FeaturePendidikan

Hakikat Pendidikan Perspektif Ki Hajar Dewantara

×

Hakikat Pendidikan Perspektif Ki Hajar Dewantara

Sebarkan artikel ini
urupedia media urup Hakikat Pendidikan Perspektif Ki Hajar Dewantara
Tangkapan layar-litbangbud-instagram

Urupedia – Pendidikan memiliki peran penting untuk memajukan citra suatu bangsa. Sejak zaman kolonial, para pejuang dan perintis kemerdekaan telah menyadari bahwa pendidikan merupakan faktor utama dalam mencerdaskan dan meningkatkan kehidupan bangsa.

Maka dari itu, mereka beragumen bahwa selain melalui organisasi politik, perjuangan menuju kemerdekaan perlu digencarkan melalui pendidikan. Pendidikan dijadikan sebuah wadah untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermartabat.

Berbicara mengenai pendidikan, pastinya tak luput dari Pahlawan Nasional satu ini, yaitu Ki Hajar Dewantara yang memiliki nama asli Raden Mas Soewardi Soeryaningrat seorang Bapak Pendidikan Nasional. Pada masa kolonial Belanda, beliau telah memperjuangkan dan memajukan pendidikan di Indonesia.

Ki Hajar merupakan anak bangsa yang jenius. Di usianya yang terbilang muda, ia mendapatkan beasiswa sekolah kedokteran Belanda di Batavia. Ia berasal dari sosok pribumi yang sederhana. Bisa mengenyam pendidikan saja sudah bersyukur, apalagi bisa sekolah di kedokteran.

Ia merupakan sosok yang berani. Selama di kampus, ia sering mengkritik kebijakan Pemerintahan Belanda hingga akhirnya dikeluarkan dari kampus. Ia juga pernah menjadi seorang wartawan. Karena tulisan kritik yang ia buat semakin masif terhadap pemerintahan Belanda, akhirnya ia dibuang ke Belanda. Ia dibuang agar jauh dari Indonesia dan tidak membuat kerusuhan.

Kalimat fenomenal yang digagas oleh Ki Hajar dalam hal pendidikan adalah “Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani”

Berikut kutipan tulisan berjudul “Als ik eens Nederlander was”/ “Andai Saya Orang Belanda” yang memberikan kritik sangat menukik terhadap Belanda.

“Sekiranya aku seorang Belanda, aku tidak akan menyelenggarakan pesta-pesta kemerdekaan di negeri yang telah kita rampas sendiri kemerdekaanya. Sejajar dengan pemikiran itu, bukan saja tidak adil dan tidak pantas untuk menyuruh si Inlander (sebutan ejekan bagi penduduk asli Indonesia) memberikan sumbangan untuk dana perayaan itu. Ide untuk menyelenggarakan perayaan itu saja sudah menghina mereka dan sekarang kita keruk pula kantongnya. Ayo teruskan saja penghinaan lahir dan batin itu! Kalau Aku seorang Belanda, hal yang terutama menyinggung perasaanku dan kawan-kawan sebangsaku ialah kenyataan bahwa Inlander diharuskan ikut mengongkosi suatu kegiatan yang tidak ada kepentingan sedikit pun baginya.”

Ki Hajar Dewantara dibuang ke Belanda selama enam tahun agar tidak membuat rusuh nama Pemerintahan Hindia Belanda di Indonesia. Ketika masa pengasingan ia mempelajari riset-riset baru di dunia pendidikan, filsafat, teknologi dan banyak hal, termasuk filosofi dan kurikulumnya Maria Montessori.

Dimana gagasannya sampai sekarang masih dipakai di sekolah-sekolah elit di seluruh dunia dan hasil pembelajarannya dengan pemikiran jeniusnya itu, kemudian dirangkum dan dibawa pulang ke Indonesia untuk dijadikan dasar pendidikan di Taman Siswa, sekolah yang ia dirikan sendiri. Ketika ia menjabat sebagai Menteri Pendidikan, ia menerapkan gagasannya pada pendidikan di Indonesia.

Menurut Ki Hajar Dewantara tujuan pendidikan adalah memerdekakan manusia. Merdeka berarti setiap manusia bisa memilih menjadi apa saja. Manusia merdeka ialah manusia yang selamat raganya dan bahagia jiwanya. Kita sebenarnya tahu itu yang manusia cari dalam hidup, mencari keselamatan dan kebahagiaan. Selamat di dunia dan bahagia, sekaligus selamat dari neraka dan masuk surga bahagia.

Selanjutnya, menurut Ki Hajar Dewantara pendidikan memiliki tiga peran penting. Pertama, memajukan dan menjaga diri. Kedua, memelihara dan menjaga bangsa. Ketiga, memelihara dan menjaga dunia. Ia menyebut tiga peran ini dengan filosofi “Tri Rahayu.” Ia percaya bahwa semuanya terhubung dan semuanya berkontribusi pada kepentingan yang lebih besar.

Maksud dari filosofi Tri Rahayu ialah memerdekakan satu orang menjadi langkah pertama untuk memerdekakan satu keluarga, pertemanan, orang-orang sekitar, dan begitu pun hingga ke tingkat Pemerintah. Oleh sebab itu, semuanya terhubung dan mempunyai kontribusi untuk kepentingan yang lebih besar.

Misal di sebuah daerah para penduduknya bahagia dan terjaga keselamatannya, maka daerah itu akan maju. Kalau di sebuah negara daerah-daerahnya maju, negara juga ikut maju kalau negara maju yang merasakan efeknya semua orang.

Zaman sekarang merupakan zaman seseorang bisa bahagia bersama tanpa harus mengorbankan orang lain. Mulai dari mengembangkan diri masing-masing. dan jadilah orang-orang merdeka lalu ajarkan ke orang-orang sekitar.

Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan itu harus kontinyu, konvergen, dan konsentris.

Kontinyu berarti berkelanjutan. Apa yang telah dicapai saat ini hari ini merupakan hasil dari apa yang dipelajari di masa lalu. Hari ini akan menjadi masa lalu maka belajar itu terus-menerus sepanjang hidup. Selalu ada cara untuk menjadi lebih baik dari pada hari ini. Pengembangan yang diterapkan harus berkesinambingan dilakukan secara teru-menerus dengan perencanaan yang baik. Suatu keadaan baik nihil dapat dicapai dalam sekali waktu.

Konvergen berarti ilmu harus berasal dari berbagai sumber. Cari dan renggut ilmu dari luar zona nyaman kalau tidak seperti itu hasilnya akan stagnan pengetahuan tidak bertambah. Pengembangan yang dilakukan dapat mengambil dari berbagai sumber di luar bahkan dari praktik pendidikan di luar negeri.

Konsentris berarti pengembangan pendidikan yang dilakukan harus tetap berdasarkan kepribadian masing-masing. Meskipun Ki Hajar Dewantara menganjurkan untuk mempelajari kemajuan bangsa lain, namun tetap semua itu ditempatkan secara konsentris dengan karakter budaya sebagai pusatnya.

Ki Hajar menggunakan isltilah memerdekakan manusia untuk membungkus konsep kebahagiaan. Ia menggunakan bahasa memerdekakan manusia, karena kebutuhan orang Indonesia pada saat itu, merdeka saja dulu, karena saat itu nusantara masih dalam penjajahan Belanda dan membutuhkan kemerdekaan agar dapat hidup lebih bahagia.

Jadi, pesan yang bisa diambil jangan lupa belajar, caranya bahagia dulu karena itu sama halnya memerdekakan diri kita sendiri. Saat kita mengembangkan diri, lingkungan sekitar kita juga akan membaik dan itu akan membuat kita menjadi baik. Belajarlah terus sepanjang hidup ambillah dari berbagai sumber sesuaikan dengan kebutuhan.

Penulis: Nella Hanatul

Editor: Munawir Muslih

Dikutip dari berbagai sumber