
Urupedia.id- Perkembangan zaman membawa berbagai bentuk budaya baru yang mudah menyebar melalui arus informasi digital.
Dalam situasi ini, etika keagamaan dituntut untuk beradaptasi tanpa kehilangan prinsip dasarnya.
Banyak narasi agama yang tersebar di media sosial tidak didukung oleh sumber yang sahih, sehingga menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat.
Karena itu, peran pemuka agama dan pendidikan keagamaan menjadi semakin penting.
Tantangannya adalah bagaimana mempertahankan nilai moral di tengah kemajuan teknologi yang begitu cepat, sementara masyarakat dituntut tetap kritis dalam menyaring informasi sesuai ajaran agama.
Dalam konteks Islam, umat dituntut memahami prinsip-prinsip dasar terkait tata cara bersikap di tengah persaingan yang ketat.
Ulama telah menjelaskan berbagai konsep etika, seperti tauhid (keesaan Tuhan), al-‘adalah wa al-ihsan (keadilan dan kebaikan), ikhtiyar (ikhtiar/kehendak bebas), serta fardhu (tanggung jawab).
Semua konsep ini membentuk kerangka moral yang menjadi dasar bagi umat dalam menjalani kehidupan, termasuk dalam dunia kerja.
Integritas sebagai Fondasi Moral
Integritas berasal dari kata integer, yang berarti utuh atau lengkap.
Dalam konteks perilaku, integritas merujuk pada keselarasan antara nilai, ucapan, dan tindakan.
Seseorang dikatakan memiliki integritas ketika ia konsisten menjalankan prinsip moral serta ajaran agama dalam setiap tindakannya.
Integritas merupakan kebalikan dari kemunafikan.
Dalam dunia kerja yang kompetitif, integritas menjadi kunci penting untuk menjaga ketenangan batin, karena seseorang tidak perlu menghalalkan segala cara demi mencapai tujuan.
Kejujuran merupakan bagian kunci dari integritas.
Fadilah (2012:190) menyatakan bahwa jujur adalah perilaku yang patuh dalam pekerjaan serta konsisten pada tindakan yang benar.
Namun, dalam kenyataan, praktik-praktik tidak etis seperti nepotisme masih sering digunakan sebagai jalan pintas untuk mendapatkan pekerjaan.
Jalur yang tidak transparan menjadi titik awal rusaknya nilai kejujuran dan etos kerja.
Persaingan, Sehat dan Tidak Sehat
Kompetisi menjadi bagian tak terpisahkan dari dunia kerja modern.
Dalam praktiknya, terdapat dua jenis persaingan yaknj healthy competition (persaingan sehat) dan cut-throat competition (persaingan tidak sehat/gorok leher).
Persaingan sehat berorientasi pada kerja keras, inovasi, dan etika.
Sebaliknya, persaingan gorok leher menghalalkan segala cara, mengabaikan prinsip moral, dan menomorduakan nilai-nilai kemanusiaan.
Agama dan etika menjadi kompas moral agar individu tidak terjerumus dalam praktik-praktik yang merugikan.
Pandangan Karl Marx yang menyebut agama sebagai “candu masyarakat” maupun Bertrand Russell yang menyebut agama sebagai “ilusi” menunjukkan bahwa agama sering dipahami berbeda.
Namun, dalam Islam, aktivitas ekonomi tidak hanya bertujuan duniawi tetapi juga bernilai ibadah.
Karena itu, Islam memberikan landasan etika bisnis yang jelas melalui prinsip akidah dan syariah, salah satunya melalui konsep maqasid syariah, yaitu menjaga agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Surah An-Nisa ayat 29 menjadi rujukan penting bagi pelaku bisnis untuk menjauhi praktik perdagangan yang batil.
Glock dan Stark (dalam Ancok & Suroso, 2011:77–78) menjelaskan lima dimensi religiusitas—keyakinan, ritualistik, intelektual, pengalaman, dan konsekuensial—yang kesemuanya dapat menjadi landasan moral bagi individu untuk bersikap etis.
Perilaku Tidak Etis dan Faktor Penyebabnya
Adaijk (2000) menjelaskan bahwa perilaku tidak etis merupakan tindakan yang menyimpang dari tujuan atau aturan yang telah disepakati.
Faktor penyebabnya beragam, mulai dari tekanan ekonomi, lingkungan sosial, sistem kerja yang tidak mendukung transparansi, hingga ambisi pribadi.
Ketika seseorang mendapatkan hasil dari tindakan tidak etis, ia berpotensi mengulanginya dan meremehkan aturan agama.
Dampak dari perilaku tidak etis tidak hanya dirasakan individu, tetapi juga memengaruhi lingkungan kerja.
Nilai tanggung jawab dan amanah sebagai umat Islam hilang.
Padahal, etika profesi menuntut seseorang menjalankan tugas dengan jujur, adil, dan bertanggung jawab.
Pekerjaan bukan sekadar aktivitas duniawi, tetapi juga bentuk ibadah yang akan dipertanggungjawabkan kepada Allah SWT.
Amanah dan Etos Kerja Berbasis Religiusitas
Amanah berarti menjaga sesuatu dengan penuh tanggung jawab.
Dalam dunia kerja, amanah mencakup menjaga kerahasiaan, menyelesaikan tugas sesuai ketentuan, serta tidak menyalahgunakan wewenang untuk kepentingan pribadi.
Sikap amanah akan membentuk etos kerja yang kuat dan menghasilkan nilai keberkahan.
Penerapan nilai religius dalam kehidupan sehari-hari dapat memberikan motivasi dan ketenangan psikologis.
Individu yang menjadikan nilai agama sebagai pedoman akan lebih siap menghadapi persaingan, baik ketika mencapai tujuan maupun ketika harus menerima hasil yang belum sesuai harapan.
Introspeksi diri juga diperlukan untuk memastikan niat dan tindakan selaras dengan nilai agama serta norma sosial.
Dampak Religiusitas dalam Persaingan Karier
Religiusitas dapat meningkatkan etos kerja, memperkuat kemampuan pengambilan keputusan, serta menciptakan ikatan sosial yang saling mendukung.
Aktivitas keagamaan menumbuhkan rasa keterhubungan, komitmen moral, dan kemantapan hati dalam menghadapi tekanan persaingan.
Tindakan etis merupakan cerminan kepatuhan terhadap ajaran agama.
Walaupun berada dalam lingkungan kompetitif, individu tetap dapat memilih persaingan yang sehat.
Mencari lingkungan yang menjunjung nilai religius menjadi salah satu cara mencegah perilaku tidak etis.
Ketika nilai agama dijalankan secara konsisten, hasil yang diperoleh lebih berkah, rezeki menjadi halal, dan setiap langkah menjadi bentuk ibadah.
Oleh: Alfiana Zamelia, Mahaiswa Universitas Negeri Surabaya
Editor: Krisna Wahyu Yanuar
Daftar Referensi
- Gusvita, M., Rahmawati, D., & Abdullah Aji, Y. (n.d.). Short Title (Think and Filled here by Author) Penerapan Nilai-Nilai Islam dalam Etika Profesi Kesekretariatan di Lembaga Pendidikan Islam.
- Hasyim, M., Hasanah, S., & Asy’ari Akbar, M. (n.d.). MENINGKATAN ETOS KERJA BERBASIS RELIGIUSITAS PEKERJA PABRIK DI KAWASAN INDUSTRI (STUDI KASUS DI LPKS MYNARA CIKARANG). Retrieved from http://ejournal.yayasanpendidikandzurriyatulquran.id/index.php/ihsanMaulana, R. (n.d.). ETIKA PROFESI IT: MENJAGA INTEGRITAS DI TENGAH GELOMBANG REVOLUSI DIGITAL. Retrieved from https://www.researchgate.net/publication/395669549
- Mawahib, A., & Syahida, I. (2024). Prinsip Etika Bisnis Islam dalam Menghadapi Persaingan Bisnis PRINSIP ETIKA BISNIS ISLAM DALAM MENGHADAPI PERSAINGAN BISNIS BERDASARKAN SURAH AN-NISA AYAT 29.
- Murdoko, B., & Trisnaningsih, S. (n.d.). MENJAGA INTEGRITAS PROFESI: FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRAKTEK ETIKA PADA AKUNTAN PUBLIK.
- Penelitian, J., Komunikasi, I., Syah, F., Tanjung, I., Lubis, M., Siregar, R., . . . Deli, T. (n.d.). AT-TAZDKIR 1 DINAMIKA PERAN AGAMA DALAM PEMBENTUKAN ETIKA SOSIAL DALAM MASYARAKAT KONTEMPORER DI KOTA TEBING TINGGI.
- Tridayatna, W., Permata Sinaga, I., & Siregar, P. (2025). Peran dan Tantangan Pendidikan Agama Islam Terhadap Era Globalisasi.
- Way Kanan, A.-H., & Pujiono STIT Al-Hikmah Bumi Agung Way Kanan, S. (n.d.). Membangun Integritas Pendidikan Etika Dalam Konsep Islam Building Integrity of Ethical Education in Islamic Concepts.






