
Urupedia.id- Rabu 18 Juni 20205- Konflik yang memanas antara Israel dan Iran pada Juni 2025 telah memicu gejolak signifikan di lanskap geopolitik dan ekonomi global.
Eskalasi ini, yang ditandai dengan keterlibatan militer langsung dan peningkatan status siaga, menghadirkan tantangan besar, terutama bagi negara-negara dengan ekonomi yang terintegrasi erat dengan perdagangan dan pasar energi global seperti Indonesia.
Dampak langsungnya terlihat dari lonjakan harga minyak dunia dan sorotan baru terhadap kerapuhan rantai pasok internasional, yang mendorong banyak negara untuk mengevaluasi kembali ketahanan ekonomi dan kerentanan strategis mereka.
Lonjakan harga minyak global yang terjadi secara cepat didorong oleh premi risiko geopolitik dan kekhawatiran mendalam akan gangguan pasokan di masa depan, khususnya dari Selat Hormuz, alih-alih kerusakan fisik yang meluas pada aliran minyak Iran yang sebenarnya.
Pasar saat ini menilai potensi risiko, bukan kekurangan pasokan yang ada, menjadikan responsnya sangat spekulatif dan didorong oleh ketakutan.
Konflik Israel-Iran ini bukanlah peristiwa yang terisolasi, melainkan lapisan gangguan kritis baru pada sistem rantai pasok global yang sudah rapuh.
Hal ini menciptakan efek berlipat ganda yang dapat mempercepat pergeseran strategis seperti nearshoring dan diversifikasi dari rute-rute yang sudah mapan.
Tekanan kolektif ini memaksa bisnis untuk mempertimbangkan kembali model rantai pasok yang telah lama ada dan mempercepat langkah menuju regionalisasi atau diversifikasi, secara fundamental membentuk kembali aliran perdagangan global di luar zona konflik langsung.
Dinamika Konflik Israel-Iran: Serangan, Balasan, dan Peran Internasional
Fase konflik Israel-Iran saat ini, yang oleh beberapa analis disebut “Operation Rising Lion,” merupakan puncak signifikan dari konfrontasi militer yang dimulai pasca serangan 7 Oktober 2023.
Pasukan Israel melancarkan serangan dahsyat ke jantung struktur nuklir dan militer Iran pada 13 Juni 2025, mengerahkan pesawat tempur dan drone yang sebelumnya diselundupkan ke negara itu untuk menyerang fasilitas-fasilitas utama dan membunuh jenderal serta ilmuwan terkemuka.
Serangan-serangan ini dilaporkan menargetkan fasilitas nuklir dan militer, merusak pertahanan udara dan pangkalan rudal Iran, serta menewaskan lebih dari 200 orang di Iran hingga 15 Juni.
Badan Energi Atom Internasional (IAEA) mengkonfirmasi bahwa serangan Israel telah berdampak pada infrastruktur bawah tanah di situs nuklir Natanz, merusak ribuan sentrifugal.
Israel juga menyerang Pangkalan Rudal Tehrani Moghaddam, salah satu situs militer paling sensitif Iran, yang menyebabkan kerusakan signifikan.
Hingga 17 Juni, Israel telah melakukan 197 serangan udara dan menghancurkan lebih dari 70 sistem pertahanan udara Iran, membangun superioritas udara di Iran barat dan Tehran.
Iran membalas dengan meluncurkan ratusan rudal balistik dan kendaraan udara tak berawak (UAV) terhadap Israel, meskipun volume tembakan rudal Iran dilaporkan menurun dalam beberapa hari berikutnya, menunjukkan degradasi kemampuan mereka.
Tujuan kampanye militer Israel tampaknya melampaui sekadar pencegahan; kampanye ini bertujuan untuk secara fundamental merusak kemampuan Iran dan berpotensi memicu perubahan politik internal.
Serangan Israel pada infrastruktur energi sipil dan target lainnya bertujuan untuk meningkatkan penderitaan warga Iran biasa, dengan harapan memicu semacam perubahan rezim, baik melalui kudeta militer, pemberontakan rakyat, atau kombinasi keduanya.
Amerika Serikat dilaporkan membantu Israel mencegat rudal-rudal Iran dan telah memposisikan kembali aset udara dan laut tambahan ke wilayah tersebut.
Presiden Trump, meskipun mengetahui rencana Israel sebelumnya dan mendukungnya, juga menyatakan keinginan untuk kesepakatan nuklir yang dinegosiasikan dengan Iran, mengisyaratkan bahwa serangan tersebut mungkin memaksa Iran untuk mencapai kesepakatan.
Posisi Amerika Serikat di bawah Presiden Trump dicirikan oleh perpaduan yang kompleks dan berpotensi kontradiktif antara dukungan untuk tindakan Israel, keinginan untuk kesepakatan nuklir dengan Iran, dan keengganan untuk sepenuhnya terlibat dalam perang Timur Tengah lainnya.
Ambigu ini menciptakan lingkungan berbahaya untuk salah perhitungan, karena baik Iran maupun Israel dapat salah menafsirkan sejauh mana batas toleransi Amerika Serikat atau kesediaannya untuk melakukan eskalasi.
Guncangan Pasar Global: Volatilitas Harga Minyak dan Disrupsi Rantai Pasok
Konflik yang memanas di Timur Tengah telah mengirimkan gelombang kejut langsung ke pasar energi global, terutama dalam bentuk kenaikan tajam harga minyak.
Harga minyak mentah Brent, patokan internasional utama, melonjak ke level tertinggi enam bulan sebesar $74 per barel setelah serangan awal Israel pada 13 Juni 2025, dan terus naik hingga mendekati $78 per barel pada 17 Juni.
Meskipun kenaikan harga ini terjadi tanpa gangguan besar langsung pada aliran minyak Iran secara keseluruhan, reaksi pasar sebagian besar didorong oleh premi risiko geopolitik yang meningkat dan kekhawatiran mendalam akan konflik regional yang lebih luas yang berdampak pada jalur pelayaran kritis.
Potensi penutupan Selat Hormuz, tempat transit sekitar 25 persen pasokan minyak dunia, membayangi sebagai skenario bencana yang dapat mendorong harga minyak hingga $100 per barel atau lebih.
Lonjakan harga minyak saat ini terutama merupakan “premi ketakutan” daripada konsekuensi langsung dari kekurangan pasokan yang mendesak.
Hal ini membuat pasar sangat sensitif terhadap retorika atau peristiwa apa pun yang mengisyaratkan eskalasi lebih lanjut, bahkan jika pasokan fisik sebagian besar tidak terpengaruh untuk saat ini.
Sementara itu, rantai pasok global menghadapi gangguan yang semakin intensif pada tahun 2025 karena ketidakstabilan geopolitik, krisis Laut Merah (memaksa pengalihan rute di sekitar Afrika, menambah 7-10 hari dan $1 juta per perjalanan, mengurangi kapasitas sebesar 15%), tantangan Terusan Panama (kekurangan air mengurangi transit), dan tarif pemilihan umum baru di AS. Faktor-faktor ini menciptakan “badai sempurna” bagi perdagangan global.
Konflik Israel-Iran memperburuk sistem rantai pasok global yang sudah rapuh ini, menciptakan krisis berlapis-lapis yang meluas jauh melampaui energi, memengaruhi beragam industri dan mempercepat pergeseran jangka panjang dalam strategi manufaktur dan logistik global.
Indonesia di Tengah Badai Geopolitik: Tekanan Ekonomi dan Fiskal
Indonesia mendapati dirinya menavigasi lanskap ekonomi yang kompleks, dengan konflik Timur Tengah yang meningkat menimbulkan tekanan eksternal yang signifikan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati secara eksplisit telah memperingatkan akan meningkatnya risiko ekonomi, menggambarkan situasi tersebut sebagai “kombinasi berbahaya antara kenaikan harga dan melemahnya pertumbuhan global” yang menuntut pemantauan ketat.
Lonjakan harga minyak global secara langsung menekan anggaran negara Indonesia, yang menanggung beban subsidi energi, dan berisiko melemahkan Rupiah, berpotensi menyebabkan arus keluar modal.
Perkembangan semacam itu dapat mendorong kenaikan suku bunga global, menciptakan efek riak bagi pasar negara berkembang seperti Indonesia, di mana inflasi dan perlambatan ekonomi yang terjadi secara bersamaan akan menjadi kombinasi yang berbahaya.
Meskipun menghadapi tantangan eksternal ini, ekonomi domestik Indonesia menunjukkan ketahanan hingga Mei 2025, dengan inflasi yang terkendali (1,6 persen), pasokan pangan yang kuat, dan investasi infrastruktur yang positif.
Namun, tekanan eksternal dari konflik Timur Tengah, khususnya kenaikan harga minyak dan potensi arus keluar modal, merupakan ancaman signifikan yang dapat mengikis stabilitas ini dan memerlukan respons kebijakan fiskal dan moneter yang adaptif.
Ini menunjukkan bahwa meskipun fundamental internal kuat, mereka tidak kebal terhadap guncangan eksternal yang parah.
Konflik bertindak sebagai uji stres, memaksa pemerintah untuk mempertahankan kebijakan fiskal yang “kredibel dan adaptif” untuk mengurangi risiko ini, menyiratkan pergeseran dari pertumbuhan proaktif ke stabilitas defensif.
Implikasi langsung dari konflik Timur Tengah sangat terasa dalam sektor energi Indonesia, khususnya oleh perusahaan energi milik negara Pertamina.
Mengakui kerentanan inheren jalur pelayaran minyak global, Pertamina telah meningkatkan kewaspadaannya, melakukan pemantauan rutin terhadap kapal tanker yang memasok minyak mentah ke Indonesia.
Meskipun operasi sejauh ini belum terpengaruh, perusahaan telah secara proaktif menyiapkan rencana kontingensi komprehensif, termasuk pemetaan rute pengiriman alternatif, untuk memastikan pasokan minyak dari Timur Tengah tidak terganggu jika terjadi eskalasi lebih lanjut.
Kejelian strategis ini sangat penting, terutama mengingat serangan Israel dilaporkan menyebabkan penghentian sebagian produksi gas di ladang South Pars Iran, menyoroti dampak langsung pada infrastruktur energi regional.
Langkah-langkah proaktif Pertamina, seperti pemetaan rute pengiriman alternatif, menggarisbawahi kerentanan mendalam Indonesia sebagai negara pengimpor minyak terhadap ketidakstabilan geopolitik Timur Tengah.
Hal ini terjadi meskipun ada penilaian global yang lebih luas tentang pasar yang “terpasok dengan baik”. Tindakan Pertamina menunjukkan bahwa, dari perspektif nasional Indonesia, konflik tersebut merupakan risiko gangguan besar, yang mendorong fokus pada pengamanan jalur pasokan tertentu.
Ini mengungkapkan perbedaan kritis antara angka pasokan global agregat dan tantangan praktis di tingkat nasional dalam mengamankan impor energi di tengah konflik regional.
Pemerintah perlu untuk menjaga stabilitas harga dan Rupiah yang kuat merupakan perhatian utama Bank Indonesia di tengah ketidakpastian global saat ini.
Pada Mei 2025, inflasi utama Indonesia berada pada tingkat yang terkendali sebesar 1,6 persen secara tahunan, nyaman dalam kisaran target Bank Indonesia 1,5-3,5 persen.
Pencapaian ini mencerminkan kebijakan moneter proaktif bank sentral dan langkah-langkah dukungan pemerintah, termasuk pasokan pangan yang kuat dan deflasi yang didorong oleh panen pada komoditas utama.
Namun, pengamatan lebih dekat menunjukkan bahwa inflasi inti, yang tidak termasuk komponen volatil, lebih tinggi pada 2,4 persen di bulan Mei, menandakan tekanan sisi permintaan yang mendasari dan pass-through biaya impor.
Stabilitas Rupiah tetap krusial untuk pengendalian inflasi, dengan kekuatan persisten dolar AS dan pergeseran sentimen risiko global menimbulkan risiko depresiasi baru, yang secara langsung akan memicu inflasi impor.
Bank Indonesia telah secara aktif mengintervensi pasar valuta asing untuk menstabilkan Rupiah, dan keputusannya untuk menunda siklus pelonggaran untuk ketiga kalinya berturut-turut pada April 2025 terutama dimotivasi oleh keinginan untuk memastikan stabilitas Rupiah di tengah ketidakpastian perdagangan global.
Perbedaan antara inflasi utama Indonesia (dalam target) dan inflasi intinya yang lebih tinggi, ditambah dengan tekanan depresiasi Rupiah yang persisten, menunjukkan kerentanan inflasi laten yang dapat diperburuk oleh dampak konflik Timur Tengah pada harga minyak dan sentimen risiko global. Situasi ini berpotensi membatasi fleksibilitas kebijakan moneter Bank Indonesia.
Tabel 1: Indikator Ekonomi Utama Indonesia (April-Juni 2025)
Indikator | April 2025 | Mei 2025 | Juni 2025 (Estimasi/Reaksi Pasar) |
---|---|---|---|
Inflasi Tahunan (CPI YoY) | 1.95% | 1.6% | N/A |
Inflasi Inti (YoY) | 2.50% | 2.4% | N/A |
Nilai Tukar Rupiah (USD/IDR) | N/A (tren melemah) | N/A | ~16,400 (per 18 Maret) dengan tekanan |
Harga Minyak Mentah Brent | N/A | N/A | ~$74-$78/bbl |
PMI Manufaktur | 47.4 | N/A | N/A |
Neraca Perdagangan (Feb 2025) | USD 3.12 Miliar (Surplus) | N/A | N/A |
Neraca perdagangan Indonesia menunjukkan ketahanan pada awal 2025, mencatat surplus yang lebih kuat dari perkiraan sebesar USD 3,12 miliar pada Februari, didorong oleh ekspor yang kuat, khususnya minyak sawit.
Ini menandai bulan ke-58 berturut-turut neraca perdagangan positif, menunjukkan kekuatan struktural yang signifikan dalam sektor eksternal Indonesia.
Namun, keberlanjutan surplus ini menghadapi ketidakpastian yang meningkat di tengah risiko eksternal, termasuk melambatnya permintaan global dari mitra dagang utama dan volatilitas harga komoditas yang persisten, keduanya diperburuk oleh gejolak geopolitik yang sedang berlangsung.
Meskipun surplus perdagangan yang konsisten memberikan penyangga ekonomi yang krusial terhadap guncangan eksternal, keberlanjutan jangka panjangnya secara langsung terancam oleh perlambatan ekonomi global dan volatilitas harga komoditas yang diperburuk oleh konflik Timur Tengah, berpotensi mengikis pilar utama ketahanan ekonomi Indonesia.
Selanjutnya, depresiasi Rupiah terus menimbulkan risiko yang cukup besar terhadap arus masuk modal asing.
Meskipun aktivitas investor asing menunjukkan sentimen yang beragam, dengan minat pada sektor-sektor yang terkait komoditas, terdapat penjualan bersih yang signifikan pada saham-saham perbankan, menyoroti tekanan jual asing yang persisten.
Sentimen beragam di kalangan investor asing, dengan preferensi untuk sektor-sektor terkait komoditas tetapi penjualan bersih di perbankan, menunjukkan pendekatan yang hati-hati dan selektif terhadap pasar Indonesia, didorong oleh penghindaran risiko global yang berasal dari ketegangan geopolitik dan kekhawatiran depresiasi mata uang.
Dampak ini perlu dikaji lebih mendalam, menentukan sikap politik indonesia di kancan geopolitik, supaya stabilitas nasional tetap terjaga. Sekian
Referensi
- AP News. (2025, June 11). Palestinian death toll from Israel-Hamas war passes 55,000. Retrieved from https://apnews.com/article/israel-palestinians-hamas-war-news-hostages-aid-06-11-2025-5c84e29a249b988e1172cfcf4528cdc8
- AP News. (2025, June 13). Israel-Iran conflict timeline. Retrieved from https://apnews.com/article/israel-iran-timeline-tensions-conflict-66764c2843d62757d83e4a486946bcb8
- AP News. (2025, June 16). The Latest: Trump says all of Tehran should evacuate ‘immediately’. Retrieved from https://apnews.com/article/israel-palestinians-iran-war-latest-06-16-2025-8633d291e79806ac498645ee04e059be
- AP News. (n.d.). A widening conflict in the Middle East would only drive prices higher. Retrieved from https://apnews.com/article/israel-iran-economy-trade-energy-inflation-1b7e5bef9c1414cb03cd14e40f4b19e5
- Center for Strategic & International Studies (CTP-ISW). (2025, June 17). Iran update special report: June 17, 2025 evening edition. Institute for the Study of War. Retrieved from https://www.understandingwar.org/backgrounder/iran-update-special-report-june-17-2025-evening-edition
- Dompet Dhuafa. (2025, March 27). Indonesian humanitarian diplomacy forces strengthen support for Palestine. Retrieved from https://www.dompetdhuafa.org/en/indonesian-humanitarian-diplomacy-forces-strengthen-support-for-palestine/
- FocusEconomics. (2025, April 23). Indonesia: Bank Indonesia leaves rates unchanged in April. Retrieved from https://www.focus-economics.com/countries/indonesia/news/monetary-policy/indonesia-central-bank-meeting-23-04-2025-bank-indonesia-leaves-rates-unchanged-in-april/
- FocusEconomics. (2025, June 18). Indonesia’s inflation and Rupiah stability in 2025, Bank Indonesia policy. Retrieved from https://www.focus-economics.com/country-indicator/indonesia/inflation-aop/
- Gause, F. G., III. (2025, June 17). Where do we go from here? Day 5 of the Israel-Iran war. Middle East Institute. Retrieved from https://www.mei.edu/publications/where-do-we-go-here-day-5-israel-iran-war
- International Energy Agency. (2025, June). Oil market report June 2025. Retrieved from https://www.iea.org/reports/oil-market-report-june-2025
- International Energy Agency. (n.d.). Oil 2025. Retrieved from https://iea.blob.core.windows.net/assets/018c3361-bc01-4482-a386-a5b2747ae82a/Oil2025.pdf
- International Institute for Strategic Studies. (2025, June). Israel–Iran conflict: Current assessment and future scenarios. Retrieved from https://www.iiss.org/events/2025/062/israeliran-conflict-current-assessment-and-future-scenarios/
- International Monetary Fund. (2025, May). Middle East and North Africa and Caucasus and Central Asia: Regional economic outlook. Retrieved from https://www.imf.org/-/media/Files/Publications/REO/MCD-CCA/2025/May/English/ch2.ashx
- Intellinews.com. (n.d.). Indonesia caught between a rock and a hard place on the Iran-Israel conflict. Retrieved from https://www.intellinews.com/indonesia-caught-between-a-rock-and-a-hard-place-on-the-iran-israel-conflict-386317/
- J.S. Held. (2025, February 4). Global supply chain disruptions and risks intensify: 2025 J.S. Held Global Risk Report highlights key challenges. Retrieved from https://www.jsheld.com/about-us/news/global-supply-chain-disruptions-and-risks-intensify-2025-j-s-held-global-risk-report-highlights-key-challenges
- Jakarta Globe. (2025, June 18). Indonesia, Pertamina on alert as Iran-Israel conflict drives up oil prices. Retrieved from https://jakartaglobe.id/business/indonesia-pertamina-on-alert-as-iranisrael-conflict-drives-up-oil-prices