Kesehatan

Interaksi Stress dan Sistem Kekebalan, Pemicu Penyakit Autoimun Rematologi

×

Interaksi Stress dan Sistem Kekebalan, Pemicu Penyakit Autoimun Rematologi

Sebarkan artikel ini
https://www.iowaclinic.com/specialties/primary-care/family-medicine/the-distressing-side-effects-of-stress-and-how-to-manage-it-all/

Stres sebagai Pemicu Penyakit Rematologi Autoimun

Urupedia.id- Stress merupakan respons alami tubuh terhadap tantangan atau ancaman, baik itu bagi segi fisik maupun segi psikologis.

Dalam kehidupan modern, stress tinggi sering banget disebabkan oleh tekanan kerja, masalah keuangan, konflik interpersonal, atau peristiwa traumatis.

Kebanyakan juga terkait masalah keuangan dan konflik interpersonal. Nah, stress kronis atau berlebihan dapat berdampak buruk pada kesehatan fisik dan mental.

Salah satu dampak serius yang semakin mendapat perhatian adalah perannya sebagai pemicu penyakit rematologi autoimun.

Sebagian orang mungkin asing dengan penyakit ini, jadi penyakit autoimun itu termasuk penyakit dalam, dimana kondisi sistem kekebalan tubuh yang seharusnya menyerang bakteri atau melindungi tubuh dari infeksi dan penyakit, penderita autoimun malah menyerang sel-sel sehat dalam tubuh.

Jadi tubuh bisa kaku, tubuh tidak bisa menerima cahaya matahari, tubuh menjadi terlalu sensitive, dan masih banyak gejalanya.

Penyakit rematologi autoimun melibatkan gangguan sistem kekebalan tubuh yang menyerang jaringan sendiri, seperti rheumatoid arthritis (RA), systemic lupus erythematosus (SLE), sceloderma dan lain-lain.

Mekanisme Biologis Pengaruh Stres terhadap Penyakit Autoimun

Nah, untuk memahami pengaruh stress terhadap penyakit rematologi autoimun, penting untuk melihat interaksi antara sistem saraf, endokrin, dan kekebalan tubuh.

Stress tinggi memicu aktivasi sumbu hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA axis), yang mengatur produksi hormon seperti kortisol.

Kortisol biasanya berfungsi sebagai anti-inflamasi, namun pada stress kronis, produksi kortisol dapat menjadi tidak seimbang, menyebabkan disregulasi sistem kekebalan.

Inilah mekanisme biologis secara singkat mengenai pengaruh stress untuk penyakit autoimun.

Selain itu, stress psikologis dapat mempengaruhi mikrobioma usus, yang berperan penting dalam regulasi kekebalan.

Perubahan komposisi bakteri usus akibat stress dapat meningkatkan permeabilitas dinding usus (leaky gut syndrome), memungkinkan antigen masuk ke aliran darah dan memicu respons kekebalan yang berlebihan.

Hal ini sering terlihat pada penyakit seperti lupus, di mana stress tinggi dikaitkan dengan flare-up gejala seperti ruam kulit, nyeri sendi, dan kelelahan ekstrem.

Bukti Empiris Hubungan Stres dengan Penyakit Rematologi Autoimun

Banyak penelitian telah menunjukkan korelasi antara stress tinggi dan onset penyakit rematologi autoimun.

Sebuah studi longitudinal yang diterbitkan dalam jurnal Arthritis & Rheumatology (2018) oleh McEwen dan koleganya menemukan bahwa individu dengan stress kronis memiliki risiko 2-3 kali lebih tinggi terkena rheumatoid arthritis atau kondisi saat imun menyerang lapisan sendi dan menyebabkan peradangan.

Studi ini melibatkan lebih dari 1.000 peserta dan menggunakan pengukuran kortisol saliva sebagai indikator stress, menunjukkan bahwa disregulasi HPA axis berkontribusi pada inflamasi kronis.

Selain itu di bidang lupus, penelitian dalam Lupus journal mengungkapkan bahwa pasien lupus yang mengalami stress tinggi, seperti kehilangan pekerjaan atau perceraian, mengalami peningkatan aktivitas penyakit hingga 50%.

Mekanisme ini melibatkan peningkatan produksi interferon-gamma, yang memperkuat respons autoimun.

Akan tetapi juga tidak ditetapkan bahwa pemicunya hanya pada segi psikologis seseorang saja, melainkan dari segi biologis seperti faktor genetik juga dapat menjadi pemicu penyakit autoimun.

Implikasi Klinis dan Strategi Pencegahan Stres terhadap Penyakit Autoimun

Pengaruh stress tinggi sebagai pemicu penyakit rematologi autoimun memiliki implikasi luas bagi pencegahan dan pengobatan.

Individu dengan riwayat keluarga penyakit autoimun harus lebih waspada terhadap stress kronis. Intervensi seperti terapi kognitif-behavioral (CBT), meditasi mindfulness, atau olahraga teratur dapat membantu mengurangi dampak stress dengan menstabilkan HPA axis dan mengurangi inflamasi.

Namun, bukan semua orang dengan stress tinggi akan mengembangkan penyakit autoimun; faktor genetik dan lingkungan juga berperan.

Misalnya, polimorfisme gen seperti PTPN22 pada RA dapat berinteraksi dengan stress untuk meningkatkan risiko.

Oleh karena itu, pendekatan holistik yang menggabungkan manajemen stress dengan pengobatan medis, seperti penggunaan kortikosteroid atau DMARDs (disease-modifying antirheumatic drugs), sangat penting.

Stress tinggi bukanlah penyebab tunggal penyakit rematologi autoimun, tetapi ia berperan sebagai pemicu kuat melalui mekanisme biologis seperti disregulasi sistem kekebalan dan inflamasi kronis.

Bukti dari berbagai studi menunjukkan bahwa mengelola stress dapat mengurangi risiko dan keparahan penyakit ini.

Dengan pemahaman yang lebih baik, masyarakat dapat mendorong gaya hidup seimbang untuk mencegah dampak buruk stress pada kesehatan.

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengembangkan intervensi spesifik yang menargetkan interaksi stress dan autoimunitas.

Dimensi Psikologis Stres pada Penderita Penyakit Rematologi Autoimun

Selain dampak fisik, stress tinggi sebagai pemicu penyakit rematologi autoimun juga memiliki dimensi psikologis yang mendalam.

Dari perspektif psikologi, stress kronis dapat memicu gangguan mental seperti kecemasan, depresi, dan gangguan stres pasca-trauma (PTSD), yang sering kali saling terkait dengan penyakit autoimun.

Misalnya, individu dengan rheumatoid arthritis atau lupus sering melaporkan gejala psikologis seperti kelelahan emosional dan isolasi sosial, yang diperburuk oleh nyeri kronis dan keterbatasan fisik.

Penelitian oleh Matcham et al. (2019) dalam Rheumatology menunjukkan bahwa pasien dengan penyakit rematologi autoimun memiliki risiko depresi 2-3 kali lebih tinggi, dengan stress sebagai faktor penghubung utama.

Mekanisme psikologis melibatkan konsep seperti “allostatic load” (beban alostatik), di mana stress berkepanjangan menguras sumber daya psikologis, menyebabkan disregulasi emosi dan kognitif.

Ini dapat menciptakan siklus buruk yakni stress memicu flare-up penyakit, yang kemudian meningkatkan stress psikologis, memperburuk gejala autoimun.

Dari sudut pandang psikologi klinis, teori koping (coping theory) oleh Lazarus dan Folkman (1984) menjelaskan bagaimana individu yang kurang mampu mengelola stress (misalnya, melalui avoidance coping) lebih rentan terhadap onset penyakit autoimun.

Pencegahan Penyakit Autoimun dari Perspektif Psikologis

Upaya pencegahan penyakit rematologi autoimun tidak hanya bergantung pada intervensi medis, tetapi juga pada pengelolaan psikologis yang efektif.

Stres kronis terbukti menjadi faktor penting yang dapat memperburuk disregulasi sistem kekebalan tubuh dan memicu peradangan.

Oleh karena itu, menjaga kesehatan mental menjadi bagian integral dari pencegahan penyakit autoimun. Pendekatan psikologis yang dapat diterapkan antara lain terapi kognitif-perilaku (CBT), mindfulness-based stress reduction (MBSR), serta dukungan sosial dan konseling emosional.

Pendekatan ini membantu individu mengembangkan strategi koping adaptif, mengurangi beban alostatik (allostatic load), dan memperbaiki keseimbangan sistem saraf serta endokrin.

Selain itu, kesadaran diri terhadap pemicu stres, manajemen waktu yang baik, dan gaya hidup seimbang meliputi tidur cukup, aktivitas fisik, serta pola makan sehat juga  berperan besar dalam menurunkan risiko aktivasi sistem imun berlebihan.

Dengan demikian, pencegahan penyakit autoimun tidak hanya mencakup aspek biologis, tetapi juga dimensi psikologis dan sosial.

Oleh: Rachmania Rizma Melati, Mahasiswa Psikologi

Referensi

  • Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, Appraisal, and Coping. New York: Springer.
  • Matcham, F., Rayner, L., Steer, S., & Hotopf, M. (2019). The prevalence of depression in rheumatoid arthritis: A systematic review and meta-analysis. Rheumatology, 58(2), 186–193.
  • McEwen, B. S., et al. (2018). Chronic stress, HPA axis dysregulation, and inflammatory disease. Arthritis & Rheumatology, 70(2), 189–197.
  • Kabat-Zinn, J. (2013). Full Catastrophe Living: Using the Wisdom of Your Body and Mind to Face Stress, Pain, and Illness. New York: Bantam Books.
  • Segerstrom, S. C., & Miller, G. E. (2004). Psychological stress and the human immune system: A meta-analytic study of 30 years of inquiry. Psychological Bulletin, 130(4), 601–630.
  • Stojanovich, L., et al. (2010). “Stress as a trigger of autoimmune disease.” Autoimmunity Reviews, 9(8), 578-582.
  • American College of Rheumatology. (2020). “COVID-19 and rheumatic diseases.” Arthritis Care & Research, 72(7), 866-871.
Advertisements