Mozaik

Niat Diucapakan Secara Lisan atau Sirri dalam Hati? Simak Penjelasan KH. Ma’ruf Khozin Ini

×

Niat Diucapakan Secara Lisan atau Sirri dalam Hati? Simak Penjelasan KH. Ma’ruf Khozin Ini

Sebarkan artikel ini
urupedia media urup Niat Diucapakan Secara Lisan atau Sirri dalam Hati? Simak Penjelasan KH. Ma'ruf Khozin Ini
Ilustrasi-Media Urup-Munawir

Urupedia – Niat merupakan dasar melakukan suatu amal. Setiap orang bergantung pada amalnya, hal ini termaktub dalam Shahih Bukhari hadits nomor 1 :

إنَّما الأعْمالُ بالنِّيّاتِ، وإنَّما لِكُلِّ امْرِئٍ ما نَوَى، فمَن كانَتْ هِجْرَتُهُ إلى دُنْيا يُصِيبُها، أوْ إلى امْرَأَةٍ يَنْكِحُها، فَهِجْرَتُهُ إلى ما هاجَرَ إلَيْهِ.
Artinya: “Sesungguhnya amal itu tergantung pada niat, setiap (perbuatan) seseorang bergantung pada apa yang diniatkan. Barangsiapa hijrah karena alasan dunia dan wanita yang akan dinikahinya, maka hijrah yang dilakukan ditujukan apa yang diniatkan. “

Lalu di mana hakikat tempat niat? Dalam pengucapan atau dalam hati seseorang?

Dalam laman facebook K.H Ma’ruf Khozin dipaparkan bahwasanya para ulama bersepakat jika niat itu bertempat di hati. Ibnu Taimiyah dalam Majmu Fatawa nya berargumen bahwa bacaan niat tidak wajib dilafalkan secara keras. Bahkan tiada satu ulama muslim pun yang mensyariatkannya.

Rasul , Sahabat, Khalifah, dan Salafussalih pun tidak melakukannya. Jika melafalkan niat dalam lesan ini diakui sebagai hal yang wajib, maka kita selaku orang yang mengetahui kesalahannya harus memberikan penjelasan dan menyuruhnya bertaubat. Jika ia menolak, maka bisa dihukum mati.

Jika kita melihat argumen Ibnu Taimiyah tersebut terlalu keras bahkan pelaku yang meyakini pelafalan niat secara lisan tetap meneruskan perbuatannya ketika sudah diingatkan maka halal dihukum mati.

Namun, Imam Syafii memberikan dasar lain, terkait pelafalan niat ini. Dalam Mu’jam Ibnu al-Muqri dikatakan bahwa ketika Imam Syafii hendak menunaikan shalat, ia melafalkan basmalah, lalu mengucapkan niat, “Aku menghadap ke Ka’bah, melaksanakan kewajiban Allah Azza Wa Jalla Allahu Akbar.”

Pendapat Ibni Taimiyah dan Imam Syafii jelas berseberang. Sebagai penganut Mazhab Syafiiyah sepatutnya kita mengikuti jejak Imam Syafii untuk meyakini bahwa melafalkan niat dengan lisan itu tidak masalah dan bukan merupakan perbuatan bid’ah.

Diperbolehkannya niat dilafalkan ini diqiyaskan dengan niat ibadah yang ada pada rukun Islam. Seperti niat puasa, umrah dan haji.

ﻋﻦ ﻋﺎﺋﺸﺔ ﺃﻡ اﻟﻤﺆﻣﻨﻴﻦ، ﻗﺎﻟﺖ: ﺩﺧﻞ ﻋﻠﻲ اﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺫاﺕ ﻳﻮﻡ ﻓﻘﺎﻝ: «ﻫﻞ ﻋﻨﺪﻛﻢ ﺷﻲء؟» ﻓﻘﻠﻨﺎ: ﻻ، ﻗﺎﻝ: «ﻓﺈﻧﻲ ﺇﺫﻥ ﺻﺎﺋﻢ»

Dari Aisyah bahwa Nabi bertanya: “Apa ada makanan?”. Kami jawab: “Tidak ada”. Nabi menjawab: “Kalau begitu saya puasa” (HR Muslim)

Hadits yang diceritakan dari Aisyah tersebut telah jelas bahwa Rasulullah melafalkan niatnya ketika beliau hendak berpuasa.

قاﻝ ﺃﻧﺲ ﺳﻤﻌﺖ ﺭﺳﻮﻝ اﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ اﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻳﻘﻮﻝ: «ﻟﺒﻴﻚ ﻋﻤﺮﺓ ﻭﺣﺠﺎ»

Anas berkata bahwa Nabi mengucapkan: “Aku penuhi panggilan Mu dengan Umrah dan Haji” (HR Muslim)

Pada hadits kedua ini, Rasulullah juga melafalkan niat haji dna umrah secara lisan hingga sahabat Anas mendengarnya.

Dengan demikian, melafalkan niat dengan lisan sah-sah saja dan bukan merupakan sesuatu yang huduts/baru apalagi bid’ah. Hal ini kita sandarkan pada hadits dan penguatan pendapat dari Ibnu Muqri yang melihat Imam Syafii.

Penulis: Ummi Ulfa. S

Editor: Munawir Muslih

Advertisements

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *