Lebaran,
Langit berkulit hitam,
Bintang pun tenggelam dalam kulitnya,
Lalu, terdengar suara hati bertabur mawar rekah.
Baju Berkelap-kelip
Pada suatu malam,
ia memandang langit yang berkelap-kelip
bahkan Bulan hinggap dalam bola matanya yang redup.
Kemudian, suara angin berhembus di tubuhnya yang kecil nan lembut.
Matanya berseri,
bulan menangkap senyumannya, dalam sunyi dan isi.
Barangkali jika aku mempunyai baju baru yang berkelap-kelip,
lebih indah dari kunang-kunang, belum lagi warnanya putih,
betapa girangnya aku, pikirnya.
Ia pun berdiri meninggalkan rumput yang bergoyang.
Melangkah sambil menanatap langit,
mengelus-elus batu bernama yang bertabur mawar, kenanga dan kantil.
Sekejap Ia memandang langit lagi,
tersenyum kembali,
Lalu, sunyi.
Malam itu,
langit pun ingin mencoba memeluknya,
sambil memandangnya seksama.
“Oh, anak kecil kenapa kau melamun?” tanya langit.
“Aku tak melamun, aku hanya berfikir.”
“Berfikir tentang apa?” tanya langit kembali.
“Kini, rumahku tak kasatmata,
tiada ramai lagi dalam rumahku,
sudah tak lengkap, hanya ada meja dan kursi,
dan aku yang berhati sendiri.”
Mendengarnya, mata langit mulai mendung. Namun ia tahan agar tak berair, takut membasahi.
Langit memandangnya sekali lagi sambil tersenyum.
Terlihat bulan yang membentuk tubuhnya menjadi senyum menawan.
Bersama bintang yang menghiasi tubuhnya.
“Bolehkah aku bertanya?” tanya langit,
beriringi hembusan angin membuat daun menari-nari.
“Iya, boleh”
“Jika aku memberimu hadiah, kau mau apa?” tawarnya.
“Aku, cuman minta bajumu saja!”
Langit terkejut.
Ia menatapnya kembali,
kini tatapannya penuh belas kasih. Ia berfikir lama sekali.
Akhirnya mendarat dalam hatinya.
“Baiklah, engkau pakai bajuku ini,” ujar langit
melepaskan semua bajunya yang kelap-kelip,
disinggahkanlah di tubuhnya yang lembut.
Anak kecil itu memakainya dengan girang.
sambil berputar-putar mengikuti rotasi bumi.
Wajahnya memerah, terlihat tersenyum kembali dan berisi.
Sekarang, langit telah merasakan.
Tubuhnya hanya gelap tiada isi dan sunyi.
Barangkali ini isi hatinya, pikirnya.
Penulis: Al Fatih Rijal Pratama (Kamar, 5 Mei 2022)
Editor: Ummi Ulfa. S