Feature

Kejujuran dan Keteladanan Seorang Bung Hatta

×

Kejujuran dan Keteladanan Seorang Bung Hatta

Sebarkan artikel ini
https://mediadakwah.id/pasca-pilpres-2024-renungkanlah-pemikiran-demokrasi-bung-hatta-ini/

Urupedia.id- Ada sebuah tulisan menarik dari Gemala Rabi’ah Hatta—puteri kedua Bung Hatta—yang dimuat dalam buku Bung Hatta di Mata Tiga Putrinya (Jakarta: Kompas, 2015). Tulisan tersebut berkisah tentang ayahnya, Bung Hatta, yang harus menjalani perawatan kesehatan di luar negeri.

Kisah ini terjadi pada tahun 1971. Saat itu Bung Hatta—ditemani istri, anaknya (Gemala), dan Sekretarisnya, Wangsa Widjaja—pergi berobat ke Belanda dan mampir ke Austria.

Pengobatan dilakukan di luar negeri karena pertimbangan kelengkapan alat. Juga berdasarkan pertimbangan lain yang komprehensif. Biaya pengobatan ditanggung oleh pemerintah.

Selama proses berobat, Bung Hatta meminta Pak Wangsa Widjaja untuk mencatat dengan cermat pengeluaran. Semuanya dicatat dengan rapi, lengkap, dan tidak ada yang tertinggal satu rupiah pun. Ini sejalan dengan karakter Bung Hatta yang dikenal sangat cermat dalam segala hal.

Setelah proses pengobatan selesai, ternyata uang yang diberikan oleh pemerintah masih sisa. Maka Bung Hatta memerintahkan kepada Pak Wangsa Widjaja untuk membuat surat pengantar kepada Presiden Soeharto tentang ucapan terima kasih. Juga pengembalian uang sisa berobat.

Awalnya Pak Wangsa Widjaja menjelaskan bahwa uang yang sudah diberikan menjadi hak penerima. Namun Bung Hatta justru menegur Pak Wangsa. “Kebutuhan rombongan dan kebutuhan saya sudah tercukupi. Jadi ini harus dikembalikan”, tegas Bung Hatta.

Kejujuran tampaknya menjadi karakter khas Bung Hatta. Kisah di atas hanyalah satu eksemplar di antara banyak eksemplar yang tidak terhitung.
Kisah kejujuran Bung Hatta ini terasa relevan untuk kembali diangkat sekarang ini.

Di tengah krisis keteladanan dari pemimpin, semakin menggilanya korupsi, dan gaya hidup mewah para pejabat, sosok Bung Hatta dan gaya hidup sederhananya laksana oase. Ia mengobati dahaga keteladan publik tentang sosok yang mencurahkan hidup secara total demi Indonesia.

Korupsi itu menjadi akar persoalan bagi sebuah bangsa. Semakin banyaknya perilaku korupsi berimplikasi pada rapuhnya sendi-sendi kehidupan bangsa.

Alokasi aneka sumber daya yang semestinya dipakai untuk kesejahteraan kehidupan masyarakat mengalir pada seseorang atau sekelompok orang.

Koruptor itu tidak akan pernah puas. Keinginannya adalah mengeruk kekayaan sebanyak mungkin. Perilaku ini akan terus berlangsung selama tidak ada yang menghentikan.

Korupsi itu ibarat minum air laut. Semakin ditenggak, semakin haus. Semakin diminum, semakin dahaga.

Pada titik inilah tampaknya bangsa kita perlu melakukan usaha sangat serius untuk memberantas korupsi. Ini penting menjadi perhatian agar alur perjalanan kapal kebangsaan ini tidak oleng.

Kita berharap bangsa ini menjadi tumpuan dalam melabuhkan harapan kehidupan bersama. Belajar kepada kasus Bung Hatta adalah salah satu cara untuk membangun optimisme.

Mungkin sangat kecil implikasinya tetapi jika terus dilakukan upaya membangun kesadaran kejujuran dan dilakukan secara bersama oleh seluruh komponen bangsa maka ada harapan bagi bangsa ini untuk semakin maju ke depannya.

Advertisements