Urupedia – Efek pandemi Covid -19 sudah hampir tiga tahun terlewati, meski begitu pengelolaan keuangan Indonesia di situasi extraordinary akibat pandemi mengakibatkan banyak tantangan contohnya kasus korupsi. Kini KemenKeu (Kementerian Keuangan) RI berupaya mengusung peningkatan implementasi good goverment.
Menurut data Tranparancy International Corruption Perceptions Index (CPI) yang dirangkum KemenKeu RI memaparkan adanya fluktuasi terkait kondisi korupsi di indonesia. Pada tahun 2021 skor Indonesia 38 dan peringkat 96 dari 180 negara, tahun 2020, skor Indonesia 37 dan peringkat 106, tahun 2019 skor indonesia 40 dan peringkat 85.
Kementerian Keuangan sebagai kepala dari pengelola keuangan selalu berkomitmen menjaga dan memperkuat integritas dengan meningkatkan implementasi good governance dan reformasi birokrasi yang berkelanjutan.
Implementasi tersebut mengerucut menjadi dua kelompok penting yaitu perbaikan dari sisi manusia dan sisi sistem.
Berikut Implementasi good governance dan reformasi birokrasi:
Perbaikan Dari Sisi Manusia:
- Penguatan peran atasan langsung dalam kegiatan pencegahan
- Penyusunan budaya organisasi
- Penempatan pejabat sesuai prinsip right person in the right place
- Edukasi mengenai fraud kepada pegawai dan stakeholder
- Pengungkapan laporan harta kekayaan
Perbaikan Dari Sisi Sistem:
- Pembangunan sistem penanganan pengaduan
- Pengembangan dasboard profilling
- Platform sistem inti pengawasan Itjen
- Penguatan UKI (Unit Kepatuhan Internal)
- Penyusunan fraud risk mapping
Menurut Awan Nurmawan Nuh, Ispektur Jenderal Kementerian Keuangan, selama tiga tahun terakhir, APBN didesain dengan lebih fleksibel agar dapat menyesuaikan dengan permasalahan yang akan datang. Oleh karena itu, Itjen perlu lebih adaptif dan dapat menyesuaikan dengan prioritas pengawasan yang perlu menjadi perhatian.
Menjelang tahun politik 2023-2024, Inspektorat jenderral mengambil peran sebagai koordinator dan mendorong kegiatan pencegahan. Kolaborasi dengan seluruh lini harus dioptimalkan untuk menjalankan berbagai inisiatif pencegahan.
Awan menyatakan bahawa Kolaborasi sangat diperlukan untuk mengusung amplifikasi konten terkait ajakan bijak bermedia sosial, netralitas politik, serta penguatan integritas.
Sedangkan menurut Dian Puji Nugraha Simatupang, Pakar Hukum Administrasi Negara UI menjelaskan bahwa kemungkinan alokasi anggaran akan banyak didasarkan pada pertimbangan politis dibandingkan teknokratis. Ia menambahkankan hal itu merupakan tantangan.
Untuk menghindarinya, maka antara Kementerian Keuangan, Kementerian Perencanaan dan BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan) harus sinergi dan terintegrasi.
“Jadi dijaga bahwa rasionalitas pengambilan keputusan didasarkan pada rasionalitas teknokratis. Kebutuhan dan kepentingan apa yang harus disampaikan didalam anggaran. Jadi, rasionalitas harus diwujudkan di dalam sistem perancanaan sehingga sistem perancanaan teralokasikan di dalam Unadang-Undang APBN,” pungkasnya.