Mozaik

Terkait Haji, Gus Zahro Wardi: Pendaftaran Harus Dihentikan

×

Terkait Haji, Gus Zahro Wardi: Pendaftaran Harus Dihentikan

Sebarkan artikel ini

UrupediaSeperti yang kita ketahui bahwa biaya perjalanan ibadah haji tahun ini oleh pemerintah sudah beberapa kali diusulkan, dan dirapatkan dengan DPR sebesar Rp 98.893.909. Biaya tersebut dibagi menjadi dua, 70% dibebankan kepada jamaah haji sebesar Rp 69.193.733, dan 30% nya dibantu oleh pemerintah.

Biaya 30% itu diambil dari nilai manfaat. Kemudian ketika jamaah daftar harus mengeluarkan biaya Rp 25.000.000 sebagai dana awal. Mengenai hal itu, Gus Zahro Wardi menanggapi dalam kanal youtube pribadinya.

“Angka-angka ini kelihatannya masih digodok, tapi saya perhatikan betul rapat-rapat dengan DPR ini nampaknya kalau ada selisih pengurangan penambahan, saya kira tidak akan jauh dari itu,” ujar Gus Zahro Wardi.

Hal seperti demikian kemudian menjadi ramai sekali disoroti oleh berbagai pihak, karena jamaah tentu harus mengeluarkan dana sekitar 45 juta untuk pelunasannya. Hal ini jauh di atas tahun-tahun kemarin yang berkisar sekitar 15 jutaan. Tentu prediksi tahun ini akan banyak calon jamaah haji yang mundur, dan banyak yang tidak kuat.

Beliau menyampaikan, tentang pengelolaan dana haji ini, sudah berulang-ulang dikaji, pemerintah juga telah membentuk badan pengawas dana haji, pengelolaan dana haji, dan lain sebagainya.

Gus Zahro mengingatkan bahwa dalam pembahasan fikih tentang dana haji sebenarnya hanya ada dua, yang satu adalah dana di awal. Jadi pendaftaran awal ini bisa di-aqadi dengan cara 3 aqad, kalau kita perhatikan kita tasyahurkan masalahnya.

Pertama adalah dana awal, itu adalah wadi’ah bi idzni tasharuf. Jadi, maksudnya adalah dana yang dititipkan jamaah, dititipkan pada pemerintah tapi jamaah mengizini terhadap pemerintah untuk menggunakan itu sekira dalam batas-batas penggunaan-penggunaan yang wajar, dan tidak berpotensi membuat tidak aman dan tidak nyamannya dana itu. Jadi dalam tanda kutip penggunaan tapi harus aman.

Tentu konsekuensinya, pemerintah ini bisa mentasarufkan uang itu untuk apa saja yang sesuai dengan izin jamaah. Tapi untuk di luar yang tidak diizini oleh jamaah, baik secara lafdzon atau nutqon itu tidak boleh. Semisal digunakan untuk mendanai haji para jamaah yang berangkat diawal.

“Ini tentu hal-hal yang oleh jamaah aaya yakin ini tidak ridha,” tegas beliau.

Konsekuensi berikutnya adalah wadi’ah atau titipan, pemerintah tidak punya kewajiban untuk memberi nilai manfaat, karena sifatnya adalah wadi’ah. Namun demikian bukan berarti tidak boleh. Tetap diperbolehkan selama sesuai dengan tashorufil imam ‘ala ro’yah manutun bil mas’alah.

Akad yang kedua adalah dana Rp 25.000.000 atau dana pendaftaran itu adalah sebagai ujrah yang diletakkan di awal. Kalau ini ujrah, ini tentu dana ini 100% milik pemerintah. Karena ini adalah ujrah, dan itu adalah ijarah, kewajiban pemerintah adalah bagaimana jamaah yang telah mendaftar, ini kemudian bisa sampai ke Makah dan Madinah.

Untuk pengaturannya diserahkan kepada pemerintah, seperti harus ada daftar tunggu dan tentunya ini diperbolehkan bagi pemerintah. Karena termasuk wilayah pemerintah untuk mengatur hal semacam itu. Tapi pemerintah berkewajiban supaya jamaah ini sampai kesana.

Kalau ini adalah ujrah, kemudian konsekuensi yang lain adalah dana ini bisa digunakan apa saja, dan bahkan dihabiskan tidak apa-apa, yang penting taunya jamaah itu bisa sampai kesana. Berapa nanti ujrah yang harus diberikan lagi? Itu nanti yang akan dibicarakan sebelum naik haji atau setelah jamaah ini ada panggilan atau daftar untuk berangkat haji.

Akad yang ketiga adalah akad qirad. Akad qirad adalah kerjasama atau bagi hasil usaha antara jamaah dengan pemerintah. “Ini harus jelas berapa persen berapa persen dan seterusnya harus jelas,” paparnya.

“Yang ada saat ini ini, akad yang ketiganya tidak wujud, karena saya kira tidak tidak pernah pemerintah dengan jamaah ini punya pekerjaan bagi hasil yang transparan itu tidak ada lah. Oleh sebab itu, ini pendekatannya ada dua. Jadi wadi’ah bi idzni tashoruf itu adalah murni titipan, tapi jamaah memberi izin pemerintah untuk tasaruf, yang kedua adalah itu sebagai ujrah diawal atau sebagian ujrah, konsekuensinya seperti tadi,” jelasnya.

Pembahasan kedua adalah tentang pemberangkatan haji, ketika jamaah ini sudah dapat panggilan. Kalau ini tidak ada akad kecuali adalah ijarah. Jadi kalau sudah mau berangkat, berapa nanti yang harus dibayar berapa nanti apa yang harus dilunasi ini adalah murni ijarah, tidak ada yang lain.

”Karena jamaah taunya ujrahnya berapa, kalau dulu wadi’ah, ya titipannya diambil ditambah kemudian pemerintah berapa yang kemudian disebut sebagai manfaat, nilai manfaat. Kalau itu ujrah ya tinggal pemerintah membantu berapa ujrahnya, ini nambah berapa,” tambah beliau.

Akad setelah jamaah ini berangkat itu adalah ijarah. tapi kalau dana yang disimpan itu kemungkinan ada 3, dan pendekatan kita adalah nomor 1 dan nomor 2.

Beliau menyampaikan bahwa sesungguhnya mulai saat inilah kalau melihat, kita membaca data-data itu, pendaftaran haji harus dihentikan.

“Ini adalah usul bisa secara pribadi, dan insyaallah ini sudah kita kaji secara fikhnya. Kenapa harus dihentikan? paling tidak kalau tidak dihentikan jangan ada lagi pendaftaran, itu ada uang yang dititipkan atau ada ujrah di awal atau ujrah sebagian yang harus dibayar. ini akan semakin ruwet peribadatan haji di Indonesia. Apa pertimbangan-pertimbangannya,” tegas beliau.

Untuk lebih lengkapnya, bisa kalian lihat di kanal youtube Gus Zahro Wardi.