Esai

Resensi Buku; Buku Sekali Duduk untuk Memperbaiki Hidup

×

Resensi Buku; Buku Sekali Duduk untuk Memperbaiki Hidup

Sebarkan artikel ini

Judul buku : Buku Sekali Duduk untuk Memperbaiki Hidup
Penulis : Najwa Dzahin
Jumlah halaman : 230 halaman
Peresensi : Ummi Ulfatus Syahriyah

“Sudah bukan saatnya kita memberikan panggung kepada orang lain untuk mendikte definisi kebahagiaan yang kita jalani.”

Setiap dari kita memiliki definisi kebahagiaan sendiri dan berhak merealisasikannya sendiri. Kiranya ketika melihat orang yang lebih sukses atau memiliki level kehebatan yang terlampau tinggi dari diri kita hendaknya mengambil inspirasi. Kebahagiaan kita akan terpenjara dengan barometer orang lain jika kita hanya membandingkan kelebihan dan kekurangan saja dengan orang lain.

Sebuah buku dengan judul “Buku Sekali Duduk untuk Memperbaiki Hidup” karya Najwa Dzahin merupakan buku dengan genre motivasi islami yang -insyallah- akan mengantarkan pembaca pada kehidupan yang lebih bermakna dan bahagia. Tentunya disokong dengan keinginan yang ada pada diri sendiri.

Buku ini terdiri dari empat bab yang menjawab dari beragam persoalan; mengapa hidupku tak bahagia?; mengapa hidupku tak bermakna?; mengapa orang-orang menjauh?; mengapa aku tidak meraih apa-apa?; dan mengapa aku jatuh terlalu dalam?

Untukmu yang sedang terpuruk dan merasa pada posisi terendah dalam hidup, jangan merasa engkau adalah orang paling susah dan sedih. Karena nyatanya banyak orang yang senasib namun tidak menampakkan kesedihan yang ada pada jiwa-jiwa mereka. Mengolah rasa sedih untuk menuju kebahagiaan. Definisi bahagia dapat kita produksi dan ciptakan sendiri.

Seringkali yang membuat berat itu bukan apa kata orang namun persepsi kita yang menerimanya, mengolah dan memprosesnya dalam mindset kita.

Pada awal bab buku ini kita diarahkan untuk melakukan perbaikan dalam hidup; darimana kita kita harus melakukan perubahan dan bagaimana harus melangkah?

Sejatinya kesulitan yang kita hadapi dalam hidup adakalanya bentuk cinta kasih dari Allah untuk menaikkan derajat hamba Nya.

Dalam kutipan buku ini, Rasulullah bersabda, diriwayatkan dari Anas bin Malik r.a yang artinya;
“Sesungguhnya besarnya pahala itu beriringan dengan beratnya ujian. Sungguh, jika Allah mencintai suatu kaum maka Allah akan menimpakan ujian untuk suatu kaum. Barangsiapa yang rida maka ia akan meraih rida Allah. Barangsiapa yang tidak suka, maka Allah pun akan murka.

Diantara pondasi kebaikan yang perlu dibangun adalah; memperbaiki salat, senantiasa melibatkan Allah dalam segala hal, melakukan ibadah dengan penuh khudur qalb, menghidupkan sepertiga malam, menyibukkan diri dengan istighfar dan dzikir, memberikan ruang jeda untuk diri sendiri, sering-sering membaca Al Quran, senantiasa menyirami hati dengan nasihat-nasihat, mengisi tubuh dengan hal-hal yang halal dan baik, dan memperbaiki keimanan.

“Tak perlu menolak kenyataan jika kita diciptakan tidak dengan kelebihan yang orang lain miliki. Tak perlu bersedih dan berduka hati. Kita hanya perlu menggali dan menemukan sesuatu yang bisa membuat kita bersinar di atas kaki sendiri.” (hal. 79)

Kita memiliki langit dengan taburan bintang sendiri, yang bisa kita raih sendiri. Tak perlu berusaha meraih apa yang orang lain miliki, fokus terhadap diri sendiri dan ciptakan langkah hebat sendiri!

Jangan masuk terlalu jauh dalam kehidupan orang lain jika memang hal itu memberikan dampak buruk pada diri, jika dengannya akan mengusik ketenangan dan kenyamanan. Lebih baik mendekatkan diri pada orang-orang yang dapat menginspirasi.

Sejatinya kita tak dituntut menjadi orang yang hebat melainkan menjadi penebar manfaat. Orang hebat akan membuat kita terpana namun orang yang bermanfaat akan disyukuri dan dirindukan kehadirannya. Jangan sampai orang yang mengenalmu tidak sama sekali merasakan manfaat darimu, sekecil apapun.

Sejatinya berbuat baik pada orang lain itu berbuat baik pada diri sendiri, in ahsantum ahsantum, lianfusikum (Qs. Al Isra ayat 7)

Setiap manusia memiliki ruangnya sendiri, jeda untuk intropeksi, berkembang, tumbuh, mengeluh, bersedih, berbuat salah, dan meraih kebahagiaan. Setiap ruang berhak mendapatkan porsi. Namun porsi besar harus didedikasikan pada hal positif yang mengarahkan hidup pada alur yang lebih baik. Karena “Beautiful things happen when you distance yourself from negativity.” (hal. 115)

Bukan berarti dengan adanya masalah kita harus pergi, justru kita harus menuntaskannya dengan baik. Salah bukan berarti kita payah, kadang kita salah untuk mengambil value dari sana.

Pada penghujung bab, mengulas ruang-ruang untuk tumbuh. Sudah seharusnya kita tumbuh dan bermekaran menjadi bunga yang semerbak wanginya dirasakan banyak orang.

“Saat kamu lebih berani membuka pintu-pintu yang tertutup, saat itulah kamu akan menemukan lebih banyak hal indah. Memang, tak semua pintu menyimpan hal indah. Sesekali kamu akan dibuat kecewa. Sesekali kamu akan merasa gagal. Tapi dibandingkan tidak melakukan apa-apa karena takut gagal, tentu lebih baik untuk memilih berproses dan menikmati setiap jatuh-bangun yang ada.” (hal. 225)