Pelopor keabadian
Tentang keluh dan teguh di perut alam
Perihal keabadian yang belum banyak orang ciptakan
Perihal kasih yang belum hati rayakan
Bagaimana menjadi lelaki dan perempuan yang tidak teguh
Di jajah hatinya , di tajamkan akalnya
Meniti segala basah dan kering alam hidup
Yang mereka bilang ini siksa,
Pura-pura pulang sudah biasa menjadi obat kepura-puraan
Tentang raga yang rindu peluk
Jiwa yang kering usapan bunda
Tentu perut yang hangat dengan masakannya
Tidak marak tapi hampir seluruh alam
Mau jadi apa lulusan pesantren masa sekarang?
Pendidikan tidak butuh agama
Apalagi sekarang, kau hanya jadi babu tuhan
Aku tidak tuli
Ketika tuhan bisikkan janji sebelum mereka berkoar
Karena masa depan tidak manusia jahit bersama angkuh raung harta dari
bangsawan
Kecuali alam, yang mencintai dan merusak dirinya sendiri di bawah tekanan
akal buta manusia
Beribu-ribu kilo bukan masalah perihal jauhnya perjalanan
Walau sarung-sarung ini akan merobek dirinya perlahan
Meski peci ini menghilangkan warna dirinya pelan-pelan
Dan baju Koko yang pasti akan menguning dengan waktu yang tepat
Tidak ada rantai yang putus hanya karena gesekan sekali dua kali
Ya, sebagaimana imamku mengajari diri ini
Menjadi manusia yang tidak terinjak masa
Tidak terombak badai gaya
Pula tidak teriris masa yang termasa.
Tetaplah merekah, wahai diri
22 di Bulan ini bukan waktu dimana kamu di ceritakan dan di elus
sebagaimana tuhan ciptakan alam
Tapi ini, waktu yang satu saat kamu di ciptakan
Penulis: Riskiyatul Hasanaah (Sumenep)