Urupedia – Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (KOPRI) Rayon Bahasa Avicenna UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung menggelar Sekolah Islam dan Gender (SIG) III. Kegiatan berlangsung di Pondok Pesantren Darunnajah, Podorejo, (25-26/02/2023).
Tema penting yang diangkat dalam kegiatan kali ini “Revitalisasi Semangat Kader dalam Pengarusutamaan Gender”. Ternyata, tema ini cukup menarik banyak perhatian, terutama para peserta yang mengikuti kegiatan SIG III.
Ketua pelaksana SIG III, Maria Ulfa menyampaikan, pengambilan tema ini memiliki tujuan utama untuk mengobarkan kembali semangat kader PMII dalam memperjuangkan kesetaraan gender. Serta supaya berhati-hati dalam menghadapi isu-isu yang kurang ramah mengenai gender yang marak memojokkan kaum perempuan.
Kegiatan yang berlangsung dua hari satu malam tersebut menghadirkan para pemateri hebat yang mengkaji tentang konsep dasar dan hukum Islam. Para pemateri juga mengusut tuntas tentang gender dan perempuan dalam perspektif Islam.
Menurut Ulfa, pengarusutamaan gender dapat dilihat dari tidak adanya kesenjangan antara laki-laki dan perempuan. Termasuk di dalam organisasi yang lepas dari budaya mayoritas dan minoritas terkait gender.
“Antara laki-laki dan perempuan memiliki kesempatan yang sama, baik itu memimpin maupun dipimpin,” jelasnya.
Farid Ma’ruf, salah satu peserta laki-laki menjelaskan, dengan kesetaraan gender inilah, masyarakat bisa mempercayakan suatu jabatan penting kepada perempuan tanpa memandang jenis kelamin.
“Perempuan yang lebih memiliki kemampuan menjadi ketua bisa dijadikan ketua, tidak selalu harus laki-laki,” tuturnya.
Dhila, peserta SIG III juga mengaku pemahamannya tentang gender kini semakin terbuka setelah mengikuti kegiatan tersebut.
“Alasan gender disetarakan bukan untuk seorang perempuan saja. Melainkan untuk laki-laki di masa depan,” tuturnya.
Hal penting yang perlu dijunjung tinggi dalam perempuan adalah pendidikan. Faktor genetik memang berperan dalam pembentukan karakter seorang anak, tapi intelektual dan pemahaman yang baik berasal dari seorang perempuan hebat yaitu sang ibu.
Selain itu, tingginya angka perceraian akibat suami yang tidak bekerja akan memberi dampak buruk bagi seorang perempuan bila ia tidak mampu berkarya dan bekerja di atas kaki sendiri. Baik untuk membantu suaminya di dalam bekerja atau hidup sendiri bila pada akhirnya terjadi perceraian.
“Skincare seorang perempuan merupakan intelektualnya,” pungkas Dhila.
Penulis: Icha Gilang Permata