Feature

Meditasi sebagai Self Reminder Perspektif Marcus Aurelius

×

Meditasi sebagai Self Reminder Perspektif Marcus Aurelius

Sebarkan artikel ini

Marcus Aurelius, mungkin nama tersebut sudah tidak asing lagi bagi pecinta filsafat. Marcus Aurelius ialah seorang filsuf Stoa (stoikisme) atau bapak stoikisme dan juga seorang kaisar Romawi. Ia juga biasa dikenal dengan raja filsuf karena pengaruhnya dalam filsafat barat. Ia lahir di Roma Italia pada 26 april 121 M. Ia pernah menulis dalam catatannya yaitu: “Ketenangan berasal dari dalam diri, bukan dari luar”  sebagai seorang kaisar, Ia tetap meluangkan waktu untuk menulis dan merenungi hidupnya. Meditasi juga dituangkan dalam bukunya yang berjudul “Meditations”, sebagai praktik refleksi diri dan mencapai ketenangan batin. 

Menurutnya meditasi itu sebagai kunci menjaga kejernihan pikiran dan sadar akan nilai dan makna kehidupan. Mungkin kita memang tidak bisa mengendalikan keadaan atau dunia luar sesuai ekspetasi kita akan tetapi kita dapat mengendalikan dan mengontrol cara pikir kita. Marcus sangat menekankan bahwa sangat penting untuk mengendalikan pikiran sendiri. Baginya, “meditasi” adalah suatu bentuk Latihan mental yang dilakukan rutin sebagai penguat pikiran, mental, emosi, dan menyadari nilai dan makna hidup yang ada. 

Latar Belakang Banyaknya Pekerjaan, Tidak bisa Tidur Pulas 

Pada kehidupan modern ini segala hal serba tuntutan dan kebanyakan orang merasa kewalahan dengan rutinitas hariannya. Selain itu tuntutan pekerjaan, tugas, dan tekanan sosial dan lingkungan membuat kebanyakan orang menjadi depresi dan kehilangan waktu untuk diri sendiri. Pikiran menjadi tidak bisa beristirahat walaupun saat tubuh berbaring untuk tidur.

Banyak orang lupa untuk berhenti sejenak dan menyadari apa yang sudah mereka lakukan. Kita terlalu sibuk mengejar target, to-do list, dan ambisi, sampai-sampai lupa betapa berharganya proses yang sudah dilewati. Di sisi lain, pikiran kita juga sering sibuk memikirkan hal-hal yang sebenarnya nggak perlu—memikirkan penilaian orang, membandingkan diri, atau mencoba menyenangkan semua orang. Padahal, kenyataannya hidup memang penuh perbedaan. Nggak semua hal bisa kita kendalikan, dan nggak semua orang akan sejalan dengan kita.

Marcus Aurelius, seorang filsuf dari zaman Romawi kuno, pernah bilang, “Hidup adalah pendapat. Semua yang kita dengar adalah opini, bukan fakta. Semua yang kita lihat adalah perspektif, bukan kebenaran.” Kalimat ini sederhana tapi ngena. Banyak hal dalam hidup hanyalah soal sudut pandang. Yang menurut kita penting, belum tentu benar-benar penting. Yang terasa menyakitkan hari ini, mungkin besok hanya jadi pelajaran.

Di tengah segala hiruk pikuk ini, sebenarnya ada satu kebutuhan dasar manusia yang sering dilupakan: merasa tenang dan terkoneksi dengan dirinya sendiri. Inilah alasan kenapa meditasi jadi semakin penting. Meditasi bukan cuma soal duduk diam dan memejamkan mata, tapi soal mengingat kembali siapa diri kita, apa yang kita rasakan, dan apa yang benar-benar penting. Lewat meditasi, kita diajak untuk menghargai diri sendiri, menerima keadaan, dan mulai menaruh perhatian lebih pada kesehatan tubuh dan mental—dua hal yang kadang kita abaikan demi sibuk “menjadi produktif.”

Dengan bermeditasi, kita jadi lebih sadar akan apa yang kita pikirkan dan rasakan. Kita mulai mengenali diri sendiri lebih dalam, dan pelan-pelan bisa mengurangi beban pikiran yang selama ini hanya memenuhi kepala. Bukan berarti semua masalah langsung hilang, tapi setidaknya, kita punya ruang untuk bernapas dan memahami semuanya dengan lebih jernih.

Kadang, kunci hidup yang lebih damai bukan terletak pada seberapa banyak yang kita capai, tapi seberapa dalam kita bisa mengenal diri sendiri.

Fungsi Meditasi sebagai Self Reminder

Perlu diketahu bahwa meditasi tidak selalu duduk bersila dengan mata terpejam selama berjam jam, bahkan jika kita bernafas selama lima menit dalam keadaan skesadaran nafas juga bisa disebut sebagai self reminder. Di titik inilah meditasi hadir sebagai self reminder—pengingat untuk kembali ke dalam, bukan ke luar. Meditasi bukan hal mistik atau rumit. Ia adalah momen sederhana ketika kita duduk diam, menarik napas dalam, dan mulai mendengarkan isi hati yang selama ini terabaikan.

Lewat meditasi, kita belajar untuk jujur pada diri sendiri. Kita berhenti menuntut dan mulai menerima. Kita memberi ruang untuk merasakan tanpa menghakimi. Di saat seperti itu, kita bisa menyadari: bahwa semua yang kita kejar mungkin tidak sepenting yang kita kira, dan semua yang kita takutkan bisa kita hadapi pelan-pelan.

Meditasi juga memberi jeda dari kebisingan dunia. Ia adalah ruang hening di mana kita bisa “mengisi ulang” tenaga batin. Ketika kita merasa lelah secara emosional, cemas berlebihan, atau kehilangan arah, meditasi bisa menjadi jangkar yang menstabilkan. Bukan untuk kabur dari masalah, tapi agar kita bisa kembali melihatnya dengan pikiran yang lebih tenang.

Yang menarik, meditasi bukan soal menjadi “positif” setiap saat. Justru, ia mengajarkan kita untuk menerima emosi yang sedang ada, baik itu sedih, marah, kecewa, atau bingung. Semua emosi valid, semua emosi berhak hadir. Meditasi membantu kita untuk tidak larut, tapi juga tidak menolak—kita hanya duduk bersama rasa itu, dan mengizinkannya lewat. Inilah kenapa meditasi berfungsi sebagai self reminder. Fungsi utama meditasi sebagai self reminder yaitu: 

  • Untuk mengembalikann fokus pada hal yang esensial: meditasi mengingatkan kita agar kita lebih fokus Kembali kepada tujuan hakiki yang lebih penting untuk ditempuh
  • Untuk meningkatkan kesadaran diri: meditasi membantu kita sadar aka napa yang harus kita pikirkan dan rasakan. Dengan ini kita lebih mengenali diri sendiri dan mengenali kebutuhan mental kita
  • Untuk menjaga keseimbangan emosi dan mental: dengan meditasi, kita diingatkan untuk tidak terburu-buru dalam mereaksi respon dan juga untuk menenangkan emosi dalam diri kita
  • Untuk memperkuat rasa syukur: meditasi juga membantu kita untuk menyadari bahwa dalam tubuh kita ada jantung yang berdetak, nafas yang masuk dan keluar, ataupun momen yang sedang berlangsung

Referensi

  • Aurelius, M. (2002). Meditations (Gregory Hays, Trans.). Modern Library. (Karya asli ditulis sekitar tahun 170-180 M)
  • Kabat-Zinn, J. (2005). Wherever You Go, There You Are: Mindfulness Meditation in Everyday Life. Hyperion
  • Gunaratana, H. (2011). Mindfulness in Plain English. Wisdom Publications
  • Emmons, R. A., & McCullough, M. E. (2003). Counting blessings versus burdens: An experimental investigation of gratitude and subjective well-being. Journal of Personality and Social Psychology, 84(2), 377-389

Advertisements

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Index