Urupedia – Desa Ngadas merupakan desa tertinggi di Kabupaten Malang, lebih tepatnya berada di dalam wilayah teritorial Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Desa ini merupakan desa wisata adat yang sudah diakui oleh UNESCO sebagai desa adat.
Berbicara mengenai tardisi budaya, desa Ngadas memiliki beragam budaya mulai dari unan-unan yaitu upacara yang dilaksanakan 5 tahun sekali dengan harapan agar selama 5 tahun ke depan masyarakat Ngadas mendapatkan rezeki yang melimpah.
Lalu ada lagi entas-entas yaitu upacara yang wajib dilakukan sebagai balas budi seorang anak kepada para leluhur yang dahulu telah bersusah payah merawat dan membesarkan. Kemudian ada upacara Wara Gara, Pujan, Galungan, Karo dan masih banyak tradisi budaya lainnya di desa ini.
Pada akhir bulan Oktober 2023 lalu tim pengabdian dari Indonesia Youth Action ke 8 berkesempatan mengadakan pengabdian masyarakat di desa Ngadas selama enam hari. Di hari pertama meraka disambut oleh ketua RW desa setempat bernama Tumari, beliau sedikit banyak menjelaskan mengenai kondisi dan kebragaman yang ada di Desa Ngadas.
Beliau menjelaskan keberagaman agama yang berbeda disini disatukan dengan budaya. Mayoritas beragama Budha, ada yang Islam dan Hindu. Tempat peribadatan berada saling berdekatan antara Pura Saptoargo, Musola, dan Vihara Budha Jawa Kasunyatan.
–
“Yang berdomisili di Ngadas agamanya apa saja, yang terpenting yang berdomisili di desa sini harus mengikuti adat tradisi yang sudah mulai ada sejak dahulu,” tutur kepala dusun, Tumari.
Terdapat sekitar 50% penduduk pemeluk agama Budha, 40% agama Islam, dan 10% agama Hindu.
Beliau memperkenalkan bahwa di Ngadas terdapat 2 Romo Dukun dimana berperan sebagai pelaksana adat tradisi di desa Ngadas. Ketika ada pelaksanaan upacara adat Romo Dukun inilah yang memimpin pelaksanaan upacara. Tumari mencontohkan seperti ketika tradisi Wara Gara, tradisi untuk orang menikah yang dilaksanakan di masing-masing rumah mempelai.
“Maksud dari Wara Gara yaitu gunanya untuk mengenalkan kepada yang mempunyai desa sini dan mengenalkan bahwa nama si A dan si B sudah sah menjadi suami dan istri,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Tumari menjelaskan bahwa warga desa tidak berpatokan atau tidak membenarkan satu agama saja namun mereka menyakini semua ajaran agama itu benar dan yang menyatukan agama disini adalah sebuah adat tradisi suku tengger.
Dalam pertemuan itu sempat menyinggung kisah awal lahirnya suku Tengger yang mana Suku ini tersebar di wilayah kawasan Gunung Bromo dan terdapat di 4 Kabupaten (Probolinggo, Pasuruan, Lumajang, dan Malang)
–
“Dikatakan Suku tengger ini bersumber dari gunung bromo. Di gunung bromo dulunya tempat bertemunya Joko Seger dan Roro Anteng. Kata-kata Tengger diambil dari nama kedua orang ini, kemudian dijadikan satu. Jadi warga yang berdomisili di kawasan bromo termasuk suku Tengger,” terangnya.
Kemudian terkait suasana desa Ngadas Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang ini dingin, sejuk dan asri untuk perkiraan ketika sore suhu mulai 20°C-15°C dan diwaktu tertentu pernah sampai 0°C bahkan minus.
Ketika malam hari tidak jarang masyarakat sekitar membuat perapian didepan rumah atau ditungku dapur. Tumari juga berpesan beberapa hal yang perlu diperhatikan dan diikuti ketika berada di Ngadas bahwa untuk tidak mematikan api menggunakan air, kemudian ketika menyapu di malam hari sampahnya tidak boleh dibuang langsung ke tanah, dan ketika berkegiatan dimalam hari maksimal jam 9 malam sudah selesai.