Urupedia – Menteri Agama telah mengeluarkan Surat Edaran Nomor 5 tahun 2022 tentang Panduan Penggunaan Pengeras Suara di Masjid dan Musala pada tanggal 18 Februari 2022.
Anna Hasbie, juru bicara Kementerian Agama, menjelaskan bahwa dalam surat edaran tersebut tidak ada satu pun poin yang melarang penggunaan pengeras suara dalam aktivitas keagamaan, baik di masjid maupun musala.
“Tidak ada larangan penggunaan pengeras suara di masjid dan musalla. Syiar Islam harus didukung. Kemenag terbitkan edaran untuk mengatur penggunaan pengeras suara dalam dan pengeras suara luar,” ungkap Anna dikutip dari laman Kemenang, Sabut (16/3/2024).
Anna Hasbie menegaskan hal ini karena masih ada beberapa pihak yang belum memahami sepenuhnya isi surat edaran tersebut. Beberapa pihak bahkan menyebarkan informasi bahwa Pemerintah melarang penggunaan pengeras suara dalam kegiatan keagamaan di masjid dan musala.
Namun, Anna menjelaskan bahwa tidak ada larangan terkait penggunaan pengeras suara, termasuk dalam adzan menggunakan pengeras suara.
“Masih ada yang gagal paham terhadap edaran SE 05 tahun 2022, lalu menyebut ada larangan penggunaan pengeras suara. Kami harap agar edaran itu dibaca dengan seksama. Jelas tidak ada larangan, yang ada hanya pengaturan pengeras suara,” sebut Anna.
“Bahkan, edaran ini secara tegas menyebutkan bahwa pembacaan Al-Quran sebelum azan dan juga saat azan, dapat menggunakan pengeras suara luar,” sambungnya.
Anna juga mengajak masyarakat untuk membaca surat edaran tersebut dengan cermat dan memahaminya dengan baik.
Surat edaran ini dibuat untuk menciptakan ketenangan, ketertiban, dan kenyamanan bersama dalam pelaksanaan syiar di tengah masyarakat yang beragam, baik dari segi agama, keyakinan, latar belakang, dan lain-lain.
Oleh karena itu, dalam surat edaran juga diatur bahwa suara yang dipancarkan melalui pengeras suara harus memenuhi kualitas yang baik, tidak melengking, dan pelafalannya harus jelas dan tepat.
“Ketentuan ini juga didukung banyak pihak, termasuk NU, Muhammadiyah, Dewan Masjid Indonesia, dan Komisi VIII DPR,” tukasnya.