Esai

Polemik Kebebasan Berdakwah

×

Polemik Kebebasan Berdakwah

Sebarkan artikel ini
urupedia media urup Polemik Kebebasan Berdakwah

Deskripsi Masalah:

Dakwah di negara yang heterogen seperti Indonesia ini tidaklah semudah yang dibayangkan. Bagaimana tidak, setiap materi harus tertata rapi sekira tidak menyinggung umat beragama lain bila dakwahnya ingin diterima oleh masyarakat luas. Jika tidak demikian, maka akan terjadi gejolak konflik dan dianggap menistakan agama yang berujung pada kepolisian.

Di satu sisi, umat Islam berkewajiban memperkuat keyakinannya dalam rangka daf’u syubhat, yang niscaya akan melemahkan dan menyalahkan agama lain. Di disisi lain al-Quran melarang menghina tuhan agama lain agar mereka tidak menghina tuhan kita, seperti dalam Surat al-An’am ayat 108.

Seperti kejadian yang dilakukan salah seorang da’i muda kesohor yang menjawab pertanyaan audien masalah melihat salib, kenapa hatinya merasa menggigil. Sontak muballigh tersebut menjelaskan terkait sisi negatif salib. “Setan. Di dalam salib terdapat jin kafir. Dan itu yang menyebabkan tidak baik untuk melihatnya”, jawab sang muballigh. Akhirnya ceramah tersebut dilaporkan oleh salah satu ormas Katholik. Memang kebanyakan ceramah-ceramah seperti itu digelar di tempat khusus yang audiennya seiman. Namun, kebanyakan ceramah-ceramah sekarang tak lepas dari mata kamera yang nantinya tersebar lewat jejaring media sosial. Pada gilirannya, cepat atau lambat isi ceramah tadi akan didengar oleh berbagai umat beragama di Indonesia ini.

Pertanyaan:

  1. Apakah pernyataan penceramah tersebut sudah benar menurut kajian ilmiah?
  2. Bagaimana hukum penceramah menyampaikan (baik di forum tertutup atau tidak) dan hukum audiens menyebarkan kepada khalayak umum, isi ceramah yang berisi materi penguat keimanan agama sendiri yang berimbas pada tersinggungnya umat agama lain?

Jawaban:

  1. Terlepas dari dampak-dampak negatif yang ditimbulkan, pernyataan penceramah tersebut memiliki dasar yang dibenarkan.
  2.  Pada dasarnya, hukumnya diperbolehkan dalam rangka iqamat al-hujjah. Namun demikian, apabila hal tersebut justru menimbulkan ketersinggungan umat agama lain dan kegaduhan di tengah masyarakat, maka tidak diperbolehkan. Demikian juga hukum menyebarkannya.

Referensi

1. Tafsir Ar-Rozi, vol. 11 , h. 221.

2. Akam Al-Marjan, vol. 1 h. 29

3. Tafsir Ruh Al-Ma’ani, vol. 7, h. 153.

Index