
Banyumas – Paijo Parikesit, pengamat Siasat Strategic Center (SSC), menggelar rangkaian ritual budaya bertajuk “Semar Mbangun Katentreman” sebagai simbol doa dan perenungan atas kondisi bangsa yang sedang dihadapkan pada berbagai kegaduhan.
Tiga agenda utama dilaksanakan: Larungan di Pantai Gunung Srandil, Wayangan di kampung Prabowo Subianto Banyumas, serta ziarah ke makam kakek Prabowo, Raden Mas Margono Djojohadikusumo.
Acara dimulai dengan Larungan di Pantai Gunung Srandil, Cilacap, sebuah lokasi sakral yang dikenal sebagai tempat semedi tokoh-tokoh besar Jawa. Sesaji berupa tumpeng, bunga setaman, dan kendi berisi air suci dihanyutkan ke laut sebagai simbol pembersihan diri dan permohonan keselamatan bangsa. “Larungan ini bukan mistik, melainkan ekspresi budaya Jawa: melepas angkara, memohon berkah alam, dan merawat harmoni dengan jagat raya,” ujar Paijo.
Dari Gunung Srandil, Paijo melanjutkan tapa brata/tafakkur di titik-titik lelaku presiden terdahulu: Jambe Pitu dan Jambe Limo. Ketiga lokasi ini dikenal sebagai tempat para pemimpin bangsa, termasuk Soekarno, Soeharto, hingga tokoh lain melakukan semedi mencari petunjuk dalam membangun negeri.
Dalam keheningan, Paijo merenung tentang masa depan Indonesia, menegaskan bahwa kekuasaan sejati lahir dari laku batin, bukan sekadar intrik politik.
Selanjutnya, di Banyumas, kampung asal keluarga besar Prabowo, digelar pertunjukan wayang kulit dengan lakon “Semar Mbangun Katentreman”.
Dalang membawakan kisah Semar yang menegur para ksatria serakah, mengingatkan bahwa kekuasaan tanpa welas asih hanyalah ilusi. Warga berbondong-bondong hadir, menikmati sekaligus merenungi pesan moral.
“Wayang adalah tuntunan. Kita belajar bahwa pemimpin harus ngemong rakyat, bukan menindasnya,” kata Paijo dalam sambutannya.
Rangkaian ditutup dengan ziarah ke makam Raden Mas Margono Djojohadikusumo, kakek Prabowo sekaligus pendiri Bank Negara Indonesia (BNI), yang dimakamkan di Banyumas.
Paijo menabur bunga dan memanjatkan doa, mengingatkan publik bahwa leluhur bangsa mewariskan keteladanan, integritas, dan keberanian membangun negeri.
“Semar mbangun katentreman adalah pesan universal: pemimpin harus merawat rakyat, bukan sekadar mengejar kekuasaan. Dari Gunung Srandil, Banyumas, hingga pusara Margono, kita belajar bahwa kebesaran bangsa terletak pada keseimbangan antara kekuatan spiritual, budaya, dan keteladanan leluhur,” pungkas Paijo.










