
Urupedia.id- Perang dagang yang terjadi antara Amerika Serikat dan Tiongkok pada era kepemimpinan Presiden Donald Trump telah menimbulkan dampak yang signifikan terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia. Kebijakan proteksionisme yang diterapkan oleh Trump, yang tercermin melalui penerapan tarif impor yang tinggi terhadap produk-produk Tiongkok, telah memicu ketidakpastian global, memperlambat pertumbuhan ekonomi dunia, serta mengubah arus perdagangan internasional. Dalam konteks tersebut, Indonesia sebagai negara berkembang juga mengalami beragam implikasi, baik dari aspek ekspor, investasi, maupun stabilitas nilai tukar.
Menurut laporan Bank Dunia (2019), perang dagang ini berkontribusi pada perlambatan ekonomi global sebesar 0,5% dan berdampak negatif terhadap negara-negara berkembang yang sangat bergantung pada perdagangan bebas. Sebagai negara dengan tingkat keterbukaan ekonomi yang relatif tinggi, Indonesia menghadapi berbagai tekanan di beberapa sektor utama, seperti ekspor manufaktur dan pertanian. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa ekspor nonmigas Indonesia mengalami penurunan sebesar 6,94% pada tahun 2019 dibandingkan tahun sebelumnya, yang sebagian besar disebabkan oleh melemahnya permintaan global akibat ketegangan perdagangan (BPS, 2020).
Selanjutnya, perang dagang ini juga mempercepat perubahan arus investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI). Sebagian besar perusahaan multinasional mempertimbangkan untuk memindahkan basis produksinya dari Tiongkok ke negara-negara lain di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Namun, meskipun kesempatan ini ada, Indonesia tidak sepenuhnya mampu menarik relokasi investasi tersebut. Menurut laporan dari Asian Development Bank (ADB, 2020), hanya sebagian kecil perusahaan yang memilih Indonesia dibandingkan dengan Vietnam atau Malaysia, terutama disebabkan oleh faktor regulasi yang dianggap kurang ramah terhadap investasi dan tingginya biaya logistik.
Dari perspektif moneter, ketidakpastian global mendorong para investor untuk mencari aset-aset aman seperti dolar AS, yang mengakibatkan depresiasi nilai rupiah. Bank Indonesia (2020) melaporkan bahwa sepanjang tahun 2019, rupiah mengalami tekanan signifikan, meskipun pada akhir tahun dapat menguat kembali berkat intervensi bank sentral dan stabilisasi pasar. Fluktuasi nilai tukar tersebut meningkatkan biaya impor bahan baku dan barang modal, sehingga memberikan beban tambahan bagi para pelaku industri nasional.
Meskipun demikian, perang dagang ini juga menciptakan peluang baru bagi Indonesia. Dengan penerapan tarif tinggi terhadap produk-produk Tiongkok, beberapa produk Indonesia menjadi lebih kompetitif di pasar Amerika Serikat. Sebagai contoh, ekspor produk furnitur dan tekstil Indonesia ke Amerika Serikat mengalami peningkatan pada tahun 2019 (International Trade Centre, 2020). Hal ini menunjukkan adanya potensi diversifikasi pasar ekspor Indonesia di tengah ketegangan perdagangan global.
Dari sisi kebijakan, pemerintah Indonesia berupaya memanfaatkan situasi ini melalui berbagai langkah, salah satunya dengan mempercepat reformasi struktural, seperti penyederhanaan izin usaha yang tercermin dalam penerbitan Omnibus Law Cipta Kerja. Pemerintah berharap bahwa reformasi ini dapat meningkatkan daya saing perekonomian nasional serta menarik lebih banyak investasi asing. Selain itu, Indonesia juga memperkuat hubungan dagang bilateral melalui negosiasi berbagai perjanjian perdagangan bebas, seperti Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA) dan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP).
Dampak dari perang dagang yang dipimpin oleh Trump juga menegaskan betapa pentingnya diversifikasi pasar dan produk bagi perekonomian Indonesia. Ketergantungan yang tinggi terhadap beberapa negara tujuan ekspor tertentu menjadikan Indonesia rentan terhadap guncangan eksternal. Oleh karena itu, strategi jangka panjang yang perlu ditempuh adalah memperluas basis ekspor ke negara-negara nontradisional serta meningkatkan nilai tambah produk ekspor melalui penguatan sektor manufaktur dan inovasi teknologi.
Dalam analisis yang komprehensif, dapat disimpulkan bahwa perang dagang pada era kepemimpinan Trump menghadirkan tantangan yang signifikan bagi perekonomian Indonesia. Tantangan tersebut tercermin dalam bentuk perlambatan ekspor, volatilitas nilai tukar, serta ketatnya persaingan dalam sektor investasi. Meskipun demikian, di balik tantangan tersebut terdapat peluang strategis yang dapat dimanfaatkan melalui reformasi ekonomi, peningkatan daya saing, dan diversifikasi pasar. Indonesia perlu mengambil pelajaran dari pengalaman ini untuk membangun ketahanan ekonomi yang lebih baik di masa depan, sebagai upaya dalam menghadapi dinamika global yang semakin tidak menentu.
Daftar Pustaka
Asian Development Bank. (2020). Asian Economic Integration Report 2020: The Impact of the COVID-19 Pandemic and Trade War on Global Value Chains. Retrieved from https://www.adb.org/publications/asian-economic-integration-report-2020
Badan Pusat Statistik. (2020). Statistik Ekspor dan Impor Indonesia 2019. Jakarta: BPS.
Bank Indonesia. (2020). Laporan Perekonomian Indonesia 2019. Retrieved from https://www.bi.go.id/id/publikasi/laporan-tahunan/perekonomian/Pages/Default.aspx
Bank Dunia. (2019). Global Economic Prospects: Heightened Tensions, Subdued Investment. Washington DC: World Bank.
International Trade Centre. (2020). Trade Map. Retrieved from https://www.trademap.org