Urupedia – Perjalanan Organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Budi Utomo Ponorogo sejak awal terbentuknya hingga sampai sekarang, tidak terlepas dari perjuangan sahabat-sahabat yang notabene-nya sekarang menjadi (alumni), telah melintas historis setiap zamannya.
Sebagai organisasi yang telah bergumul ditengah masa ke masa, maka menjadi penting rasanya untuk menilik kembali. Mengacu pada pemahaman dan kesepakatan pada anggaran dasar BAB IV pasal 4 Yaitu :
‘’Terbentuknya pribadi Muslim Indonesia yang bertaqwa kepada Allah Swt., berbudi luhur berilmu, cakap dan bertanggungjawab dalam mengamalkan ilmunya dan komitmen memperjuangkan cita-cita kemerdekaan Indonesia’’.
Berpacu dengan melodi-melodi pergerakan, rangkaian harlah PMII komisariat Budi Utomo ke 21 tahun: dengan mempertegas ‘’Kembali ke PMII’’ menjadi momentum untuk berkumpul bersama sahabat-sahabat alumni, baik kader aktif pergerakan dari awal terbentuknya hingga sampai sekarang, yang telah konsisten dan berjuang sesuai dengan tujuan terbentuknya. Tak ayal dalam momentum ini menarik dengan berbagai gilang-gemilangnya memberikan warna tersendiri dalam keberlangsungannya.
Tulisan ini sebenarnya hanyalah hasil dari proses “raba-raba” semata dan bukan merupakan produk otentik dari suatu riset yang mendalam, karenanya mohon maaf jika ternyata konteks dari tulisan mismatching dengan realitas yang ada, karena memang sejak beberapa tahun berdirinya komisariat ini, penulis tidak banyak atau bahkan tidak sepenuhnya ikut terlibat secara langsung dalam mendesain dan memotret wajah PMII, khususnya Komisariat Budi Utomo Ponorogo.
Posisi penulis yang mungkin tepat dalam hal ini hanyalah sebatas sebagai observer non-partisipan saja, bukan sebagai sosok yang ikut “bertanggungjawab” secara langsung terhadap perubahan demi perubahan yang ada dalam tubuh PMII Komisariat Budi Utomo Ponorogo.
Namun demikian, karena kecintaan dan juga karena penulis merupakan salah satu kader yang pernah dibesarkan (meskipun sebenarnya orang kecil) oleh PMII Komisariat Budi Utomo Ponorogo, maka penulis mencoba untuk turut serta memberikan sumbang saran (meskipun ternyata nanti hanya saran sumbang) dan meskipun hanya dengan meraba-raba, tetapi inilah buah pikiran kecil dari seorang kader.
PMII Komisariat Budi Utomo Ponorogo dalam beberapa tahun terakhir ini, sejak penulis mengenal dan “bersetubuh” di dalamnya, persoalan yang dihadapi atau yang sering dijadikan sebagai main discourse adalah masih berkutat pada persoalan bagaimana “me-militansi-kan” (baca: kaderisasi) kader-kadernya.
memperbincangkan PMII Komisariat Budi Utomo Ponorogo sama dengan membicarakan benang kusut yang tak jelas mana ujung-mana pangkalnya. Kalau berbicara kuantitas, maka itu There is no serious problem, sebab sejak penulis mengenal PMII hanya itulah yang dapat kita banggakan karena kuantitas kita yang stabil atau paling tidak kita telah ‘berprestasi’ dalam “mempertahankan” kuantitas yang ada.
Tetapi jika kita berbicara tentang kualitas kader, maka itulah sebenarnya The serious problem. Kualitas kader yang kita kehendaki sesungguhnya bukan saja pada bagaimana kemampuan kader dalam menghafal dan atau “meng-kitab kuningkan” AD/ART dan NDP saja, tetapi tentu lebih dari itu kualitas kader yang mumpuni yang kita impikan itu adalah bagaimana seorang kader mampu mendarah-dagingkan semua “Ilmu-ilmu” PMII dalam kehidupan praksis yang bersentuhan dengan persoalan bagaimana mendesain masa depan PMII, society needs, dan nation future building.
Oleh karena itu, marilah kita membuat sebuah konsensus bersama bahwa siapapun, di manapun dan dengan latar belakang apapun baik sahabat-sahabat yang alumni ataupun yang masih aktif atau yang pernah memiliki sense of crisis terhadap eksistensi dan masa depan PMII untuk sama-sama “berfikir bagaimana menata” PMII kedepan, bukan “menata bagaimana berfikir.”
Kita pasti akan mengadakan penataan bagaimana berfikir dalam hal membangun dan mengembangkan wacana agama, sosial, politik, budaya dan seterusnya terhadap kader-kader kita. Tentu saja setelah kita sukses dalam menata infrastruktur PMII itu sendiri. Ibaratnya, janganlah kita berobsesi untuk menjadi ‘penghuni langit’ kalau saat ini kita belum bisa ‘merambah bumi’.
Kendati demikian, menjadi refleksi bersama dengan membaca ulang sebagai ruang kontemplasi ataupun kebulatan pikiran secara komprehensif sehingga menjadi mengetahui jati diri untuk tujuan gerakan kontribusi dimasa-masa mendatang.
Tangan Terkepal dan maju ke muka!
“Tumbuh Subur Pergerakanku”
Penulis: Yusuf Vreda A.W.
Editor: Ummi Ulfa. S