelah ia kawin kemudian bertelur, ia akan mati.
Proses budidaya maggot BSF bermula dari 2 gram dari telur akan menghasilkan kurang lebih 6 kilogram maggot. Telur diletakkan di wadah yang sudah diberi makanan ayam berupa pur dan bekatul lalu ditutup dengan kain agar aman selama 7 hari.
Kemudian setelah 7 hari larva larva di beri makan sampah organik sekitar 15 hari. Kemudian untuk sampai pada tahap menjadi lalat membutuhkan waktu sekitar 30-50 hari.
Sebagian maggot warna putih akan dijual dengan harga 8,000 perkilo biasanya digunakan untuk pakan ternak sedangkan bagian yang lain akan dijadikan siklus kembali, mereka akan menjadi lalat dan menghasilkan telur lagi.
Meski tergolong mudah dalam perawatan, karena hanya memakan sampah organik, maggot ini merupakan budidaya yang ramah lingkungan. Namun, Perubahan iklim dapat berdampak pada proses bertelurnya si lalat. Ia membutuhkan hawa hangat untuk melakukan siklus tersebut.
Nunung mengatakan budidaya maggot ini dapat mengurangi permasalahan sampah makanan di lingkungan.
“Disamping maggot BSF bisa mengurangi sampah, bio komposter termurah dan tercepat. Memang cepat sekali mengkomposkannya,” jelas Nunung.
Menurut Nunung, semua elemen masyarakat maupun pemerintah harus berperan aktif dalam penanganan sampah
“Untuk peran, kita semua harus berperan, dari pemerintah, dari masyarakat itu semua harus berperan karena kalau satu saja mengandalkan pemerintah itu tidak jadi. Jadi semuanya harus berperan aktif,” pungkasnya.
Editor: Munawir