Esai

Rabu Wekasan; Berikut Ini Penjelasan Detailnya!

×

Rabu Wekasan; Berikut Ini Penjelasan Detailnya!

Sebarkan artikel ini

UrupediaHari Rabu yang terletak di penghujung bulan Safar dalam sistem perhitungan kalender hijriah oleh umat muslim pada umumnya dan jamaah ormas NU pada khususnya disebut dengan Rabu Wekasan. Pada tahun ini, Rabu Wekasan jatuh pada tanggal 14 Oktober 2022. Biasanya pada Selasa petang, sebagian umat muslim secara umum, maupun dari kalangan pesantren khususnya mengadakan salat tolak bala dan tradisi doa bersama. Namun, sebenarnya mengenai tradisi mengadakan salat tolak bala dan doa bersama pada Rabu Wekasan di kalangan muslim terdapat perbedaan pendapat.

Perbedaan pendapat ini tidak terelakkan, bahkan ada sebagian pendapat yang menyatakan keharaman tradisi Rabu Wekasan. Sebenarnya akar dari perbedaan ini yaitu mengenai niat. Para ahli fikih menghukumi pelaksanaan salat tolak bala pada Rabu Wekasan sebagai ibadah yang bidah dan haram untuk diamalkan. Sedangkan para ulama tarekat yang mengamalkan amalan Rabu Wekasan berdasarkan dengan pandangan kasyaf berpendapat bahwa Rabu Wekasan merupakan hari di mana bala diturunkan dari langit sehingga salat dan doa tolak balak pada hari ini boleh dilakukan. Dengan adanya kedua pendapat ini dapat disimpulkan bahwa NU tidak mengharamkan secara mutlak pelaksanaan salat dan doa tolak bala pada tradisi Rabu Wekasan

Untuk mengambil jalan tengah dari kedua pendapat tersebut, kalangan ahli fikih memberikan jalan tengah sebagai berikut; jika salat tolak bala tersebut diniatkan sebagai salat sunah mutlak atau salat hajat, maka salat tersebut boleh diamalkan. Adapun mengenai rinciannya adalah;

Problematika mengenai Rabu Wekasan merupakan dinamika harmonis yang terjadi di tengah-tengah para ulama kita. Ada sebagian ulama yang berkenan dan ada sebagian ulama yang tidak berkenan. Namun, para ulama kita tidak saling membidahkan apalagi saling menyesatkan. Pada dasarnya, ulama yang mengamalkan amalan Rabu Wekasan merupakan kiai-kiai yang mengamalkan tarekat, dan landasan yang digunakan untuk mengamalkan amalan Rabu Wekasan bersumber dari kitab-kitab tarekat ataupun yang kitab yang terkait dengan tarekat.

Nahdlatul Ulama sebagai organisasi yang menjadi wadah bagi pengamal tarekat—dalam badan otonomnya yang bernama Jami’ah Ahli Thariqah al-Mu’tabarah An-Nahdliyah (Jatman) —sudah sewajibnya memberikan batasan yang jelas tentang batas di mana amalan yang boleh diamalkan dan mana amalan yang tidak boleh untuk diamalkan.

Sudah diketahui bersama jika para kiai tarekat khususnya para mursyid sangatlah memahami problematika ini. Para kiai tarekat berpadangan terdapat dua hal yang sangat dihindari yaitu pertama tathayyur, merasa sial dan salat di Rabu Wekasan.

Batas Tafaul dan Tathayyur

Salah satu hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad menerangkan:

 عن أَبِي هُرَيْرَةَ ، قَالَ : كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُحِبُّ الْفَأْلَ الْحَسَنَ ، وَيَكْرَهُ الطِّيَرَةَ

Artinya: Abu Hurairah berkata: Rasulullah senang dengan tafaul (mengharap baik) dan tidak suka dengan tathayyur (merasa sial). (HR Ahmad)

Dalam hadis yang lain juga dijelaskan:

عن أَبي هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَقُولُ « لاطِيَرَةَ ، وَخَيْرُهَا الْفَأْلُ » . قَالُوا وَمَا قَالُوا وَمَا الْفَأْلُ قَالَ « الْكَلِمَةُ الصَّالِحَةُ يَسْمَعُهَاأَحَدُكُمْ » رواه البخارى

Artinya: Dari Abu Hurairah bahwa Nabi bersabda: Tidak ada kesialan. Sebaik-baik merasa sial adalah tafa’ul” Sahabat bertanya: “Apa Tafaul?” Nabi menjawab: “Yaitu kalimat yang baik yang didengar oleh kalian. (HR al-Bukhari)

Berdasarkan kedua hadits tersebut, banyak ulama yang melakukan tafaul di bulan Safar dan menyebut dengan sebutan Safar al-khair atau bermakna dengan bulan Safar yang baik. Para ulama berharap dengan menyebut demikian Allah akan menurunkan kebaikan-kebaikan dan terhindar dari petaka. Namun, hal ini berbeda dengan ulama Wahabi yang kontra dengan pendapat tersebut. Salah satu tokoh dari ulama Wahabi dalam kitabnya yang berjudul Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibni Ustaimin  jus 2 halaman 90 menyatakan pendapat:

شهر صفر الخير. فهذا من باب مداواة البدعة بالبدعة ، والجهل بالجهل . فهوليس شهر خير ، ولا شر (مجموع فتاوى ورسائل ابن عثيمين – ج 2 / ص90

Artinya: Bulan Safar yang baik. Ini tergolong mengobati bidah dengan bidah, mengobati bodoh dengan kebodohan. Safar bukan bulan baik dan bukan bulan buruk.  (Majmu’ Fatawa wa Rasail Ibni Utsaimin 2/90).

Keyakinan Kepada Allah

Rukun iman yang keenam adalah percaya kepada takdir Allah, di mana dalam rukun iman dapat dipelajari bahwa takdir baik maupun takdir buruk semuanya berasal dari Allah. Seperti yang dijelaskan oleh Nabi Muhammad Saw. sebagai berikut:

قَالَ « أَصْبَحَ مِنْ عِبَادِى مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ ، فَأَمَّا مَنْ قَالَ مُطِرْنَا بِفَضْلِ اللَّهوَرَحْمَتِهِ فَذَلِكَ مُؤْمِنٌ بِى وَكَافِرٌ بِالْكَوْكَبِ ، وَأَمَّا مَنْ قَالَ بِنَوْءِ كَذَا وَكَذَافَذَلِكَ كَافِرٌ بِى وَمُؤْمِنٌ بِالْكَوْكَبِ » رواه البخارىِ

Artinya: Allah berfirman [dalam hadis Qudsi]: “Hamba-Ku ada yang iman dan kafir kepada Ku. Jika ia berkata: “Kami diberi hujan karena anugerah Allah dan rahmat Nya, maka ia iman pada Ku dan kafir dengan bintang.” Jika ia berkata: “diberi hujan karena bintang, maka ia kafir pada Ku dan iman dengan bintang. (HR al-Bukhari).

Hadis inilah yang menjadi dasar para ulama. Sebagaimana yang disampaikan oleh salah satu ulama ahli hadis, Syekh Abdurrauf al-Munawi dalam kitabnya Faidl al-Qadir Juz 1 Halaman 62 yang berbunyi:

وَالْحَاصِلُ أَنَّ تَوَقِّيَ يَوْمِ الْأَرْبِعَاءِ عَلَى جِهَةِ الطِّيَرَةِ وَطَنِّ اعْتِقَادِ الْمُنَجِّمِيْنَ حَرَامُ شَدِيْدَ التَّحْرِيْمِ إِذِ الْأَيَّامُ كُلُّهَا للهِ تَعَالَى لَا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ بِذَاتِهَا وَبِدُوْنِ ذَلِكَ لَاضَيْرَ وَلَا مَحْذُوْرَ فيض القدير – ج 1ص60

Artinya: Kesimpulannya, menghindar dari hari Rabu dengan cara merasa sial dan meyakini prediksi peramal adalah haram, sangat terlarang. Sebab semua hari milik Allah. Tidak ada hari yang bisa mendatangkan petaka atau manfaat karena faktor harinya. Kalau bukan karena di atas, maka tidak apa-apa dan tidak dilarang. (Faidl al-Qadir 1/62)

Salat Rabu Wekasan; Ada kah?

Dalam kitab Tanqih al-Fatwa al-Hamidiyah, Hadlaratusysyekh KH. M. Hasyim Asy’ari secara tegas dan jelas mengharamkan salat dengan niat shalat Rabu Wekasan. Adapun redaksinya sebagai berikut:

وَلاَ يَحِلُّ اْلإِفْتَاءُ مِنَ الْكُتُبِ الْغَرِيْبَةِ. وَقَدْ عَرَفْتَ اَنَّ نَقْلَ الْمُجَرَّبَاتِ الدَّيْرَبِيَّةوَحَاشِيَةِ السِّتِّيْنَ لاِسْتِحْبَابِ هَذِهِ الصَّلاَةِ الْمَذْكُوْرَةِ يُخَالِفُ كُتُبَ الْفُرُوْعِاْلفِقْهِيَّةِ فَلاَ يَصِحُّ وَلاَ يَجُوْزُ اْلإِفْتَاءُ بِهَا

Artinya: Tidak boleh berfatwa dari kitab-kitab yang aneh. Anda telah mengetahui bahwa kutipan dari kitab Mujarrabat Dairabi dan Masail Sittin yang menganjurkan salat tersebut [Rebo Wekasan] bertentangan dengan kitab-kitab fikih, maka salatnya tidak sah, dan tidak boleh berfatwa dengannya. (Tanqih al-Fatwa al-Hamidiyah, NU Menjawab Problematika Umat, PWNU Jatim)

Namun, apabila tetap ingin melaksanakan salat, maka salat tersebut haruslah diniatkan dengan shalat hajat seperti yang dijelaskan dalam hadis berikut:

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أَبِى أَوْفَى الأَسْلَمِىِّ قَالَ خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليهوسلم- فَقَالَ « مَنْ كَانَتْ لَهُ حَاجَةٌ إِلَى اللَّهِ أَوْ إِلَى أَحَدٍ مِنْ خَلْقِهِ فَلْيَتَوَضَّأْوَلْيُصَلِّ رَكْعَتَيْنِ ثُمَّ لْيَقُلْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ الْحَلِيمُ الْكَرِيمُ سُبْحَانَ اللَّهِ رَبِّ الْعَرْشِالْعَظِيمِ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ اللَّهُمَّ إِنِّى أَسْأَلُكَ مُوجِبَاتِ رَحْمَتِكَ وَعَزَائِمَمَغْفِرَتِكَ وَالْغَنِيمَةَ مِنْ كُلِّ بِرٍّ وَالسَّلاَمَةَ مِنْ كُلِّ إِثْمٍ أَسْأَلُكَ أَلاَّ تَدَعَ لِى ذَنْبًا إِلآغَفَرْتَهُ وَلاَ هَمًّا إِلاَّ فَرَّجْتَهُ وَلاَ حَاجَةً هِىَ لَكَ رِضًا إِلاَّ قَضَيْتَهَا لِى ثُمَّ يَسْأَلُ اللَّهَمِنْ أَمْرِ الدُّنْيَا وَالآخِرَةِ مَا شَاءَ فَإِنَّهُ يُقَدَّرُ

Artinya:“Barangsiapa punya hajat kepada Allah atau diantara makhluk Allah, maka wudlulah dan shalatlah 2 rakaat, lalu baca doa ….” (HR Ibnu Majah. Sebagian ulama menilai hadits ini dlaif, namun tetap boleh diamalkan) Maupun shalat sunah mutlak, dan salat tasbih, maka diperbolehkan. Setelah shalat kemudian dilanjutkan dengan berdoa.

Amalan Berdoa pada Rabu Wekasan

Berdasarkan dengan akidah dan syariah yang telah dipaparkan di atas, maka hukum mengamalkan doa pada malam Rabu Wekasan hukumnya diperbolehkan. Seperti yang dijelaskan pada kitab Faidl Al-Qadir juz 1 halamn 62 karya ulama ahli hadist Syekh Abdurrauf al-Munawi dengan redaksi sebagai berikut:

وَيَجُوْزُ كَوْنُ ذِكْرِ الْأَرْبِعَاءِ نَحْسٌ عَلَى طَرِيْقِ التَّخْوِيْفِ وَالتَّحْذِيْرِ أَيِ احْذَرُوْاذَلِكَ الْيَوْمَ لِمَا نَزَلَ فِيْهِ مِنَ الْعَذَابِ وَكَانَ فِيْهِ مِنَ الْهَلَاكِ وَجَدِّدُوْا للهِ تَوْبَةًخَوْفًا أَنْ يَلْحَقَكُمْ فِيْهِ بُؤْسٌ كَمَا وَقَعَ لِمَنْ قَبْلَكُمْ. فيض القدير – ج 1 / ص62

Artinya: Boleh menyebut Rabu sebagai ‘sial’ dengan cara untuk memberi peringatan. Yaitu hindari hari tersebut karena pernah turun adzab yang menyebabkan kebinasaan. Perbaharuilah taubat kepada Allah, agar tidak mengalami petaka seperti yang dialami kaum terdahulu. (Faidl al-Qadir 1/62).

Lalu apa sajakah yang boleh diamalkan pada malam Rabu Wekasan? Maka penjelasannya adalah sebagai berikut:

قَالَ ابْنُ رَجَبَ : الْمَشْرُوْعُ عِنْدَ وُجُوْدِ الْأَسْبَابِ الْمَكْرُوْهَةِ الْاِشْتِغَالُ بِمَا يُرْجَى بِهِدَفْعُ الْعَذَابِ مِنْ أَعْمَالِ الطَّاعَةِ وَالدُّعَاءِ وَتَحْقِيْقِ التَّوَكُّلِ وَالثِّقَةِ بِاللهِ. فيض القدير – ج 6 / ص 562

Artinya: Ibnu Rajab berkata: Yang disyariatkan jika ada hal yang tidak disuka, adalah dengan memperbanyak doa tolak bala’, yang terdiri dari perbuatan taat, doa, benar-benar pasrah dan percaya pada Allah. (Faidl al-Qadir 6/562).

Penulis : Nailil Muna

Editor : Ummi Ulfatus Sy

Index