FeatureFragmen

Biografi KH Suharbillah, Sang Inisiator Pagar Nusa Asal Kabupaten Trenggalek

×

Biografi KH Suharbillah, Sang Inisiator Pagar Nusa Asal Kabupaten Trenggalek

Sebarkan artikel ini

UrupediaKH. Suharbillah merupakan salah satu pendiri dari Pencak Silat Nahdlatul Ulama (PSNU) Pagar Nusa. Tak banyak yang tahu bahwa beliau merupakan pria kelahiran dari Kabupaten Trenggalek.

Lahir

KH. Suharbillah Lahir di Desa Prambon, Kecamatan Tugu, Kabupaten Trenggalek Trenggalek, Jawa Timur, pada 1948.

Wafat

KH. Suharbillah wafat pada hari Senin, 25 Agustus 2014 pukul 20.00 di Sedayu, Gresik, Jawa timur. Beliau dikebumikan di di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Sedayu Gresik.

Pendidikan

KH. Suharbillah menempuh pendidikan agama dikampung halamannya, kemudian beliau meneruskan belajar agama di Pesantren Kedunglo, Kediri, selama setahun.

Setelah satu tahun nyantri di Kedunglo, beliau melanjutkan pendidikannya di Sekolah Persiapan Institut Agama Islam Negeri Surabaya. Usai menempuh pendidikan di Surabaya, kemudian beliau kembali ke pondok Kedunglo.

Baru satu tahun mondok, ayahnya wafat dan beliau kemudian pindah ke Surabaya mengikuti kakaknya yang menjadi anggota KKO-AL (kini Marinir AL).

Di Surabaya, meskipun kuliah di IAIN, beliau terus ingin tinggal dan mengaji di pesantren. KH. Suharbillah memutuskan untuk memilih Pesantren Sidoresmo atau lebih dikenal dengan Pesantren Dresmo untuk nyantri.

Alhamdulillah, kok kerasan sampai sekarang. Bahkan saya masih punya kamar di asrama putra, yang saya tempati sejak pertama kali nyantri,” ujar KH. Suharbillah.

Saat KH. Suharbillah awal nyantri di Pesantren Dresmo, beliau diasuh langsung oleh KH. Mas Muhajir yang merupakan cicit sang pendiri pesantren. Dari KH. Mas Muhajir yang alim dan wara’ ini, KH. Suharbillah merasakan kecipratan berkahnya.

“Dulu saya pernah sowan minta ijazah ini-itu tetapi selalu ditolak,” kenang KH. Suharbillah.

“Waktu itu beliau cuma bilang, ‘Gampang, sampeyan niku tanggungan kula.’ (Gampang, Anda itu tanggungan saya). Alhamdulillah, hingga kini setiap kali menghadapi masalah berat, saya selalu mengirim surah Al-Fatihah dan bertawasul kepada Allah SWT melalui beliau, dan Allah pun selalu membukakan jalan,” paparnya.

Guru

KH. Mas Muhajir
KH. Maksum Djauhari (​Gus Maksum).

Mengajar

37 tahun lamanya KH. Suharbillah mengabdi di pesantren yang didirikan oleh Sayid Ali Ashghar, yang merupakan putra Sayid Sulaiman Bethek, Mojoagung, Mojokerto. Beliau bahkan dipercaya menjadi kepala sekolah selama 35 tahun. Beliau juga dipercaya sebagai koordinator kepala sekolah di lingkungan Yayasan An-Najiyyah.

Murid

Murid-murid KH. Suharbillah adalah mereka yang menjadi santrinya saat beliau mengajarkan ilmunya, yaitu:

  • Para santri di pesantren Sidoresmo, Surabaya
  • Murid-murid di Yayasan An-Najiyyah Surabaya
  • Murid-murid beliau para pesilat Pagar Nusa
Jasa
Sang Inisiator Pagar Nusa

Pagar Nusa dibentuk pada 3 Januari 1986 di Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, Jawa Timur. NU mengesahkan pendirian dan kepengurusannya melalui Surat Keputusan tertanggal 9 Dzulhijjah 1406/16 Juli 1986.

KH Suharbillah merupakan salah satu pendiri dari Pagar Nusa dan beliaulah sang inisiatornya. Awal mulanya pada tahun 1985, KH. Suharbillah sowan KH Mustofa Bisri, Rembang dan mengungkapkan keinginannya untuk membentuk organisasi dari para pendekar Nahdlatul Ulama.

Kemudian, KH Suharbillah menemui KH. Agus Maksum Jauhari dari Pondok Pesantren Lirboyo Kediri. Dimana KH. Agus Maksum Jauhari ini sudah masyhur di bidang beladiri.

Pada tanggal 27 September 1985 M atau 12 Muharram 1406 H, berkumpulah para kiai dan pendekar di pondok pesantren Tebuireng Jombang, Jawa Timur. Tujuannya untuk membentuk suatu wadah yang membidangi pencak silat di bawah naungan Nahdlatul Ulama (NU).

Dalam musyawarah tersebut, dihadiri oleh beberapa tokoh pencak silat dari daerah Jombang, Ponorogo, Pasuruan, Nganjuk, Kediri, serta Cirebon, bahkan ada juga yang dari pulau Kalimantan.

Kemudian musyawarah selanjutnya, dilaksanakan di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri pada tanggal 3 Januari 1986. Dalam musyawarah ini disepakati susunan pengurus Harian Jawa Timur yang merupakan embrio dari pengurus pusat.

Dalam musyawarah ini Gus Maksum dipilih sebagai ketua umumnya. Organisasi pencak silat ini pun disepakati dengan nama Ikatan Pencak Silat Nahdlatul Ulama yang disingkat IPS-NU. Sekarang menjadi Pencak Silat Nahdlatul Ulama atau PSNU.

KH. Anas Thohir yang merupakan Ketua PWNU Jawa Timur kemudian mengusulkan nama Pagar Nusa. Nama ini berasal dari KH. Mujib Ridlwan, Surabaya. Beliau merupakan putra dari KH. Ridlwan Abdullah yang merupakan pencipta lambang NU. Pagar Nusa merupakan kepanjangan dari Pagarnya NU dan Bangsa.

Mengusulkan Lambang

KH. Suharbillah mengusulkan lambang untuk Pagar Nusa, dengan bentuk segi lima yang berwarna dasar hijau dengan bola dunia di dalamnya. Kemudian pada depannya ada pita bertuliskan “Laa ghaliba illa billah” yang berarti ”Tiada yang menang kecuali mendapat pertolongan dari Allah”.

Lambang Pagar Nusa ini terdapat bintang sembilan dan trisula sebagai simbol pencak silat. Kalimat ”Laa ghaliba illa billah” sendiri merupakan usul dari KH. Sansuri Badawi untuk mengganti kalimat sebelumnya, yang bertuliskan ”Laa ghaliba ilallah”.

Dalam rangka membentuk susunan pengurus di tingkat nasional. Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) membuat surat pengantar kesediaan untuk menjadi pengurus. Kemudian pengukuhannya dilakukan secara langsung oleh Rais Aam PBNU KH. Achmad Siddiq dan Ketua Umum PBNU KH. Abdurrahman Wahid.

Melestarikan Pencak Silat Pesantren

KH. Suharbillah merupakan kiai dan pendekar pencak silat. Beliau dikenal sebagai kiai dan pendekar pencak silat. Supaya lebih kuat, ilmu bela diri itu harus dilengkapi dengan ilmu batin, berupa tirakat, doa, dan berbagai wirid.

Banyaknya fenomena supranatural di awal tahun 2004 dengan didukung media massa, ternyata membuat kalangan ulama pesantren menjadi gelisah. Tak hanya dikarenakan idiom-idiom keagamaan yang dipamerkan dengan kemampuan supranatural.

Melainkan ada kekhawatiran peristiwa yang negatif yang dapat merusak mentalitas dan akidah umat. Tentunya para kiai yang kebetulan bersentuhan langsung dengan bidang supranatural yang dalam agama dinamakan ilmu hikmah.

Salah satunya yaitu KH. Suharbillah yang merupakan pengajar di Pondok Pesantren Sidoresmo, Surabaya, dan merupakan guru besar pemimpin Ikatan Pencak Silat Pagar Nusa yang bernaung di NU.

Menurutnya, di zaman modern sekarang ini marak bisnis ilmu hikmah. Hal ini tidak bisa dilepaskan dari budaya masyarakat yang serba instan.

“Sekarang ini masyarakat kan maunya serba praktis dan instan. Ingin mempunyai kekuatan dan kemampuan, tapi tidak mau belajar dan bersusah payah,” tuturnya.

Gara-gara budaya ini, menurut KH. Suharbillah muncul orang-orang yang mengaku bisa mentransfer ilmu ghaibnya. Tentunya menggunakan imbalan uang, sehingga orang bisa mendadak sakti.

Untuk menarik masyarakat pun, mereka juga menggunakan nama yang aneh-aneh. Seperti Ki, Romo bahkan ada yang menggunakan sebutan Gus, padahal mereka bukan keturunan kiai.

“Parahnya, ilmu yang disenangi masyarakat biasanya justru yang aneh-aneh dan rada gendheng (agak gila). Apalagi biasanya pembelajarannya sepotong-sepotong. Ini berbahaya. Sebab, pengajaran instan itu biasanya tidak dilengkapi dengan ilmu tauhid dan akhlak, hingga rentan terhadap munculnya kemusyrikan, karena salah niat. Juga karena mengultuskan sesuatu, dan karena kesombongan,” ulasnya.

Karir

KH. Suharbillah pernah diamanahi menjadi Ketua Umum Pagar Nusa setelah Gus Maksum Jauhari atau periode kedua. Beliau juga menjadi pengasuh di di pesantren Kepala sekolah di Yayasan An Najiyah Surabaya

Dikumpulkan Tim Media Urup dari berbagai sumber

Index