Feature

Mengenal Syekh Mutawalli Assya’rawi, Sang Mujaddid Abad 20

×

Mengenal Syekh Mutawalli Assya’rawi, Sang Mujaddid Abad 20

Sebarkan artikel ini
Mengenal Syekh Mutawalli Assya’rawi, Sang Mujaddid Abad 20
Mengenal Syekh Mutawalli Assya’rawi, Sang Mujaddid Abad 20-credit google

Urupedia – Syekh Mutawalli Assya’rawi merupakan ulama terkenal sekaligus pemikir popular Mesir yang disebut-sebut sebagai mujaddid (pembaharu) abad 20.

Beliau lahir pada hari Ahad, 17 Rabi’ul Akhir, 1329 H atau bertepatan dengan 16 April 1911 M di Desa Daqadus, Distrik Mith Ghamr, Provinsi Daqahlia, Republik Arab Mesir dengan nama lengkap Muhammad Mutawalli asy-Sya’rawi Al Husaini.

Syekh Assya’rawi cukup berpengaruh pada abad 20 dalam berbagai bidang antara lain, keagamaan, sosial maupun politik internasional. Syekh As-sya’rawi lahir dari keluarga sederhana namun sangat terhormat yang nasabnya bersambung pada Rasulullah Saw melalui jalur sayyidina Hasan bin Ali Karamallahu Wajhah. Ayahnya merupakan seorang petani sekaligus pedagang yang sangat cinta dengan ilmu pengetahuan.

Pendidikan

Syaikh asy-Sya’rawi kecil mulai menghafal al-Qur’an dan memulai belajarnya di Madrasah Ibtidaiyah al-Azhar, Zaqaziq pada tahun 1926. Selanjutnya ia melanjutkan pendidikannya ke Madrasah Tsanawiyah di tempat yang sama dan lulus pada tahu 1936.

Di sanalah minat dan kemampuan Syekh As-Sya’rawi terhadap syair dan sastra berkembang pesat, sampai-sampai ia dipercaya menjadi ketua perkumpulan sastrawan di Zaqaziq. Diantara rekan-rekan beliau adalah Dr. Muhammad Abdul Mun’im Khafaji (Penyair Thahir Abu Fasya), Prof. Khalid Muhammad Khalid, Dr. Ahmad Haikal, Dr. Hassan Gad.

Menjelang dewasa, asy-Sya’rawi diutus oleh ayahnya untuk melanjutkan pendidikannya di universitas Al-Azhar Kairo. Meskipun pada awalnya beliau tidak ingin melanjutkan belajarnya karena beliau ingin membantu ayahnya menekuni pertanian, tetapi keinginan ayahnya yang terlampau besar mengalahkan semuanya. Akhirnya asy-Sya’rawi resmi terdaftar di Fakultas Bahasa Arab universitas Al-Azhar Kairo tahun 1937 M.

Syaikh asy-Sya’rawi tamat dari al-Azhar tahun 1940 M dengan gelar S1. Lalu beliau mendapat izin mengajar pada tahun 1943 M setelah menyelesaikan pendidikan Master of Art. Ia ditugasi mengajar di Thanta, Zaqaziq, dan selanjutnya di Iskandaria.

Setelah masa pengalaman yang panjang di negerinya, Syaikh asy-Sya’râwi pindah ke Arab Saudi pada tahun 1950 M, untuk menjadi dosen syari’ah di Universitas Ummu al-Qurra. Beberapa tahun kemudian, ia kembali ke kampung halamannya.

Di Kairo, ia diangkat sebagai direktur di kantor Syaikh al-Azhar Syaikh Husain Ma’mun, kemudian menjadi duta al-Azhar di Aljazair dan menetap selama tujuh tahun di sana. Setelah itu ia kembali lagi ke Kairo, ditugasi sebagai kepala Departemen Agama Provinsi Gharbiyah dan utusan khusus al-Azhar untuk mengajar di Universitas King Abdul Aziz, Arab Saudi.

Pada bulan November 1976 M, Perdana Menteri Mesir, Mamduh Salim, memilihnya untuk memimpin Departemen Urusan Wakaf dan Urusan al-Azhar. Perannya bagi al-Azhar dan pemerintahan Mesir sungguh luar biasa. Ia seorang ahli agama yang juga sangat handal dalam tata administrasi pemerintahan.

Sekalipun menduduki kedudukan elit dan termasyhur, sikap wara’ dan tawadhunya tidak luntur. Ia juga seorang yang amat pemurah dan menafkahkan gaji yang diperolehnya bagi para pelajar, mahasiswa, hafidz al-Quran dan orang-orang miskin.

Bahkan, royalti atas karya-karyanya banyak digunakannya untuk kegiatan-kegiatan sosial seperti membangun sekolah, masjid, memberikan santunan dan sebagainya. Selain berpengetahuan luas, asy-Sya’rawi juga amat menguasai bahasa dialektika. Kedua kemampuan ini menjadikannya ulama dan muballigh yang handal.

Keluarga

Setelah menikah, Syaikh asy-Sya’rawi dikaruniai tiga orang putra dan dua orang putri: Sami, Abdul Rahim, Ahmad, Fathimah dan Shalihah. Baginya, faktor utama keberhasilan pernikahannya adalah ikhtiar dan kerelaan antara suami dan istri.

Mengenai pendidikan anaknya, ia berkata: “Yang terpenting dalam mendidik anak adalah suri teladan. Seandainya didapatkan suri teladan yang baik, seorang anak akan menjadikannya sebagai contoh. Maka seorang anak harus dicermati dengan baik, dan di sana terdapat perbedaan antara mengajari anak dan mendidiknya.

Karya

Syaikh asy-Sya’rawi memiliki kemampuan luar biasa dalam menginterpretasikan masalah agama dengan mudah dan sederhana baik secara lisan maupun melalui tulisan. Sehingga beliau pun memiliki impact besar dalam dakwah Islam. Beliau juga diberi gelar oleh rekan sejawat sesama ulama di Mesir dengan gelar Imam ad-Du’at (Imam para Da’i).

Adapun karya-karya syekh As-sya’rawi antara lain:

  1. Al-Isra’ wa al-Mi’raj (Peristiwa Isra dan Mi’raj).
  2. Asrar Bismillahirrahmanirrahim (Rahasia di balik kalimat Bismillahirrahmanirrahim).
  3. Al-Islam wa al-Fikr al-Mu’ashir (Islam dan Pemikiran Modern).
  4. Al-Islam wa al-Mar’ah: ‘Aqidah wa Manhaj ( Islam dan Perempuan, Akidah dan Metode).
  5. Asy-Syura wa at-Tasyri’ fi al-Islam (Musyawarah dan Pensyariatan dalam Islam).
  6. Ash-Shalah wa Arkan al-Islam (Shalat dan Rukun-rukun Islam).
  7. Ath-Thariq ila Allah (Jalan Menuju Allah).
  8. Al-Fatawa (Fatwa-fatwa).
  9. Labbayk Allahumma Labbayka (Ya Allah Kami Memenuhi PanggilanMu).
  10. Mi-ah Su-al wa Jawab fi al-Fiqh al-Islam (100 Soal Jawab Fiqih Islam).
  11. Al-Mar’ah Kama Aradaha Allah (Perempuan Sebagaimana yang Diinginkan Allah).
  12. Mu’jizah al-Qur’an Min Faydhi al-Qur’an (Kemukjizatan Al-Quran Diantara Limpahan Hikmah Al-Quran).
  13. Nadzarat al-Qur’an (Pandangan-pandangan Al-Quran).
  14. ‘Ala Ma-idah al-Fikr al-Islamiy (Di Atas Hidangan Pemikiran Islam).
  15. Al-Qadha wa al-Qadar (Qadha dan Qadar).
  16. Hadza Huwa al-Islam (Inilah Islam).
  17. Al-Muntakhab fi Tafsir al-Qur’an al-Karim (Pilihan dari Tafsir Al-Quran Al-Karim).
  18. Al-Hayah wa al-Maut (Hidup dan Mati).
  19. At-Taubah (Taubat).
  20. Adz-Dzalim wa adz-Dzalimun (Dzalim dan Orang-orang yang Dzalim).
  21. Sirah an-Nabawiyyah (Sejarah Kenabian).

Karya-karya beliau dapat dipahami sebagai wujud perpaduan keindahan dan penguasaan sastrawi, fikih, akidah, tafsir, hingga permasalahan kontemporer kehidupan Muslimin. Para ulama Mesir mengakui kepiawaiannya di bidang tafsir dan fiqh perbandingan madzhab.

Ia juga amat menguasai bahasa dialektika, sehingga Syaikh Ahmad Bahjat dan Syaikh Yusuf al-Qaradhawi menyebutkan Syaikh asy-Sya’rawi sebagai seorang ahli tafsir kontemporer yang dapat menafsirkan ayat-ayat al-Quran dengan metode yang mudah dipahami orang umum. Bahasanya lugas dan mudah, tapi mendalam.

Wafat

“Tanah kelahiranku lebih layak menerima jasadku hingga ia dapat memelukku ketika aku mati sebagaimana aku memeluknya dan memeliharanya ketika hayatku,” demikian kalimat yang dilontarkan As-Sya’rawi ketika Raja Saudi menawarkan kepadanya tanah pekuburan di Baqi’. Demikian adalah bentuk kecintaan As-Sya’rawi atas kampung halamannya.

Pada pagi Rabu 17 Juni 1998 M/22 Shafar 1419 H, Syaikh asy-Sya’rawi kembali ke haribaan Ilahi, dalam usia 87 tahun. Saat pemakamannya, ratusan ribu orang memadati kuburnya di Kampung Daqadus, sebagai penghormatan terakhir seorang mujaddid..

Index