Esai

Menjaga Api Tradisi: Semangat Pemuda Desa Babadan dalam Melestarikan Kesenian Lokal

×

Menjaga Api Tradisi: Semangat Pemuda Desa Babadan dalam Melestarikan Kesenian Lokal

Sebarkan artikel ini

Indonesia merupakan negara yang kaya akan budaya dan tradisi, yang tercermin melalui berbagai kesenian daerah yang tersebar di seluruh nusantara. Setiap daerah memiliki ciri khas budaya, termasuk di Desa Babadan, Kecamatan Karangrejo, Kabupaten Tulungagung.

Salah satu wilayah yang masih menjaga dan melestarikan seni tradisional sebagai bagian dari identitas kolektif masyarakat. Ragam kesenian yang berkembang di antaranya Jaranan, Reog, dan Jedor merupakan tiga bentuk kesenian yang masih aktif dipertunjukkan dalam berbagai acara sosial, keagamaan, maupun budaya

Di Desa ini masih menyimpan kekayaan budaya yang kuat. Salah satu bentuk warisan budaya yang masih hidup dan terus dilestarikan hingga saat ini berada di ‘Dusun Pereng’. Kesenian budaya yang berkembang sekarang telah ada sejak lama bukan sekedar hiburan, melainkan bagian dari identitas, jati diri, dan kebanggaan masyarakat.

Namun, sempat mengalami kevakuman karena kurangnya regenerasi. Melihat hal tersebut, sejumlah tokoh masyarakat dan pemuda tergerak untuk merintis kembali dari awal, membentuk sanggar, menarik minat anak-anak muda, dan mengorganisir kegiatan secara bertahap agar kesenian ini tidak hanya hidup kembali, tetapi juga berkembang dan mencetak generasi penerus yang cinta budaya.

Jaranan atau yang dikenal sebagai kuda kepang merupakan seni pertunjukan yang memadukan unsur tari, musik gamelan, dan spiritualitas. Penari jaranan menunggangi kuda tiruan yang terbuat dari anyaman bambu atau kulit, dan menari mengikuti irama musik yang rancak dan penuh semangat.

Jenis Kesenian dan Komposisi Peserta

Kesenian yang dilestarikan di Dusun Pereng ini didominasi oleh “jaranan”, salah satu seni pertunjukan tradisional yang penuh semangat dan filosofi. Komposisi dalam pertunjukan jaranan ini cukup lengkap yaitu: 6 pemain jaranan, 1 celeng, 1 senterewe, 6 reog kendang.

Para peserta yang tergabung dalam latihan ini berjumlah sekitar 35 orang, dengan rentang usia 13 hingga 18 tahun. Mayoritas merupakan pelajar dari jenjang SD, SMP, hingga SMA, yang secara rutin dan antusias mengikuti setiap sesi latihan.

Waktu dan Sistem Latihan

Latihan kesenian ini diadakan secara terbuka di lingkungan Dusun Pereng dilakukan seminggu dua kali, yaitu setiap hari selasa dan jumat dalam suasana akrab namun tetap disiplin. Berfungsi untuk menyiapkan pertunjukan, tidak hanya itu juga menjadi ajang pendidikan karakter, membentuk kekompakan, serta memperkenalkan nilai-nilai budaya lokal.

 Setiap peserta dikenakan iuran kas Rp 2.000 per pertemuan. Digunakan untuk menunjang sarana dan prasarana latihan, seperti perawatan alat musik, kostum, serta kebutuhan operasional lainnya. Semangat gotong royong inilah yang menjadikan latihan bukan hanya kegiatan seni, tapi juga ruang belajar tentang kebersamaan dan tanggung jawab sosial.

Motivasi pendirian kesenian berangkat dari semangat leluhur untuk menjaga dan melestarikan budaya tradisional di tengah gempuran arus modernisasi. Para pendiri dan pembina sanggar memiliki tekad kuat agar budaya lokal tidak menjadi kenangan, tetapi terus hidup dan mengakar dalam kehidupan generasi muda.

Melalui kegiatan ini, anak-anak muda diberikan ruang yang positif untuk berekspresi, sekaligus belajar menumbuhkan nilai-nilai solidaritas, kekeluargaan, dan semangat gotong royong. Sanggar menjadi tempat berproses, bukan hanya secara artistik tetapi juga secara sosial dan kultural.

Sebagai bentuk apresiasi atas dedikasi dan komitmen para peserta dalam mengikuti latihan, sanggar memberikan sertifikat resmi bagi mereka yang menunjukkan kesungguhan sebuah pengakuan simbolik yang menandai bahwa mereka adalah bagian dari penjaga warisan seni tradisi.

Perjalanan dan Prestasi

Meski fokus utamanya adalah pembinaan dan pelestarian, sanggar ini juga mulai aktif mengikuti berbagai perlombaan kesenian. Lomba menjadi semangat tambahan bagi para peserta untuk terus mengasah kemampuan dan meningkatkan kualitas penampilan.

Kegiatan ini disambut sangat baik oleh masyarakat. Dukungan moral dan material kerap diberikan oleh warga sekitar karena mereka menyadari bahwa pentingnya menjaga budaya warisan nenek moyang. Kesenian ini juga kerap dijadikan sebagai hiburan saat acara hajatan, peringatan hari besar, maupun kegiatan desa.

Para penggerak kesenian memiliki harapan besar agar kegiatan ini tidak hanya sekadar berlangsung dari masa ke masa, tetapi bisa berkembang menjadi sebuah sanggar seni yang resmi dan mandiri.

Mereka memiliki 3 harapan yaitu ;

  1. Menjadi pusat pengembangan bakat anak-anak di bidang seni tradisi.
  2. Mencetak generasi baru yang bangga dan cinta terhadap budaya daerah.
  3. Menjadi contoh dan inspirasi bagi desa-desa lain dalam pelestarian budaya.

Mereka bermimpi sanggar ini bisa terhubung dengan jaringan sanggar lain, berkolaborasi dalam pementasan, serta mendapatkan perhatian dari pihak pemerintah agar bisa terus berkembang secara berkelanjutan.

Selain itu, mereka berharap sanggar ini mampu mencetak generasi muda yang bangga dan mencintai budaya daerahnya sendiri, serta memiliki kesadaran akan pentingnya pelestarian warisan leluhur.

Tak hanya itu, sanggar ini juga diimpikan menjadi contoh dan inspirasi bagi desa-desa lain dalam mengelola dan menghidupkan kembali kesenian lokal. Besar harapan sanggar bisa terhubung dengan jaringan sanggar lain, menjalin kolaborasi dalam pementasan, dan mendapatkan perhatian serta dukungan dari pemerintah agar dapat terus berkembang secara berkelanjutan.

Kesenian budaya di Dusun Pereng bukanlah milik satu kelompok tertentu, melainkan merupakan warisan bersama yang mencerminkan identitas dan jati diri masyarakat setempat. Warisan ini patut dijaga, dilestarikan, dan dikembangkan sebagai bentuk penghormatan terhadap nilai-nilai luhur.

Di tengah arus modernisasi yang terus berkembang dan mempengaruhi berbagai aspek kehidupan, semangat para pemuda Babadan dalam melestarikan budaya lokal menjadi bukti nyata kecintaan mereka terhadap akar tradisi.

Melalui berbagai kegiatan kesenian, tidak hanya mempertahankan eksistensi budaya, tetapi juga menjadikannya sebagai media untuk mempererat solidaritas antarwarga dan mengenalkan kekayaan lokal kepada generasi muda serta masyarakat luar.

Advertisements

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *