Urupedia – Dewasa ini isu-isu yang sering mencuat adalah isu-isu radikalisme dan liberalisme. Basis yang digunakan adalah pemahaman secara eksplisit atau luarnya saja, tidak memahami secara universal atau menyeluruh. Itulah mengapa banyak dari kalangan milenial yang tergiur akan hal itu. Tentu saja akan banyak problem yang ditimbulkan seperti pemahaman yang kurang pas tentang konsep ibadah dan bersosialisasi dengan orang yang berbeda keyakinan.
Pemikiran yang kurang tepat ini bisa menjerumuskan kita pada sikap beragama yang cenderung eksklusif dan keras. Salah satu contohnya munculnya teroris beberapa waktu yang lalu. Kita semua khususnya umat Islam tidak menghendaki kejadian seperti itu. Oleh karenanya banyak dari kiai atau ulama yang menawarkan berbagai solusi, salah satu diantaranya adalah menggencarkan paham islam moderat sebagai konsep mewujudkan Islam rahmatan lil alamin.
Dalam konteks ini banyak pengaruh atau doktrin positif yang bisa dipetik dan tentunya dapat diimplementasikan. Di sisi lain juga dapat mempertahankan kebangsaan serta kemaslahatan bagi umat islam sendiri. Kemudian muncullah pertanyaan bagaimana konsepnya dan kenapa sebaiknya harus diintegrasikan? Suatu pertanyaan yang mungkin menjadi tanda tanya bagi umat islam sekarang ini.
Dalam perspektif Islam dikatakan bahwa sebaik-baiknya perkara adalah paling tengah (moderat), sebagaimana hadits Nabi Muhammad Saw. “خير الأمور أوساطها”. Sabda ini sesuai dengan konsep Islam moderat yang tujuannya adalah tidak cenderung ke kiri ataupun ke kanan. Ini merupakan argumentasi atau dalil yang cocok untuk menjadi solusi dalam memecahkan masalah tersebut. Dan ayat alquran sendiri mengatakan
وكذالك جعلناكم أمة وسطا ليكونوا شهداء على الناس ويكون الرسول عليكم شهيدا”
Di dalam tafsir jalalain arti yang asli dari wasathan adalah ummat yang adil dan pilihan. Suatu diksi yang sangat tepat untuk mendeskripsikan ummat nabi Muhammad Saw khususnya di zaman ini. Atas dasar inilah konsep dasar Islam moderat dibangun dan digaungkan.
Perlu diketahui implementasi dari konsep tersebut untuk segi ibadah ialah menyeimbangkan antara Hablumminallah dan Hablumminannas. Kurang tepat jika memahami ibadah secara tekstual yang mana harus fokus ibadah berupa ritual keagamaan tanpa memperhatikan dan peduli kepada dunia social. Kendati terdapat dalil yang mengatakan
وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون
Artinya: dan tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali untuk beribadah,
Akan tetapi jangan lupakan hadits Nabi untuk memberi manfaat kepada yang lain adalah sebaik-baiknya nya manusia adalah yang bermanfaat bagi orang lain, sehingga jika keduanya diintegrasikan akan menjadi sebuah tata cara kehidupan yang tepat. Sebagaimana contoh tauladan kita yaitu Nabi Muhammad yang juga berjualan, menjahit, bersosialisasi dll. Sedangkan untuk segi bermasyarakat dengan orang yang berbeda keyakinan dengan kita, agama telah menganjurkan untuk bersikap tasamuh, tawazun, tawasuth dan i’tidal.
Secara ontologis, goals dari keempat prinsip tersebut adalah saling bertoleransi, menghargai pendapat orang lain, bersikap netral diantara dua konflik, dan saling bahu membahu untuk tercapainya persatuan dan kesatuan. Dimensi pemikiran yang fanatik terhadap satu kubu juga tidak selaras dengan anjuran agama, banyak hadits Nabi yang mengatakan hal itu. Salah satunya adalah kisah Nabi bertemu sahabat yang sedang menanam kurma di mana Rasulullah berjalan menemukan beberapa kebun kurma, lantas Nabi pun bertanya “apa yang mereka lakukan ?” Salah satu sahabat pun menjawab “Mereka menyerbukkan dengan menjadikan benih pejantan masuk kedalam benih betinanya, hingga jadilah penyerbukan”.
Kemudian Nabi pun bersabda بأمر دنياكم” أنتم أعلم yang artinya kalian lebih paham dengan urusan dunia kalian. Fiqhul hadits atau dengan kata lain pemahaman yang bisa kita ambil dari hadits tersebut adalah Rasulullah tidak melarang untuk mengambil manfaat dari kaum lain, padahal waktu itu proses penyerbukan sudah dilakukan oleh kaum non Muslim. Dengan demikian jika dikaitkan dengan islam rahmatan lil alamin sehingga terjadilah kesinambungan antara kehidupan dunia dan akhirat ibarat 45% dan 55% . Inti dari ajaran Islam adalah tidak menyukai orang yang berbuat kerusakan, hal ini merupakan kontradiksi dari rahmatan lil alamin.
Penulis: Rohmat Yazid Nashiruddin, Mahasiswa jurusan IQT (Ilmu Qur’an dan Tafsir) IAIN KUDUS, dan Alumnus Perguruan Islam Mathali’ul Falah Kajen, Pati.
Editor: Ummi Ulfa