Mozaik

Apakah Perlu Melepas Plester Luka Ketika Wudhu? Simak Penjelasan Berikut!

×

Apakah Perlu Melepas Plester Luka Ketika Wudhu? Simak Penjelasan Berikut!

Sebarkan artikel ini

Urupedia Wudhu merupakan syarat sah dalam salat. Artinya, berwudhu merupakan kewajiban bagi setiap muslim yang akan menjalankan ibadah salat, baik fardhu maupun sunah. Bicara mengenai luka, luka yang dialami manusia bisa menimbulkan sejumlah persoalan termasuk dalam hal keabsahan bersuci (wudhu).

Jika lukanya hanya sebatas luka ringan dan tidak sampai membalutnya dengan plester perekat luka atau perban, maka dalam hal cara bersuci sama persis seperti bersuci pada umumnya, dengan membasuh seluruh tubuh yang wajib dibasuh, termasuk membasuh pada luka itu sendiri.

Apabila luka ringan tersebut dibalut dengan plester dengan tujuan agar luka ringannya cepat sembuh, maka dalam hal ini wajib baginya untuk melepas plester tersebut serta membersihkan sisa-sisa kotaran perekat plester yang biasa melekat pada kulit.

Tujuannya, agar air dapat sampai pada kulit yang wajib untuk dibasuh. Umumnya, luka yang dibalut plester hanyalah luka ringan yang berpotensi kecil membahayakan kulit atau anggota tubuh seandainya plester dilepas.

Ketentuan di atas seperti dijelaskan dalam kitab al-Bayan fi Madzhab al-Imam as-Syafi’i:

فإذا وضع الجبيرة، ثم أراد الغسل أو الوضوء، فإن كان لا يخاف من نزعها ضررً نزعها وغسل ما يقدر عليه من ذلك، وتيمم عما لا

“Ketika melekatkan perban, lalu ia hendak melaksanakan mandi wajib atau wudhu, maka jika ia tidak khawatir adanya bahaya (ketika perban dilepas) maka wajib baginya untuk melepas perban tersebut dan wajib pula membasuh bagian yang dapat dibasuh dari luka. (Jika khawatir bahaya atas luka sehingga perban tidak dilepas) maka wajib baginya untuk tayammum atas bagian yang tidak dapat dibasuh.” (Syekh Yahya bin Abi al-Khair bin Salim al-Yamani, al-Bayan fi Madzhab al-Imam as-Syafi’I, juz 1, hal. 331)

Sedangkan jenis luka yang tidak menggunakan pembalut luka (plester), seperti luka berat yang biasa diperban atau dipasang gips, maka tidak wajib untuk melepasnya ketika memang khawatir akan terjadi bahaya pada dirinya.

Batasan khawatir terjadinya bahaya pada permasalahan ini ialah sekiranya ketika perban atau gips dilepas, akan terjadi bahaya berupa hilangnya nyawa, hilangnya fungsi anggota tubuh, kesembuhan luka semakin lama, atau bertambah parahnya luka. Hal ini dijelaskan dalam lanjutan rujukan di atas:

وإن خاف من نزعها تلف النفس، أو تلف عضو، أو إبطاء البرء أو الزيادة في الألم إذا قلنا: إنه كخوف التلف.. لم يلزمه حلها، ولزمه غسل ما جاوز موضع الشد، والمسح على الجبيرة

“Namun seandainya perban dilepas, ia akan khawatir salah satu dari rusaknya tubuh (hilangnya nyawa) atau anggota tubuh atau kesembuhan yang lama atau bertambah parahnya luka ketika kita berpijak pada pendapat bahwa hal tersebut sama seperti khawatir rusaknya tubuh maka tidak wajib untuk melepas perban, namun tetap wajib membasuh anggota tubuh di luar ikatan perban dan mengusap dengan air pada perban tersebut.”

Dapat ditarik kesimpulan bahwa perlu tidaknya melepas plester dan membasuh air pada luka diperinci dengan seandainya luka tidak bahaya jika terkena air maka wajib untuk melepas plester dan membasuh luka. Namun jika khawatir terjadi bahaya pada luka maka tidak wajib melepas plester tersebut ketika hendak wudhu, namun basuhan air yang seharusnya wajib dilakukan pada kulit yang terkena luka wajib diganti dengan tayamum.

Wallahu a’lam.

Sumber: Buku “Seputar Ibadah Keseharian”, Ali Zainal Muhammad

Penulis: Nella Hanatul
Editor: Ummi Ulfa