Urupedia – Kementerian Agama (Kemenag) sedang merancang regulasi untuk kemasjidan. Tujuannya adalah menciptakan masjid yang profesional, moderat, dan berdaya. Untuk mewujudkan ini, diperlukan kerja sama lintas sektor, termasuk dengan dunia usaha.
Hal ini disampaikan oleh Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Kemenag, Adib, dalam acara ‘Kolaborasi Pentahelix dalam Pemberdayaan Masjid di Indonesia’ pada Sarasehan Kemasjidan dan Lokakarya Nasional Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) di Jakarta, Kamis (18/7/2024).
“Kolaborasi ini melibatkan akademisi, dunia usaha, tokoh masyarakat, dan pemerintah daerah untuk memberdayakan masjid. Sebagai contoh, di salah satu provinsi, pemerintah daerah menjalankan program kredit tanpa agunan untuk jemaah masjid, yang cukup direkomendasikan oleh ketua Dewan Kemakmuran Masjid (DKM), maka diberikan kesempatan untuk memperoleh kredit usaha mikro,” ujarnya, dilansir dari Kemenag RI, Sabtu (20/07/2024).
Selain fokus pada pemberdayaan ekonomi, Adib juga menekankan pentingnya peran akademisi dan ulama dalam meningkatkan literasi keagamaan di masjid. Menurutnya, masjid tidak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah, tetapi juga sebagai pusat penguatan literasi keagamaan.
“Sebuah studi mengungkapkan bahwa sebagian besar umat Islam memperoleh pencerahan keagamaannya melalui masjid. Di masjid, ada stakeholder seperti takmir, marbot, majelis taklim, dan lainnya yang butuh literasi. Dengan jumlah masjid yang sangat banyak, tempat ibadah ini memiliki potensi besar untuk memperkuat literasi keagamaan,” ungkapnya.
Adib berharap, diskusi ini dapat menghasilkan ide dan masukan untuk memperkuat regulasi, sehingga masjid di Indonesia bisa menjadi lebih profesional, moderat, dan berdaya, serta dapat menyejahterakan para takmir dan marbot.
“Harapan ini merupakan bagian dari upaya bersama untuk mendorong manajemen masjid yang profesional, agar dapat meningkatkan kepercayaan jemaah dan masyarakat,” pungkasnya.