Opini

Modal Hidup

×

Modal Hidup

Sebarkan artikel ini

Urupedia Judulnya serius, tapi memang topik yang diangkat adalah topik serius. Mari kita mulai keseriusan ini dengan tertawa terlebih dahulu hahaahahhahahahahha. Sudah, sudah cukup mari serius, karena nasib kadang tidak bisa diajak bercanda hahahhaah. Stttttt cukup ayo serius ! klakep.

Gelar SH, sarjana hukum lho ya bukan sarjana haha-hihi lengkap telah kuterima di umurku yang ke 23. Senang, bahagia dan lega itu mungkin yang kurasakan di awalnya, hahaha. Tapi salah, itu adalah awal dari kehidupan yang sebenarnya.

Selepas sarjana aku sering melamun, terlintas di benakku hendak kemana aku? Bekerja? ahh tau sendiri sarjana tanpa koneksi berarti seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Nikah? Betapa berat kaki untuk melangkah. Melanjutkan pendidikan, tidak semudah itu, untuk membalik awan.

Seringkali ditengah kegabutanku aku chat kembali teman-temanku, ada yang bernasib lebih mending dariku, tentu dengan beberapa privilege, dan penunjang struktur yang ada. Spesies mereka ini tidak cukup banyak.

Dari sebagian lagi, temanku, ada yang bernasib lekat denganku, montang-manting kebawa angin, bahkan sebagian masih makan gula kapas di pasar malam. Mereka yang tanpa privilege, yang terhantam hambatan struktur dan tanpa modal.

Dibandingkan temanku, aku sangat beruntung. Selepas aku sarjana, akhirnya adek sepupuku menikah. Mengadakan pesta hajatan yang meriah dengan mengundang karawitan sehari semalam. Bahkan resepsinya masih di warnai dengan dua biduan desa yang membawakan lagu duhai senangnya pengantin baru tretetetetetetet disambung sorenya dengan ruwatan. Ruwatan merupakan tradisi bersih keluarga (konsep seperti bersih desa) dengan mengadakan pertunjukan wayang lakon murwakala.

Seperti pada umumnya, acara ruwatan adalah pagelaran wayang yang kemudian ditutup dengan sedekah. Acara sedekah merupakan acara yang paling ditunggu-tunggu, karena terdapat hasil bumi dan sajen yang diperebutkan oleh mereka yang berminat berebut. Dihari itu….

Sebelum dalang membaca doa. aku sudah mempersiapkan diri di bawah panggung dalang, di bawah jejeran wayang-wayang aku berdiam. Doa dilangitkan, aku semakin merapatkan barisan. Sebagai seorang sarjana, aku harus banyak mempertimbangkan hal-hal yang potensial. Fokus mataku tertuju pada satu tujuan.

Selepas amin terakhir, tanganku langsung mencengkeram, kakiku melompat tanpa batas. Dan kiyek-kiyek-kiyek, akhirnya, dengan mata berbinar, aku kempit dan berlari pulang. Sarjana tanpa modal, tanpa privilege dan penuh dengan hambatan struktural telah berhasil memodali hidup dan menatap masa depan yang cerah dengan seekor ayam ruwatan.