
Urupedia.id- Karier politik Benjamin Netanyahu sosok paling dominan dalam politik Israel tiga dekade terakhir memasuki fase paling rapuh.
Di tengah isu persidangan korupsi yang berlarut-larut, ia kini mengajukan permohonan grasi kepada Presiden Isaac Herzog.
Tak hanya itu, sorotan dunia internasional semakin tajam setelah para ahli genosida global menyatakan bahwa operasi militer Israel di Gaza memenuhi definisi genosida.
Tiga krisis besar hukum, politik domestik, dan legitimasi moral bersinggungan dan menekan masa depan Netanyahu secara bersamaan.
Persidangan Korupsi, Akar Keretakan Politik
Netanyahu masih menghadapi tiga perkara besar Kasus 1000, 2000, dan 4000 yang mencakup tuduhan suap, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan.
Kasus terberat adalah Kasus 4000, di mana Al Jazeera melaporkan bahwa Netanyahu dituduh “memberikan keuntungan regulasi kepada perusahaan telekomunikasi Bezeq milik Shaul Elovitch sebagai imbalan liputan positif di portal Walla!”.
Dalam analisis Euronews, persidangan ini disebut sebagai “momen paling krusial dalam karier politik Netanyahu” karena bukti-buktinya menguji kredibilitas dan integritasnya sebagai pemimpin nasional.
Netanyahu menyebutnya “perburuan penyihir”, namun opini publik Israel telah jenuh terhadap polemik hukum yang tak kunjung selesai.
Permohonan Grasi: Manuver Politik Berisiko Tinggi
Pengajuan grasi Netanyahu kepada Herzog menjadi titik balik dramatis dalam krisis ini.
Reuters melaporkan bahwa ia telah “secara resmi meminta pengampunan… sebuah langkah yang dapat menghentikan persidangan korupsinya yang telah berlangsung selama bertahun-tahun” meski proses pengadilan masih berjalan.
Langkah tersebut memicu reaksi keras dari oposisi yang menilai Netanyahu mencoba “meloloskan diri” dari proses hukum.
Para pengkritik menyebut satu-satunya jalan menuju rekonsiliasi nasional adalah Netanyahu mengakui kesalahan dan meninggalkan panggung politik.
Tuduhan bahwa Netanyahu menggunakan permohonan grasi sebagai alat tawar-menawar politik semakin memperkeruh atmosfer domestik.
Popularitas Menurun dan Ketidakstabilan Politik
Serangkaian jajak pendapat terbaru menunjukkan penurunan besar dukungan terhadap Netanyahu.
Tokoh oposisi seperti Benny Gantz unggul jauh dalam simulasi pemilu.
Tekanan publik semakin besar karena masyarakat Israel merasa kepemimpinan Netanyahu membawa negara ke dalam krisis berkepanjangan.
Beberapa analis politik yang dikutip media internasional menyebut Israel berada di “ambang ledakan politik”.
Konflik Gaza, ketegangan domestik, dan proses hukum yang tak kunjung usai memperkuat narasi bahwa jatuhnya Netanyahu hanya menunggu waktu menjelang pemilu musim gugur 2026.
Tekanan Internasional, Tuduhan Genosida Palestina
Di luar Israel, Netanyahu menghadapi tekanan moral dan legal yang jauh lebih berat.
Lembaga dan pakar internasional secara terbuka menilai tindakan Israel di Gaza memenuhi unsur genosida.
Deklarasi IAGS (International Association of Genocide Scholars)
Pada September 2025, asosiasi ahli genosida internasional menyatakan bahwa perang di Gaza “memenuhi definisi genosida menurut Konvensi Genosida PBB 1948.” The Guardian mengutip langsung:
“Israel is committing genocide in Gaza,” kata IAGS dalam deklarasi resminya.
Al Jazeera melaporkan pola tindakan yang dipersoalkan meliputi pembunuhan warga sipil, penghancuran masif infrastruktur, pemaksaan kelaparan, dan pemindahan paksa.
“Tindakan Israel menunjukkan niat untuk menghancurkan warga Palestina sebagai kelompok nasional.”
Laporan Amnesty yang dikutip The Guardian menyimpulkan bahwa operasi militer Israel memiliki “unsur-unsur genosida” berdasarkan pola kekejaman sistematis terhadap warga sipil Gaza.
Sekretaris Jenderal PBB António Guterres mempertegas tekanan moral internasional. Reuters mencatat:
“Israel’s conduct of the war in Gaza is fundamentally wrong.”
Ditambah laporan investigatif bahwa penyiksaan terhadap warga Palestina dilakukan secara terstruktur dan “diorganisasi sebagai kebijakan negara,” legitimasi internasional Israel di bawah Netanyahu berada di titik terendah dalam sejarah modernnya.
Gabungan dari krisis domestik, krisis hukum, dan tuduhan genosida menempatkan Netanyahu pada posisi paling genting sejak ia pertama kali menjabat perdana menteri.
Proses hukum yang masih berjalan, ditambah permohonan grasi yang kontroversial, berpotensi menentukan apakah Netanyahu dapat bertahan atau akan dipaksa mengakhiri karier politiknya.
Dengan pemilu 2026 yang semakin dekat, pertanyaan besar kini menggantung yakni, apakah Netanyahu masih dapat mempertahankan kekuasaan di tengah badai terbesar yang pernah menghantamnya?
Atau justru dinamika politik dan tekanan internasional akan menghentikan salah satu kepemimpinan?
Editor Berita: M. Fakhrina Haqiqul Umam










