Sastra

Kisah Cinta Ali Bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra

×

Kisah Cinta Ali Bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra

Sebarkan artikel ini
Kisah Cinta Ali Bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra urupedia media urup trenggalek
Ilustrasi Cinta Ali Bin Abi Thalib dan Fatimah Az-Zahra-syaifulptak57-pixabay

Urupedia – Ali bin Abi Thalib adalah sepupu dan salah satu sahabat yang istimewa dimata Rasulullah Saw. Ali merupakan sahabat yang tinggal bersama Rasulullah. Beliau juga sosok pemberani yang pernah menggantikan posisi tidur Rasulullah saat kafir Quraisy mengincar sang Rasul. Ali juga seorang mujahid yang andil dalam medan perang dan tampil dengan gagah.

Sementara Fatimah, putri Rasulullah Saw. yang taat, penyayang dan sangat peduli pada Rasulullah Saw. Fatimah selalu ada di samping ayahnya dalam setiap kisah perjuangannya membumikan nilai-nilai islam di tengah kafir Quraisy.

Ali menyukai Fatimah sejak lama, kecantikan putri Rasulullah ini tak hanya jasmaniyah, melainkan kecantikan ruhaninya melintasi batas hingga langit ketujuh. Namun, Ali merasa minder, apakah ia akan mampu membahagiakan putri Rasulullah dengan keadaannya yang serba terbatas?

Pada suatu ketika, Fatimah dilamar oleh sosok lelaki yang dekat dengan Nabi, rela mempertaruhkan kehidupan, harta dan jiwanya untuk Islam, menemani perjuangan Rasulullah Saw. sejak awal-awal risalah kenabiannya.

Dialah Abu Bakar Ash Shiddiq, entah kenapa mendengar berita ini Ali terkejut dan tersentak jiwanya, muncul perasaan yang dia pun tak mengerti. Ali merasa diuji karena menyadari apalah kedudukan dirinya di sisi Nabi jika dibanding dengan Abu Bakar.

Ali merasa belum ada apa-apanya bila dibanding dengan perjuangan Abu Bakar dalam menyebarkan risalah Islam. Entah sudah berapa banyak tokoh bangsawan dan saudagar Makkah yang masuk Islam lantaran dakwahnya. Sebutlah ‘Utsman, ‘Abdurrahman bin Auf, Thalhah, Zubair, Sa’d bin abi Waqqash, Mush’ab. Ini yang tak mungkin dilakukan oleh anak-anak seperti Ali. Tak sedikit juga para budak yang dibebaskan oleh Abu Bakar, yakni Bilal bin Rabbah, Khabbab, keluarga Yassir, ‘Abdullah ibn Mas’ud.

Dari sisi finansial, Abu Bakar adalah seorang saudagar, tentu akan lebih mampu membahagiakan Fatimah, sementara Ali? hanya pemuda miskin yang berasal dari dari keluarga miskin pula.

Melihat dan memperhitungkan hal ini, Ali ikhlas dan bahagia jika Fatimah bersama Abu Bakar, meskipun ia tak mampu membohongi perasaan dalam hati kecilnya. Apakah mungkin itu yang namanya cinta?

Namun ternyata lamaran Abu Bakar ditolak oleh Fatimah sehingga hal ini menumbuhkan kembali harapan Ali. Ali kembali mempersiapkan diri, berharap dia masih memiliki kesempatan itu.

Namun ujian bagi Ali belum berakhir, setelah Abu Bakar mundur muncullah laki-laki nan gagah perkasa dan pemberani. Seseorang yang dengan masuk Islamnya mengangkat derajat kaum muslimin, seorang laki-laki yang membuat syaithan berlari takut dan musuh-musuh Allah bertekuk lutut. Seorang yang diberi gelar Al-Faruq.

Ya, dialah Umar ibn Al-Khattab, pemisah antara kebenaran dan kebatilan juga datang melamar Fatimah.

Ali pun ridha jika Fatimah menikah dengan Umar, ia bahagia jika Fatimah bisa bersama dengan sahabat kedua terbaik Rasulullah setelah Abu Bakar. Bahkan Rasulullah pernah bersabda, “Aku datang bersama Umar dan Abu Bakar.”

Ali pun semakin bingung, nyatanya lamaran Umar pun ditolak oleh Fatimah. Ada apa gerangan?

Setelah Umar tertolak, menyusullah Abdurahman bin Auf dengan membawa 100 unta bermata biru dari Mesir dan 10.000 Dinar, jikalau diuangkan dalam rupiah mencapai 55 milyar. Lamaran yang begitu mewah itu pun ditolak oleh Rasulullah.

Sampai tertolaknya Abdurrahman bin Auf, kekhawatiran Ali bin Abi Thalib belum kunjung reda. Sahabat kain datang untuk kembali meminang Fatimah, Usman bin Affan. Usman memberanikan dirinya melamar putri sang Nabi. Ia datang dengan membawa mahar sebagaimana yang dibawa oleh Abdurrahman bin Auf, hanya ia menegaskan kembali bahwa kedudukannya lebih mulia di banding Abdurrahman bin Auf karena ia telah lebih dahulu masuk islam.

Tidak disangka ternyata Rasulullah pun menolak lamaran Usman bin Affan.

Empat sahabat sudah memberanikan diri dan mereka semua telah ditolak oleh Rasulullah Saw.

“Mengapa bukan engkau saja yang mencobanya kawan?” seru seorang sahabat kepada Ali.

“Mengapa engkau tak mencoba melamar Fatimah? Aku punya firasat, engkaulah yang ditunggu-tunggu Baginda Nabi,” tegasnya kembali.

“Aku?” tanya Ali pada sahabat tersebut.

“Ya, engkau wahai saudaraku!”

“Aku hanya pemuda miskin. Apa yang bisa aku andalkan?” dengan wajah yang tak yakin menyangkal sahabat tersebut.

Sahabatnya pun menguatkan kembali, “Kami dibelakangmu, kawan!”

Akhirnya, Ali bin Abi Thalib memberanikan diri untuk menyampaikan maksud hatinya, meminang putri Nabi untuk dijadikan seoranf istri. Awalnya, Ali hanya duduk di samping Rasulullah. Dalam waktu yang lama, ia hanya tertunduk diam. Hingga Rasulullah pun bertanya ”Wahai putra Abu Thalib, apa yang engkau inginkan?”

Sejenak Ali terdiam, dan dengan suara bergetar ia pun menjawab, ” Ya Rasulullah, aku hendak meminang Fatimah.” Mendengar jawaban Ali ini beliau Saw tidak terkejut.

“Bagus, wahai Ibnu Abu Thalib, beberapa waktu terakhir ini banyak yang melamar putriku, tetapi ia selalu menolaknya, oleh karena itu, tunggulah jawaban putriku.”

Kemudian Rasulullah meninggalkan Ali dan bertanya kepada putrinya. Ketika Rasulullah bertanya pada Fatimah, ia hanya terdiam dan sang Ayah pun menyimpulkan bahwa diamnya Fatimah pertanda kesetujuannya.

Rasulullah kemudian mendekati Ali dan mengatakan, “Apakah engkau memiliki sesuatu yang akan engkau jadikan mahar wahai Ali?”

Ali pun menjawab ” Orang tuaku yang menjadi penebusnya untukmu ya Rasulullah, tak ada yang aku sembunyikan darimu, aku hanya memiliki seekor unta untuk membantuku menyiram tanaman, sebilah pedang dan sebuah baju zirah dari besi.”

Dengan tersenyum Rasulullah Saw. bersabda “Wahai Ali, tidak mungkin engkau terpisah dengan pedangmu, karena dengannya engkau membela diri dari musuh-musuh Allah Swt. dan tidak mungkin juga engkau berpisah dengan untamu karena ia engkau butuhkan untuk membantumu mengairi tanamanmu, aku terima mahar baju besimu, juallah dan jadikan sebagai mahar untuk putriku. Wahai Ali engkau wajib bergembira sebab Allah sebenarnya sudah lebih dahulu menikahkan engkau di langit sebelum aku menikahkan engkau di bumi.” Sabda Radulullah ini pun diriwayatkan oleh Ummu Salamah ra.

Ali bin Abi Thalib menjual baju besi tersebut dengan harga 400 dirham dan menyerahkan uang tersebut kepada Rasulullah Saw, dan nabi pun membagi uang tersebut ke dalam 3 bagian. Satu bagian untuk kebutuhan rumah tangga, satu bagian untuk wewangian dan satu bagian lagi di kembalikan kepada Ali bin Abi Thalib sebagai biaya untuk jamuan makan para tamu yang menghadiri pesta.

Setelah segalanya siap, dengan perasaan puas dan hati gembira serta disaksikan oleh para sahabat, Rasulullah mengucapkan kata ijab qabul pernikahan putrinya.

Kemudian Nabi Saw. bersabda:”Sesunguhnya Allah Azza wa Jalla memerintahkan aku untuk menikahkan Fatimah Putri Khadijah dengan Ali bin Abi Thalib, maka saksikanlah sesunguhnya aku telah menikahkanya dengan mas kawin empat ratus dihram (nilai sebuah baju besi) dan Ali Ridho (menerima)mahar tersebut.”

Maka menikahlah Ali dengan Fatimah Pernikahan mereka penuh hikmah walau diarungi di tengah keterbatasan finansial.

Dalam suatu riwayat dikisahkan bahwa suatu hari setelah keduanya menikah, Fatimah berkata kepada Ali,

“Maafkan aku, karena sebelum menikah denganmu, aku pernah satu kali merasakan jatuh cinta kepada seorang pemuda dan aku ingin menikah dengannya.”

Ali pun bertanya mengapa ia tak mau menikah dengannya, dan apakah Fatimah menyesal menikah dengannya.

Sambil tersenyum Fatimah menjawab, “Pemuda itu adalah dirimu.”

Subhanallah, itu adalah pujian terbaik dari seorang istri yang bisa membahagiakan hati suaminya.

Ali dan Fatimah saling mencintai karna Allah mereka mencintai dalam diam, menjaga cintanya dan Allah satukan dalam ikatan suci pernikahan. Semoga kita dapat mentauladani perikehidupan anak dan menantu Rasulullah Saw. ini.

Penulis: Gesang Rino

Editor: Ummi Ulfa